komentar

komentar (883)

21
October

VOI KOMENTAR Perdana Menteri Jepang yang baru dilantik, Yoshihide Suga,  memulai langkah diplomatiknya dengan melakukan kunjungan kenegaraan. Yaitu lawatan seorang pemimpin negara atau pemimpin pemerintahan untuk pertama kalinya setelah ia mulai resmi menjabat. Dengan melakukan kunjungan kenegaraan seorang Presiden atau Perdana Menteri yang baru, dapat memulai upaya peningkatan hubungan hubungan dan kerjasama melalui saling tukar informasi mengenai kebijakan pemerintahan serta menjalin saling pengertian.  Parlemen Jepang secara resmi pada 16 September 2020, memilih dan menetapkan Yoshihide Suga, Presiden Partai Demokrat Liberal,  menjadi Perdana Menteri menggantikan Shinzo Abe yang mengundurkan diri karena sakit.   Tidak sampai satu bulan sejak dilantik, Yoshihide Suga segera melangkahkan kaki keluar negaranya untuk melakukan kunjungan kenegaraan. Dua negara yang menjadi tujuan pertamanya adalah Indonesia dan Vietnamn.  Kedua negara anggota ASEAN ini lebih diprioritaskan daripada negara negara besar yaitu China dan Amerika Serikat, atau tetangga terdekatnya yaitu Korea Selatan.

Yoshihide Suga memilih Vietnam sangat boleh jadi karena pertimbangan bahwa Vietnam sedang menjadi ketua ASEAN. Selain itu, negara di semenanjung Indo China ini merupakan salah satu dari sedikit negara di dunia,  yang dalam masa pandemic Covid 19 ini masih  tetap dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi. PM Suga bisa jadi melihat sisi ekonomi dalam kunjungannya ke  Vietnam.  Yaitu dari  perspektif kerjasama ekonomi dan investasi.

Sedangkan kunjungan ke Indonesia tentunya  juga atas dasar pertimbangan yang matang. Indonesia dan Jepang  selama ini telah menjalin hubungan yang sangat   erat. Pemerintahan Suga tentu akan berusaha menjaga hubungan ini dan bekerjasama baik di bidang ekonomi, politik, kebudayaan dan bidang bidang lainnya. Yang jelas, Indonesia dengan penduduk yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa ini merupakan  pasar bagi pelaku usaha Jepang.  

Selain itu, Jepang juga memandang penting stabilitas di Kawasan Laut Cina Selatan. Indonesia adalah negara yang terus berusaha menjaga posisinya dengan baik ketika beberapa negara di Asia Tenggara, bahkan China dan Amerika Serikat masuk dalam pusaran ketegangan akibat sengketa Kawasan Laut China Selatan. Sangat dapat dipahami jika Jepang melihat posisi strategis Indonesia dalam kaitan dengan eskalasi ketegangan di Laut Cina Selatan.

Yang pasti, Jepang tentu sangat berpekepentingan untuk menjaga hubungan baik dan kerjasamanya dengan Indonesia, bahkan upaya peningkatannya.

20
October

VOI KOMENTAR Hari ini, 20 Oktober 2020, tepat satu tahun Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Opini, kritik, pujian dan tanggapan dari berbagai kalangan terhadap apa yang dicapai dalam satu tahun muncul di berbagai media. Tentunya, penilaiannya pun beragam.

Dalam pidatonya, setelah upacara pelantikan presiden periode 2019 – 2024, pada 20 Oktober 2019, Joko Widodo menyampai lima prioritas pada pemerintahannya. Kelima prioritas tersebut adalah pembangunan sumber daya manusia unggul, kelanjutan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi dalam omnibus law, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi yang tidak hanya mengandalkan sumber daya alam. Tentu saja, kelima hal ini menjadi sorotan evaluasi.

Upaya untuk mencapai target lima prioritas ini memang terus dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin, walaupun dinilai banyak kalangan belum mencapai hasil yang diinginkan. Terlebih saat ini,  seperti negara-negara lain di seluruh dunia, Indonesia terus berjibaku melawan dan mengantisipasi pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Di tengah pandemi, pembangunan infrastruktur tetap dilanjutkan. Salah satunya yang sudah diresmikan penggunaanya adalah jalan tol Banda Aceh – Sigli di Aceh. Saat peresmian, Presiden Joko Widodo menekankan, pembangunan infrastruktur harus terus dilanjutkan untuk meningkatkan daya saing Indonesia. Yang tak kalah penting adalah sebagai strategi untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional. Prioritas lain yang sudah diwujudkan adalah penyederhanaan regulasi, dengan merevisi beberapa undang-undang  ke dalam satu omnibus law, yaitu Undang-undang Cipta Kerja. Meski sejak omnibus law ini disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat -DPR pada 5 Oktober 2020, hal tersebut menimbulkan protes dari beberapa kalangan.

Prioritas lain yaitu penyederhanaan birokrasi pun sudah dilakukan, meski belum selesai. Menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, penyederhanaan birokrasi di kementerian/lembaga baru tercapai sekitar 70%.

Pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk bangkitnya industri manufaktur di Indonesia. Di tengah beberapa wilayah menerapkan pembatasan sosial berskala besar, Purchasing Manager’s Index Indonesia pada bulan September memang turun menjadi 47,2. Tetapi angka itu masih lebih baik dibandingkan pada awal masa pandemi bulan Maret, yaitu 43,5.

Dalam situasi pandemi saat ini, mencapai hasil maksimal seperti yang ditargetkan memang menjadi sulit. Tetapi apresiasi atas langkah yang dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin tentu perlu disampaikan, terutama untuk menciptakan Indonesia sehat. Apresiasi tinggi  harus disampaikan kepada pemerintah Indonesia atas upaya mengadakan dan menciptakan vaksin Covid-19. Presiden dan para menterinya hingga Oktober telah berhasil mengamankan 213,1 juta vaksin Covid-19 dari para produsen vaksin dunia.

Mencapai hal yang lebih baik, tentunya  menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai itu, tentu harus didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Dukungan itu tidak bisa dengan langkah-langkah biasa, terutama dalam masa pandemi Covid-19. Seperti yang seringkali dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo,  diperlukan langkah luar biasa  untuk melangkah ke depan. Ajakan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada pada Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa September lalu untuk menciptakan dunia yang sehat dan dunia yang produktif harus menjadi prioritas, sekaligus jadi pengingat seluruh rakyat Indonesia. Indonesia sehat dan produktif dapat  tercapai  jika semua  bekerja sama. Tentu saja dengan komitmen dan konsisten yang kuat untuk selalu bekerjasama. 

19
October

VOI KOMENTAR Memasuki 10 bulan sejak kasus pertama virus corona diidentifikasi di Wuhan, Tiongkok, pandemi masih terus berlangsung. Kasus-kasus baru dilaporkan setiap harinya di berbagai negara di dunia. Melansir data dari laman Worldometers, Senin (19/10/2020), jumlah total kasus Covid-19 saat ini adalah lebih dari 40 juta kasus. Dari angka tersebut, telah terjadi 1,1 juta kasus kematian dan lebih dari 30 juta pasien telah dinyatakan sembuh.

Meningkatnya jumlah kasus COVID-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan tetapi juga sektor lainnya, terutama sektor ekonomi. Pandemi menyebabkan terhambatnya aktivitas perekonomian yang secara otomatis membuat banyak pelaku usaha terpaksa melakukan efisiensi untuk menekan kerugian. Akibatnya, tak sedikit  pekerja yang dirumahkan atau bahkan diberhentikan (PHK). Hal ini menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan.

Menurut Bank Dunia, seperti dilansir BBC, Kamis (8/10), akibat pandemi, kemiskinan ekstrem diprediksi akan meningkat pada tahun ini, yakni dialami  sekitar 115 juta orang. Kenaikan ini tercatat yang pertama kali terjadi sejak tahun 1998 atau dua dekade terakhir. Ketika itu, krisis keuangan negara-negara Asia  sempat mengguncang ekonomi global.

Bank Dunia juga mencatat pada 2021 nanti, jumlah orang miskin ekstrem bisa meningkat menjadi total 150 juta orang. Padahal sebelum pandemi melanda, angka kemiskinan ekstrem diperkirakan turun menjadi 7,9% pada 2020. Namun sekarang kemiskinan justru akan mempengaruhi antara 9,1% dan 9,4% dari populasi dunia di  tahun ini. Persentase itu muncul dalam Laporan Kemiskinan dan Kesejahteraan Bersama Bank Dunia.

Kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai hidup dengan kurang dari 1,90 dolar AS atau sekitar Rp 28 ribu sehari. Menurut Bank Dunia, di Indonesia, tingkat kemiskinan ekstrem diperkirakan akan menjadi 3% di 2020. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 26,42 juta pada Maret 2020. Dengan jumlah tersebut, tingkat kemiskinan di Indonesia adalah sebesar 9,78 persen dari total populasi nasional.

Guna menanggulangi kemiskinan di masa pandemi, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Di antaranya menyalurkan bantuan sosial (bansos) dan bantuan pangan nontunai (BPNT) kepada masyarakat serta mendanai Kartu Prakerja sebesar Rp 20 triliun. Melalui Kartu Prakerja masyarakat yang belum memiliki pekerjaan bisa mendapat pembinaan dan pelatihan. Pemerintah juga memberikan subsidi untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta penempatan dana pemerintah pada sektor perbankan sebagai bantuan untuk para pelaku usaha.

Semua usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia itu sejalan dengan tema Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia yang diperingati 17 Oktober 2020 yaitu “Bertindak bersama untuk mencapai keadilan sosial dan lingkungan untuk semua”.

Semoga  upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dapat menekan angka kemiskinan walau tidak mungkin dihapuskan.  Paling tidak tingkat kemiskinan tahun 2021 bisa bertahan pada angka seperti yang diperkirakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yaitu sebesar 9,2 hingga 9,7 persen.

16
October

VOI KOMENTAR Dalam suasana pandemi covid 19 yang masih terus berusaha ditangani di Thailand, polisi anti huru-hara Thailand mengosongkan bagian luar kantor perdana menteri dari ratusan ribu pemrotes pada Kamis (15 Oktober) dini hari. Dekrit darurat pun dikeluarkan untuk mengatasi protes yang meningkat dengan  melarang kerumunan besar dan penerbitan berita-berita yang  dianggap peka.

Serangkaian demonstrasi selama tiga bulan terakhir membawa ratusan ribu orang turun ke  jalan-jalan kota Bangkok, Thailand. Mereka menuntut lengsernya Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, bekas pemimpin rezim militer, dan adanya konstitusi baru. Para pengunjuk rasa mematahkan tabu selama ini yang melarang menyentuh keluarga kerajaan,  dengan menyerukan reformasi terhadap monarki Raja Maha Vajiralongkorn. Mereka bahkan berani  menghalang-halangi iring-iringan keluarga kerajaan, tindakan yang oleh pemerintah dijadikan alasan menetapkan Langkah daruratnya.

Segera setelah dekrit darurat berlaku efektif pada pukul 04.00 waktu setempat, polisi anti kerusuhan mendatangi para pemrotes yang berkemah di luar Gedung Pemerintah. Namun banyak di antara ribuan pemrotes yang berunjuk rasa di sana sudah pergi pada Rabu (14/10) malam.

Masa pandemic covid19 ini memang saat -saat yang berat bagi hampir semua pemerintahan di banyak negara. Menjaga stabilitas ekonomi merupakan kesulitan terbesar  yang harus dihadapi. Yang menarik, di Thailand,  entah efek pasca lockdown atau lainnya, masyarakat justru mulai  mempertanyakan kekuasaan monarki Thailand yang pantang  tersentuh. Ini adalah pertama kali Raja Thailand dirundung protes. Sesuatu yang selama ini termasuk tabu bahkan  melanggar hukum.

Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dikenal sebagai salah satu raja terkaya di dunia dengan  aset  keluarga kerajaan yang secara konservatif bernilai US$ 70 miliar. Sekarang hal ini menjadi fokus gerakan pro-demokrasi yang menuntut transparansi yang lebih besar ke dalam keuangan monarki dan batasan pada wewenangnya  yang amat  luas. Inilah yang  menjadi dasar gerakan demo ditengah pandemi yang kemudian coba  diselesaikan dengan dekrit.

Mungkin Dekrit yang dikeluarkan Pemerintah Thailand ini bisa menahan laju aksi demo. Namun pandemi covid 19 ini masih sulit diprediksi kapan akan selesai. Sama sulitnya menduga apakah Thailand tidak akan terus diguncang  aksi demo  susulan .

13
October

VOI KOMENTAR Hari ini, 13 Oktober, dunia memperingati Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional. Pada 2009, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 13 Oktober sebagai hari peringatan tersebut untuk mendorong masyarakat dan pemerintah untuk ambil bagian dalam membangun masyarakat yang tahan terhadap bencana alam.

Indonesia merupakan salah satu negara yang berada dalam Ring of Fire atau Cincin Api, yaitu wilayah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Maka, Indonesia sering mengalami bencana alam terkait gempa bumi dan gunung meletus, termasuk bencana hidrometeorologi atau bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan badai angin.

Indonesia memperingati Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional dengan menetapkan bulan Oktober setiap tahun sebagai Bulan Pengurangan Risiko Bencana. Bangsa Indonesia diingatkan kembali untuk selalu waspada terhadap bencana alam. Pengalaman menunjukkan, bencana alam tidak selalu terjadi karena fenomena alam, melainkan pula karena rusaknya ekosistem akibat eksploitasi alam secara terus menerus dan luas, serta pemanasan global dan perubahan iklim.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana -BNPB mencatat terjadi 2.131 bencana dari Januari hingga September 2020 di seluruh Indonesia. BNPB mencatat 99% bencana yang terjadi merupakan bencana hidrometeorologi. Selain itu, ada kebakaran hutan dan lahan. Bencana itu bukan hanya memakan korban jiwa, luka-luka dan harta benda, tetapi juga menyebabkan lebih dari 4 juta jiwa mengungsi.

Jumlah besar tersebut seharusnya mengingatkan warga bahwa Indonesia sejak dahulu, sekarang dan akan datang selalu akan mengalami bencana. Bahkan tiap tahun, tren angkanya selalu meningkat. Besar atau kecilnya dampak bencana tergantung ketangguhan rakyat Indonesia dalam menghadapi bencana. Ketangguhan dapat dicapai jika semua pihak bekerja sama, tanpa saling menyalahkan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan semua lapisan masyarakat harus bahu membahu dalam memitigasi dan menanggulangi risiko bencana. Sebab, fenomena alam dan bencana yang menyertainya tidak mengenal batas wilayah. Peringatan Pengurangan Risiko Bencana seharusnya mengingatkan semua orang akan kebutuhan ini.Sekian Komentar!

08
October

VOI KOMENTAR Rancangan Undang-Undang  Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-Undang pada Senin (5/10) sore, setelah melalui 7 bulan lebih pembahasan RUU antara DPR dengan Pemerintah. Undang-Undang Cipta Kerja yang juga sering disebut Omnibus Law akan memberikan perubahan signifikan terhadap sektor penyiaran dan telekomunikasi, termasuk migrasi siaran televisi dari analog ke digital.

Migrasi televisi analog ke digital  sebenarnya sudah dicanangkan sejak 2009. Tetapi tidak kunjung terwujud karena tidak adanya payung hukum yang mengatur pelaksanaannya. Akibatnya, Indonesia jauh tertinggal dalam proses digitalisasi televisi sistem terestrial. Beberapa Negara Eropa sejak World Radiocommunication Conferences  di tahun 2007 sudah selesai dengan  proses digitalisasi televisi lebih dari satu dekade lalu. Sedangkan, negara-negara di Asia seperti Jepang telah menyelesaikan proses digitalisasinya di tahun 2011 dan  Korea Selatan di tahun 2012. Thailand dan Vietnam pun sudah memulai penyelesaian digitalisasi televisi yang dikenal sebagai Analog Switch-Off atau ASO  secara bertahap di tahun 2020 ini. Malaysia dan Singapura sudah selesai dengan ASO secara nasional di tahun 2019.

Percepatan digitalisasi televisi merupakan agenda besar pembangunan Indonesia yang harus segera diwujudkan. Ada beberapa alasan mengapa percepatan digitalisasi televisi penting untuk dilakukan segera.  Pertama, dari sisi kepentingan publik, proses digitalisasi televisi harus segera dilakukan untuk menghasilkan kualitas penyiaran yang lebih efisien dan optimal.  Selama ini, masyarakat  merasa tertinggal akibat kualitas penayangan yang tidak sesuai dengan perangkat teknologi mutakhir. Merujuk pada data dari Nielsen, 69% masyarakat Indonesia masih menonton televisi lewat sistem terestrial (free-to-air) dengan teknologi analog. Ini adalah sebuah ironi, di mana masyarakat sudah memiliki  perangkat televisi pintar (Smart TV ) namun belum dapat memanfaatkan siaran digital. Kedua, dari sisi nilai tambah dalam penataan frekuensi, dengan percepatan digitalisasi, frekuensi dapat ditata ulang dan dimanfaatkan untuk penyediaan layanan lain, terutama untuk layanan publik dan layanan internet cepat. Beberapa negara telah memanfaatkan hasil efisiensi spektrum frekuensi yang dihasilkan dari digitalisasi penyiaran televisi untuk meningkatkan akses internet kecepatan tinggi.

Diharapkan, para pengusaha dan investor di sektor industri penyiaran perlu segera membangun sinergi untuk mendukung suksesnya migrasi penyiaran televisi analog ke digital.

06
October

VOI KOMENTAR Indonesia bersama UN Habitat menyelenggarakan peringatan Hari Habitat Sedunia 2020. Surabaya menjadi tuan rumah Peringatan Puncak Hari Habitat Dunia Internasional Tahun 2020 (The Global Observance of World Habitat Day 2020) pada 5 dan 6 Oktober 2020. Tema yang diangkat pada peringatan tahun ini adalah “Housing for All: A Better Urban FuturePerumahan untuk Semua: Masa Depan Perkotaan yang Lebih Baik.

Tema ini dinilai sangat tepat oleh Presiden Joko Widodo. Dalam sambutannya yang disampaikan secara virtual, pada Senin (5/10), dia mengatakan, rumah adalah kebutuhan dasar semua orang. Rumah memperkuat keluarga sebagai pilar utama kekuatan bangsa. Rumah juga menjadi benteng pertahanan melawan berbagai risiko kesehatan, termasuk pandemi Covid-19.  

Fakta telah menunjukkan, pada saat pandemi Covid-19, rumahlah yang menjadi benteng untuk memutus penyebaran virus corona baru itu. Himbauan untuk tinggal di rumah, sekolah dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah dari rumah, telah diserukan di hampir semua negara yang terpapar,  sejak Organisasi Kesehatan Dunia –WHO menyatakan Covid-19 sebagai pandemi.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah semua keluarga memiliki rumah yang bisa menjadi benteng keluarganya?

Perumahan memang menjadi masalah yang dihadapi banyak negara. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Gutteres dalam pernyataannya tentang Hari Habitat Sedunia 2020 menyebut, saat ini, satu  miliar orang tinggal di pemukiman yang padat dengan perumahan yang tidak memadai. Untuk memenuhi permintaan global, lebih dari 96.000 unit rumah harus diselesaikan setiap hari - dan mereka harus menjadi bagian dari transisi hijau.

Masalah perumahan juga menjadi perhatian khusus pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sejak tahun 2015,  Indonesia telah mencanangkan pembangunan satu juta unit rumah setiap tahunnya. Data menunjukkan pada tahun 2018 dan 2019, target itu sudah terlampaui. Pada tahun 2019, lebih dari 1,2 juta unit rumah selesai dibangun. Hanya saja, untuk tahun ini capaiannya tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat hingga triwulan ke-3 bulan Agustus 2020 ini, terdapat 264.457 unit rumah yang telah dibangun. Pandemi Covid-19 berdampak sangat signifikan terhadap pelaksanaan Program Sejuta Rumah. Tetapi Indonesia optimistis, target sejuta rumah tahun ini bisa dicapai.

Perlu kerja keras untuk mewujudkan pembangunan sejuta rumah setiap tahun,  khususnya untuk warganya  yang berpenghasilan rendah. Kesadaran semua pihak bahwa menyediakan perumahan yang layak huni menjadi tanggung jawab bersama menjadi pendukung pelaksanaan pembangunan sejuta rumah. Keterlibatan penuh pemerintah, lembaga keuangan, swasta, dan masyarakat  dalam program Sejuta Rumah bisa mempercepat pencapaian target pemerintah Indonesia untuk pemenuhan hak setiap warganya atas perumahan. Sehingga setiap keluarga di Indonesia dapat memiliki rumah layak huni yang bisa menjadi benteng  pertahanan bagi setiap penghuninya. Ke depan, rumah yang dibangun bukan hanya berfungsi sebagai hunian, tetapi menjadi tempat penghidupan. Covid-19 telah memberikan pelajaran. Program Sejuta Rumah setiap tahun, bukti tanggung jawab pemerintah Indonesia bahwa tak seorang pun tertinggal.

05
October

VOI KOMENTAR Setiap tanggal 5 Oktober diperingati sebagai hari ulang tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sejak didirikan pada 5 Oktober 1945, TNI telah mengalami banyak perkembangan dan penyempurnaan organisasi dalam melaksanakan perannya menjaga kemananan dan pertahanan negara.  

Sebelum Indonesia merdeka, telah ada lembaga militer yang dibentuk oleh pemerintah penjajahan  Hindia Belanda, berisikan prajurit dari pribumi. Lembaga tersebut dikenal sebagai  Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) atau tentara kerajaan Hindia-Belanda. Kemudian setelah Belanda kalah dari Jepang pada perang dunia II,   ada juga tentara PETA (Pembela Tanah Air) yang dibentuk pemerintahan Jepang untuk melawan sekutu pada waktu itu. Semua itu menjadi cikal bakal terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan berbagai nama pada masa perang kemerdekaan hingga kini.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak hanya bertugas menjaga keamanan dan ketertiban  masyarakat dan negara Indonesia. Di  masa Pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, TNI juga ikut mendukung upaya pemerintah dalam penanganan Covid-19.  

Peran TNI dalam menghadapi pandemi COVID-19 ditegaskan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo, Minggu (4/10). Ia mengatakan peringatan Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga menjadi momentum untuk menunjukkan peran militer dalam memutus mata rantai penularan Covid-19. Menurut Bambang Soesatyo, TNI sebagai salah satu unsur kekuatan bangsa wajib tampil dan mengambil bagian dalam proses penyelesaian masalah ini.  

Ternyata TNI sudah terlibat jauh sebelum Covid-19 diputuskan jadi pandemi. Di antaranya adalah melakukan penjemputan Warga Negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, Tiongkok, dan menyiapkan karantina di Pulau Galang. Saat Presiden Joko Widodo menyatakan COVID-19 sebagai pandemi, TNI juga membantu membentuk gugus tugas yang diisi juga oleh Pemerintah Daerah (Pemda), Kementerian, dan berbagai pemangku kepentingan  lainnya. Di masa pandemi, TNI hadir bersama lembaga lain dalam mengedukasi masyarakat  untuk mencegah penularan virus COVID-19. 

 Tentu saja TNI tidak sendirian dalam menjalankan perannya dalam menghadapi pandemi COVID-19. Diperlukan sinergi dan kerjasama yang kuat antara lembaga pemerintah dan masyarakat sehingga penyebaran virus COVID-19 dan angka kasus positif COVID-19 di Indonesia dapat dikurangi.

  

01
October

VOI KOMENTAR Setiap tanggal 1 Oktober, bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan hari 1 Oktober masih terus digaungkan walau masih terdapat sejumlah pertanyaan dan polemik seputar awal muasal kenapa tanggal tersebut disebut juga hari Kesaktian Pancasila. Terkait Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober, bangsa Indonesia tidak lepas dari apa yang terjadi sehari sebelumnya yaitu 30 September. Karena 30 September 1965 adalah kejadian bersejarah dan momentum bangsa Indonesia menatap ke depan, namun tidak lupa untuk melihat apa yang terjadi di dalam konflik dalam negeri yang dimulai sejak masa perang kemerdekaan pada September 1948 dan September 1965.

30 September bagi bangsa Indonesia tidak lepas dengan kata ‘Komunis’. Terkait hal tersebut, Anggota DPR sekaligus penulis buku-buku sejarah perjalanan bangsa Indonesia, Fadli Zon,  dalam sebuah diskusi di salah satu TV swasta nasional   mengatakan bahwa terdapat dua kali upaya Partai Komunis Indonesia -PKI melakukan kudeta pada 1948 dan 1965. Dalam masa tersebut, para petinggi TNI, Polisi, tokoh agama dan pemuka masyarakat serta para anggota organisasi keagamaan menjadi korban kekejaman para penganut faham komunis. Semua upaya itu tidak lain untuk menjadikan Indonesia berhaluan Komunis dalam bernegara menggantikan Pancasila.

Sementara itu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional  Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyatakan, baik negara maupun PKI dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam tindak kekerasan terkait Gerakan 30 September 1965 dan setelahnya harus saling memaafkan. Dia juga menegaskan bahwa rekonsiliasi adalah jalan terbaik untuk mengakhiri dan menyelesaikan persoalan kebangsaan terkait G-30 September.

Sejatinya, peristiwa pada tahun 1948 dan 1965 bagi para penganut paham komunis adalah sebuah gerakan untuk merubah Pancasila sebagai haluan dan dasar negara bangsa Indonesia.

Saat ini, isu PKI tidak lagi relevan untuk diangkat dalam dunia politik. Namun, perlu disadari bahwa paham komunis harus tetap diwaspadai bagi seluruh stakeholder bangsa Indonesia yang majemuk ini. Untuk itu, masyarakat Indonesia, khususnya kalangan milenial harus menjunjung tinggi dan menerapkan esensi yang terkandung dalam Pancasila yang telah dan akan terus menyatukan bangsa Indonesia. Tak kalah pentingnya, petinggi-petinggi negara dan tokoh-tokoh masyarakat harus menjadi panutan dalam menjalankan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Selamat Hari Kesaktian Pancasila, semoga bangsa Indonesia tetap bersatu!

30
September

VOI KOMENTAR Ketegangan antara Azerbaijan dan Armenia semakin meningkat. Negara yang mempunyaisejarah konflik sejak puluhan tahun lalu itu terlibat Kembali dalam bentrokan bersenjata. Pada hari Munggu 27 September 2020 kedua militer masing masing negara dilaporkan saling serang di daerah perbatasan yang sejak lama menjadi Kawasan yang kritis persengketaan. Pejabat milter masing masing negara saling menuduh dan menyelahkan terjadinya tembak menembak dengan artileri berat, yang dilaporkan tewasnya seorang anak dan seorang perempuan di dekat Nagorny Karabakh, Nagorny Karabakh adalah Kawasan di perbatasan Azerbaijan dan Armenia yang diperselisihkan oleh kedua negara selama bertahun tahun. Sejarah mencatat konflik yang disebabkan perembutan Nagorny Karabakh berakar pada peristiwa tahun 1921. Ketika itu Uni Soviet menggabungkan Nagorny Karabakh menjadi bagian dari Azerbaijan,padahal penduduknya mayoritas adalah Armenia.

Bubarnya Uni Soviet sebagai dampak Perestroika pada tahun 1991 menjadi peluang bagi etnis Armenia untuk memisahkan Nagorny Karabakh dari Azerbaijan. Separatis Armenia yang didukung pemerintah Armenia mengambil wilayah itu dan mendeklarasikannya sebagai wilayah tersendiri yang sampai sekarang tidak diakui PBB.

Kisruh akhir akhir ini yang mulai terjadi bulan Juli 2020 menimbulkan kekhawatiran kembali meletusnya perang yang dapat mengakibatkan tewasnya warga sipil dalam jumlah besar, Da;a, perang pasca bubarnua Uni Soviet sedikitnya 30 ribu dari kedua etnis tewas, ribuan pendduk di perbatasan pun mengungsi. Wilayah Kaukasus yang dikenal subur dan indah itu hancur. Darahpun membanjir di tanah Kaukasus yang indah dan subur.

Dengan mediasi yang dilakukan Amerika Serikat, Rusia dan Perancis Azerbaijan dan Armenia melakukan gencatan senjata. Walaupun demikian sengketa wilayah sekitar Nagorny Karabakah menjadi faktor rentannya terjadi konflik sebagaimana yang Meletus bulan Juli lalu.   Pada 2016, juga terjadi bentrokan hebat yang mengakibatkan tewasnya 110 orang. 

Sebagaimana konflik yang terjadi di beberapa Kawasan di dunia ini, seperti misalnya Korea Utara dan Korea Selatan, serta perang di Suriah, perseteruan antara Azerbaijan dan Armenia juga melibatkan pihak asing. Turki merupakan negara yang mendukung Azerbaijan yang merupakan negara kaya minyak. Secara kesejarahan Armenia memiliki dendam turun temurun kepada Turki. Selama perang dunia pertama tercatat sedikitnya 1 setengah juga orang Armenia tewas dalam ekspansi oleh Turki yang Ketika itu di bawah Kesultanan Ottoman. Armenia sejak lama mengandalkan Rusia sebagai pendukungnya termasuk dalam dukungan militer serta peralatan perangnya. Campur tangan Turki selain karena faktor sejarah juga didorong kepentingan politik yaitu ingin menguatkan pengaruhnya di Kawasan Kaukasus itu.

Masyarakat internasional  memberikan perhatian kepada kisruh turun temurun Azerbaijan dan Armania. Secara ekonomis kekhawatiran muncul karena tidak jauh dari wilayah konflik terdapat jaringan pipa pipa minyak yang memasok bahan bakar minyak untuk berbagai negara di dunia. 

Sejarah menunjukkan bahwa perang atau konflik bersenjata tidak dapat menyelesaikan perselisihan. Perundingan untuk mencari perdamaian adalah jalan terbaik. Namun dalam konflik Azerbaijan dan Armenia dendam dan kebencian yang tertanam sejak puluhan tahun dapat menjadi penghalang terciptanya perdamaian. Apakan lagi ketika kepentingan politik dan ekonomis sudah memainkan perannya.