Tuesday, 31 March 2020 07:16

Pemerintah Diminta Perhatikan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia

Written by 
Rate this item
(0 votes)


Menjelang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri sudah menjadi budaya bangsa Indonesia untuk pulang kampung atau mudik. Namun, tahun 2020 ini situasinya berbeda. Bulan puasa dan hari raya didahului oleh pandemi virus corona, Covid-19. Di Indonesia, lebih dari seribu orang positif terjangkit Covid-19. Lebih dari seratus orang meninggal karena penyakit itu. Beberapa Kepala Daerah telah menghimbau warganya yang merantau di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya untuk tidak mudik tahun ini. Himbauan itu dikeluarkan demi mencegah penularan Covid-19 di kampung. Bahkan, ada pemerintah daerah yang menutup akses ke daerahnya untuk para pemudik.

Namun, kenyataannya sudah banyak orang yang mudik lebih awal. Dalam rapat terbatas terkait Antisipasi Mudik Lebaran melalui siaran langsung akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (30/3), Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa selama 8 hari terakhir, tercatat 876 armada bus antarprovinsi yang membawa lebih kurang 14.000 penumpang dari wilayah Jakarta, Bogor Depok, Tangerang, dan Bekasi -Jabodetabek ke Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Ini belum dihitung yang menggunakan transportasi massal, misalnya kereta api dan kapal dan angkutan udara serta mobil pribadi. Menurut Presiden, arus mudik itu sudah berlangsung sejak penetapan tanggap darurat di Jakarta pada tanggal 20 Maret 2020.

Padahal fokus pemerintah saat ini adalah mencegah meluasnya Covid-19 dengan mengurangi atau membatasi pergerakan orang dari satu tempat ke tempat lain.

Imbauan tidak mudik telah diserukan oleh berbagai pihak, seperti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga Presiden dan Wakil. Kini, Presiden Joko Widodo meminta pemerintah daerah lebih tegas melarang warga mudik ke kampung demi keselamatan bersama.

Namun, Presiden juga menilai bahwa banyaknya warga yang mudik saat ini bukan lagi faktor budaya melainkan karena terpaksa. Umumnya, warga yang mudik dari wilayah Jabodetabek dikarenakan penghasilan menurun drastis imbas wabah Covid-19. Himbauan tinggal di rumah menurunkan penghasilan para perantau yang rata-rata adalah pedagang kecil. Masyarakat kecil menghadapi dilema. Tetap ditempat mereka mencari nafkah, tanpa bisa berbuat apa-apa, atau pulang kampung dengan resiko kemungkinan menularkan virus corona di kampung.

Pemerintah tak punya waktu banyak untuk menolong mereka. Harus ada bantuan cepat agar mereka tidak mudik namun terjamin hidupnya di perantauan. Bagi yang lebih mampu diharapkan kesadarannya untuk tidak nekat pulang kampung.

Tidak mudik adalah untuk saling melindungi. Orangtua, kakek dan nenek di kampung adalah orang yang rentan tertular virus corona. Jika sayang kepada mereka, mudik harus ditunda, hingga wabah Covid-19 berlalu. Sekarang yang dibutuhkan adalah kesadaran diri untuk melaksanakan ‘Stay Home’ atau ‘Physical Distancing’. Tentunya, sebagai umat beragama, berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa juga tak kalah pentingnya agar wabah Covid-19 segera berlalu.

Read 743 times