Thursday, 20 September 2018 08:57

BPPT Kembangkan Sistem Pemeringkatan Bahaya Kebakaran Gambut

Written by 
Rate this item
(0 votes)

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan sistem pemeringkatan bahaya kebakaran lahan gambut untuk mendukung pemantauan risiko kebakaran hutan dan lahan.

Kepala BPPT Unggul Priyanto sela seminar nasional Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Wilayah, di gedung BPPT,  Jakarta Selasa (18/9) mengatakan, Sistem Pemeringkatan Bahaya Kebakaran - SPBK saat ini sudah diterapkan di Indonesia. Namun system ini masih mengacu kepada sistem atau algoritma dari negara lain yang berada di daerah subtropis dan bertumpu pada data cuaca, sehingga tidak seluruh parameternya menjadi sesuai dengan wilayah Indonesia.

Dikatakannya, aplikasi ini dikerjakan bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) termasuk Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Unggul Priyanto menjelaskan, selain komponen cuaca, SPBK ini berkaitan dengan komponen aktivitas manusia, bahan bakaran antara lain berupa sebaran dan ketebalan gambut serta distribusi air gambut dan sumber air untuk mengatasi kekeringan gambut. Yang terakhir adalah komponen kerugian yang diderita dalam rupiah akibat kebakaran lahan gambut. Di sini diperlukan Akuntansi Sumberdaya Alam untuk memodelkan dan mendapatkan nilai kerugian sekaligus nilai potensi kerugian jika terjadi kebakaran pada penggunaan lahan tertentu, papar Unggul Priyanto.

Menurut Unggul, riset dan kajian lahan gambut sudah lama dilakukan BPPT. BPPT ingin berkontribusi membantu percepatan dalam pengelolaan lahan gambut yang bermanfaat secara ekonomi tapi tetap dengan tata kelola lingkungan yang baik serta mencegah terjadinya kebakaran.

Hasilnya telah diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pengelolaan lahan gambut, tata ruang wilayah, tata kelola pemanfaatan lahan gambut.

Unggul Priyanto menambahkan, selama ini sering terjadi kebakaran umumnya pada lahan gambut. Karena itu BPPT bekerja sama dengan berbagai instansi seperti KLHK dan swasta berusaha memonitor agar gambut selalu basah supaya tidak gampang terbakar. Unggul mengatakan penerapan sistem itu mencakup pemasangan alat-alat monitor di daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.

Sementara itu Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Wilayah BPPT Yudi Anantasena mengatakan, diharapkan mulai akhir tahun ini sudah didapatkan parameter dan di akhir 2019 dilengkapi data serta sistemnya di serahkan ke Badan Meteorologi Klimanologi dan Geofisika BMKG. Ia menjelaskan sistem tersebut dibuat untuk memantau daerah-daerah yang rawan mengalami kebakaran gambut dan memastikan keberadaan titik api mengingat selama ini petugas pemadam kebakaran masih menggunakan titik panas, yang belum tentu merupakan titik api, sebagai panduan. Untuk itu, pihaknya ingin memastikan titik api dari beberapa parameter. Yudi Anantasena menambahkan, sistem pemeringkatan bahaya kebakaran lahan gambut, akan diprioritaskan di wilayah rawan kebakaran gambut di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.

Read 838 times