Tuesday, 20 August 2019 06:44

Wacana Menghidupkan Kembali GBHN

Written by 
Rate this item
(0 votes)


Akhir-akhir ini partai-partai politik di Indonesia disibukkan dengan wacana akan dihidupkannya kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara-GBHN. Jika ini disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat-MPR, maka akan ada lagi amandemen Undang-Undang Dasar- UUD 1945 untuk menghidupkan kembali GBHN.

Sejarah mencatat, sepanjang Republik Indonesia berdiri, proses amandemen UUD 1945 sudah dilaksanakan sebanyak empat kali. Dalam dinamika hukum dan politik Indonesia, amandemen UUD 1945 adalah salah satu implementasi dari reformasi.   Sebuah semangat yang muncul pasca-tumbangnya kekuasaan Orde Baru, yang berkuasa selama tiga dekade lebih. Yang paling dirasakan perubahannya adalah amandemen pada pemilihan presiden dan wakil presiden. Pemilihan tersebut tidak lagi diwakilkan kepada anggota MPR, melainkan dilakukan langsung oleh rakyat.

Amandemen ini dibuat untuk menghindari pengalaman pahit selama Orde Baru. Ketika Soeharto berkuasa dalam waktu yang sangat lama dengan sangat otoriter. Dengan amandemen pula presiden bisa dimakzulkan bila terbukti melanggar ketentuan undang-undang.

Dengan sistem yang berlaku seperti sekarang ini, banyak pihak mempertanyakan, apa urgensinya menghidupkan kembali GBHN? Sebab saat ini presiden tak lagi bekerja sebagai mandataris MPR. Dengan amanat langsung dari rakyat maka presiden RI terpilih tidak lagi berkedudukan lebih rendah daripada MPR. GBHN yang disusun oleh MPR menjadi tidak diperlukan lagi. Presiden harus menjalankan visi-misi  seperti yang disampaikannya pada waktu  berkampanye kepada rakyat.

Ketua MPR, Zulkifli Hasan sebelumnya menerangkan bahwa perencanaan pembangunan nasional dalam GBHN diperlukan mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan besar. Haluan itu akan menjadi pemandu arah pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan.

Namun Presiden Joko Widodo sendiri sempat menyatakan penolakan terhadap usul mengembalikan GBHN. Alasannya, GBHN sudah tidak diperlukan karena Indonesia sudah memiliki Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional-SPPN yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 sebagai pengganti GBHN. SPPN mengatur tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk periode 2005-2025 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk periode setiap lima tahun.

Pandangan mana yang nanti dipilih, akan ditentukan oleh anggota MPR. Namun niat yang tulus harus dibuktikan dalam penentuan tersebut. Jangan sampai nanti terbukti bahwa menghidupkan kembali GBHN hanya akal-akalan partai yang berkuasa untuk memaksakan kehendaknya, dengan menekan presiden dan mengerdilkan demokrasi yang sudah dengan susah payah dibangun di negeri ini.

Read 795 times