18
March

 

VOInews.id- Jumlah pemilih dalam ajang pemilihan presiden Rusia melampaui angka 61 persen, saat pemungutan suara memasuki hari terakhirnya pada Minggu. Pemungutan suara selama tiga hari untuk memilih pemimpin negara dimulai pada Jumat (15/3) dengan Presiden Vladimir Putin yang mengincar masa jabatan kelimanya. Tiga kandidat lainnya termasuk Vladislav Davankov dari Partai Rakyat Baru, Leonid Slutsky dari Partai Liberal Demokrat Rusia, dan Nikolai Kharitonov dari Partai Komunis. Berbicara pada konferensi pers di Moskow, Ketua Komisi Pemilihan Umum Pusat Rusia Ella Pamfilova, mengatakan jumlah pemilih pada pukul 09.45 waktu Moskow (13.45 WIB) adalah 61,37 persen, dengan memperhitungkan pemungutan suara elektronik jarak jauh.

 

Pamfilova lebih lanjut mengatakan bahwa sekitar 280.000 serangan siber DDoS terhadap pemungutan suara elektronik jarak jauh telah berhasil digagalkan, termasuk 215.000 yang ditujukan secara khusus pada portal pemungutan suara itu sendiri. Ia juga menyebutkan bahwa pemungutan suara tersebut diawasi oleh 1.115 pengamat dan pakar internasional dari 129 negara. Tempat pemungutan suara di Rusia dijadwalkan tutup pada pukul 8 malam waktu Moskow, dengan hasil pertama diperkirakan setelah jam 9 malam (01.00 WIB).

 

Antara

18
March

 

VOInews.id- Presiden Prancis Emmanuel Macron, Sabtu (16/3), menyatakan akan mengusulkan gencatan senjata di Ukraina selama Olimpiade Paris berlangsung sebagai upaya menurunkan ketegangan dalam perang Rusia-Ukraina. "Kami akan ajukan hal itu," kata Macron dalam sebuah wawancara dengan televisi Ukraina kala ditanya apakah akan mengajukan tawaran gencatan senjata kepada Rusia selama masa Olimpiade.

 

Ibu kota Prancis, Paris, menjadi tuan rumah Olimpiade 2024 yang berlangsung pada 26 Juli hingga 11 Agustus mendatang. Selain itu, Macron berkata bahwa ia siap berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin soal upaya penurunan konflik di Ukraina. "Saya akan angkat teleponnya (jika Putin menelepon). Itu adalah tanggung jawab saya dan saya akan dengarkan apa usulannya," ucap Presiden Prancis itu. "Jika Putin ingin mengajukan sesuatu, saya akan dengarkan usulannya," kata dia menegaskan.

 

Meski demikian, Macron menganggap bahwa Ukraina masih harus tetap dibantu dengan semua aspek yang mereka perlukan untuk memperkuat kemampuan pertahanan dan perangkat militernya. Macron juga menegaskan bahwa Prancis siap menghadapi eskalasi konflik di Ukraina apabila terjadi. Namun, Prancis tidak akan menjadi pihak yang memicunya, kata dia. "Kami siap menghadapi tantangan apapun. Jika pihak Rusia memicu babak eskalasi baru, kami siap bertindak demi keselamatan Ukraina dan rakyat Eropa, tapi Prancis tidak akan menjadi yang pertama yang memicu agresi," ucap Macron.

 

Menyusul sebuah konferensi terkait Ukraina yang digelar di Paris, Februari lalu, Macron mengatakan bahwa pemimpin negara-negara Barat telah mempertimbangkan untuk menerjunkan tentaranya langsung ke Ukraina. Meski mufakat terkait hal tersebut belum tercapai, ia menegaskan segala kemungkinan masih terbuka hingga saat ini.

 

Sumber: Sputnik-OANA

18
March

 

VOInews.id- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, menanggapi usulan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk kemungkinan rencana gencatan senjata dalam konflik Ukraina selama Olimpiade. Zakharova dalam tanggapannya tersebut mendesak Macron untuk berhenti memasok senjata dan "mendukung terorisme," dalam komentarnya kepada Sputnik pada Minggu. Sebelumnya pada Sabtu (16/3), Macron mengatakan kepada media Ukraina bahwa Paris akan meminta Moskow untuk mematuhi gencatan senjata dalam konflik Ukraina selama Olimpiade 2024.“Saya mengajukan proposal balasan kepada Macron: (bahwa dia) menghentikan pasokan senjata, yang digunakan untuk membunuh warga sipil, dan juga berhenti mendukung terorisme,” kata Zakharova.

 

Ia juga mendesak Macron untuk mengajukan usulan serupa kepada pihak-pihak yang berkonflik di Timur Tengah. “Banyak hal yang mungkin bergantung pada pernyataan Perancis di sana,” jelas juru bicara tersebut. Olimpiade Musim Panas Paris 2024 akan diadakan mulai 26 Juli hingga 11 Agustus.

 

Antara

14
March

 

VOInews.id- Jika Polandia mengirim pasukan ke Ukraina, maka mereka tidak akan pergi karena ingin mengambil kembali daerah yang mereka anggap milik Polandia, kata Presiden Rusia Vladimir Putin dalam wawancara dengan Rossiya 1 dan Ria Novosti. “Karena jika, katakanlah, pasukan Polandia memasuki wilayah Ukraina untuk – seperti yang dikatakan – untuk melindungi perbatasan Ukraina-Belarusia, misalnya, atau di beberapa tempat lain untuk membebaskan kontingen militer Ukraina untuk berpartisipasi dalam permusuhan di jalur tersebut. jika terjadi kontak, maka saya pikir pasukan Polandia tidak akan pernah pergi," kata Putin.

 

Putin menjelaskan bahwa Polandia kemudian ingin mengambil kembali daerah yang secara historis dianggap miliknya. "Karena mereka ingin kembali… mereka bermimpi, mereka ingin mengembalikan daerah yang mereka anggap secara historis milik mereka, dan yang diambil dari mereka oleh Bapak Bangsa (Rusia), Joseph Vissarionovich Stalin, dan dipindahkan ke Ukraina. Tentu saja, mereka ingin itu kembali," tambahnya. Untuk itu, jika ada unit resmi dari pasukan Polandia masuk ke Ukraina, maka kemungkinan besar pasukan tersebut tidak akan pergi, ujar Putin lebih lanjut.

 

Sumber: Sputnik

Page 11 of 1152