pesona indonesia

pesona indonesia (564)

11
September

11 September diperingati sebagai hari Radio nasional, sekaligus merupakan peringatan hari ulang tahun Radio Republik Indonesia (RRI). Tahun ini RRI berulang tahun ke-73. Dalam rangka ulang tahun RRI, edisi pesona Indonesia kali ini mengajak anda lebih dekat lagi dengan Radio Kebanggan bangsa Indonesia dengan mengunjungi Museum Penyiaran RRI Solo di Jawa Tengah. Museum Penyiaran RRI sangatlah bersejarah. Pasalnya, melalui radio, sejarah pengumuman kemerdekaan tersiar ke seluruh wilayah Republik Indonesia pada tahun 1945 silam.

Museum Penyiaran diresmikan bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-68 Radio Republik Indonesia (RRI), 11 September 2013. Museum tersebut didirikan sebagai bentuk penghormatan kepada Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII, yang membentuk Solose Radio Vereniging (SRV) pada 1 April 1933. SRV adalah cikal bakal dari RRI Surakarta sekarang ini. Museum Penyiaran RRI Solo diresmikan oleh Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI, Rosalita Niken Widiastuti melalui video streaming dari Jakarta. Berdirinya Museum Penyiaran diharapkan dapat memelihara memori masyarakat tentang sejarah RRI di Surakarta dan penyiaran di Indonesia.

Museum Penyiaran berada di kompleks RRI Surakarta di Jalan Abdul Rachman Saleh Nomor 51. Letaknya tak jauh dari pusat kota Solo. Museum ini berada di lantai dua auditorium RRI Solo dengan menempati ruangan dengan panjang sekitar 14 meter dan lebar 4,8 meter. Museum ini buka dari Senin hingga Jumat.

Untuk masuk kedalam, anda tidak perlu membayar tiket masuk. Hanya saja, anda harus izin terlebih dahulu ke pihak RRI Solo.

Masuk ke dalam museum anda akan melihat patung tokoh pelopor radio nasional, Mangkunegara VII. Di dalam museum ini, tertata rapi koleksi radio kuno beserta perangkat pendukung penyiaran dari masa ke masa.

                                    

Ada banyak Benda bersejarah dipajang di museum, seperti radio receiver merek Phillip buatan Belanda tahun 1948, alat perekam yang menggunakan pita reel buatan Belanda pada 1948, pemutar piringan hitam buatan 1948 dari Inggris, alat ukur peralatan studio siaran buatan Jerman pada 1976, dan alat mengukur distorsi peralatan studio siaran buatan Inggris pada 1976. Koleksi lainnya yaitu piringan hitam, kaset siaran, alat pencampur suara atau mixer buatan Jerman pada 1980, dan pemancar radio buatan Indonesia pada 1970. Bahkan masih tersimpan di Museum ini, sebuah alat pembangkit listrik manual yang dulu digunakan untuk menghidupkan pemancar Radio Kambing. Radio Kambing kini diletakkan di Monumen Pers di Solo, sangat berperan besar terhadap penyiaran di masa perang gerilya tahun 1949 terutama saat Serangan Umum Empat Hari di Surakarta. Selain itu tersimpan pula, Kursi penyiar dari rotan dilengkapi poros besi ulir yang bisa berputar 360 derajat yang sudah ada sejak SRV berdiri.

10
September

jumpa lagi dalam Pesona Indonesia, Hari ini akan memperkenalkan Desa Wisata Organik Lombok Kulon di Jawa Timur. Jawa Timur memiliki banyak wisata alam yang sudah mendunia seperti Gunung Bromo, Pantai Pasir Putih, Kawah Ijen, dan yang lainnya. Namun, tidak hanya wisata yang sudah terkenal, provinsi ini juga miliki banyak potensi wisata yang sampai saat ini masih dikembangkan, seperti Desa Wisata Organik, Lombok Kulon. Desa Lombok Kulon ini berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.

sejak tahun 2009, desa Lombok Kulon mulai mengangkat konsep “Kampung Organik”, maksudnya hampir semua produk pertanian di desa ini ditanam secara organik. Selain itu, ada sekitar 40 kolam ikan untuk budidaya ikan Gurami, ikan Nila, dan ikan Patin. Tentu saja budidaya ikan ini juga menggunakan konsep organik.

Pada awalnya, konsep desa organik ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat desa. Mereka menerapkan pertanian organik di rumah masing-masing, dan menyediakan homestay untuk pengunjung yang ingin bermalam di desa ini.

ditahun 2013, produk beras desa ini mendapat sertifikasi organik dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (Lessos). Kemudian, desa ini ditetapkan sebagai Desa Wisata Organik, dan mulai mengembangkan berbagai aspek wisata seperti, pembinaan pemandu wisata, promosi desa wisata, dan lain-lain.

Jika berkunjung ke desa ini, Rumah Organik adalah salah satu tempat yang paling diminati oleh pengujung. Karena di Rumah Organik ini, pengunjung dapat mengetahui secara detail mengenai proses budidaya sayur organik serta dapat memetik dan berbelanja langsung hasil produk organiknya.

untuk pergi ke Desa Lombok Kulon ini, memakan waktu sekitar 30 menit dari Kota Bondowoso. Meskipun jalan menuju desa wisata ini cukup sempit, namun akses jalan ke tempat wisata ini sudah cukup nyaman untuk dilalui kendaraan. Berkunjung ke Desa Wisata Organik Lombok Kulon, pengunjung tidak hanya dapat menikmati kuliner dan pertanian organik saja.

Ada juga atraksi lain yang dapat dinikmati, yakni River Tubing atau kegiatan meluncur bebas di aliran sungai dengan menggunakan sebuah ban. Dengan River tubing, pengunjung dapat menikmati arus sungai Wonosroyo yang bersih dan dingin sepanjang dua kilometer. Disana, tersedia sekitar 25 ban untuk aktifitas river tubing ini.

06
September

Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Tradisi Keduk Beji. 28 Agustus kemarin, masyarakat Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur memadati Taman Wisata Tawun. Disana mereka menggelar tradisi atau upacara adat Keduk Beji. Tradisi ini merupakan tradisi budaya penduduk Desa Tawun sejak zaman dulu. Tradisi Keduk Beji adalah penyilepan dan penggantian kendi yang disimpan di pusat sumber air Beji. Pusat sumber tersebut ada di dalam gua. "Setiap tahunnya, kendi di dalam sumber air Beji diganti melalui upacara ini. Hal tersebut dilakukann agar sumber air Beji tetap bersih.

sumber air Beji di Taman Wisata Tawun merupakan sumber air yang sangat penting bagi warga sekitar. Air dari sumber itu digunakan untuk minum, pengairan sawah, dan sumber air di taman Tawun sendiri. Karenanya, kebersihan sumbernya harus terus dijaga. Terlebih saat musim kemarau, keberlangsungan air di sumber Beji sangatlah penting. Selain untuk melestarikan sumber air, upacara Keduk Beji juga merupakan ikon wisata budaya Pemerintah Kabupaten Ngawi. Banyak wisatawan yang datang ke Taman Wisata Tawun untuk menyaksikan ritual adat ini.

Upacara adat Keduk Beji digelar setiap Selasa Kliwon berdasarkan penghitungan tanggal Jawa Islam. Upacara ini dimulai dengan melakukan pengedukkan atau pembersihan kotoran di dalam sumber Beji. Seluruh laki-laki warga Desa Tawun, baik tua, muda, maupun anak-anak turun ke sumber air untuk mengambil sampah dan daun-daun yang mengotori kolam dalam setahun terakhir. Selama proses pembersihan, laki-laki yang berada di sumber air Beji menari dan melakukan tradisi saling pukul dengan ranting sambil diiringi tabuhan gendang.

Setelah melakukan tradisi saling pukul, upacara dilanjutkan dengan penyilepan dan penggantian kendi di dalam pusat sumber. Yang berhak menyelam dan mengganti kendi di sumber air adalah keturunan dari Eyang Ludro Joyo yakni tokoh sesepuh desa yang dulunya dipercaya jasadnya menghilang di sumber Beji saat bertapa. Upacara dilanjutkan dengan penyiraman air legen (air pohon lontar) ke dalam sumber Beji, dan penyeberangan sesaji dari arah timur ke barat sumber. Kemudian, upacara ditutup dengan selamatan dan makan bersama berkat dari Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang telah disediakan bagi warga. Selamatan dan makan bersama ini dilakukan dengan harapan warga mendapatkan berkah.

05
September

Edisi kali ini, akan memperkenalkan salah satu destinasi wisata dari Sulawesi Barat.

Pendengar, kekayaan alam di Indonesia memang tak perlu diragukan lagi keindahannya. Banyak tempat wisata di Indonesia yang keindahannya dianalogikan seperti potongan dari surga.  Sudah ada beberapa tempat wisata dengan analogi tersebut yang sudah terkenal hingga sayang untuk dilewatkan. Salah satunya adalah Karampuang Island atau Pulau Karampuang.

ada dua versi asal muasal pulau ini dinamakan Pulau Karampuang. Menurut versi pertama, pada zaman dahulu pulau ini merupakan tempat persembunyian para raja dari kejaran Belanda. Dinamakan Karampuang karena gabungan dari Kara yang berarti pulau, karang atau batu, dan Puang yang berarti ningrat, raja, bangsawan. Kara dan Puang merupakan bahasa lokal dari suku-suku yang ada di Sulawesi. Jadi, Karampuang menurut versi yang pertama berarti pulaunya para raja. Sedangkan menurut versi kedua, nama Karampuang berasal dari bahasa Mamuju. Artinya adalah bulan purnama. Menurut cerita, pulau ini semula bernama Pulau Liutang. Nama ini kemudian diubah oleh seorang tokoh di Mamuju menjadi Karampuang.

Pulau Karampuang berupa pulau kecil seluas 6 km persegi. Pulau ini dikelilingi oleh air laut jernih berwarna biru. Kejernihan air lautnya membuat biota laut dapat dilihat hanya dari permukaan saja. Spot terbaik untuk melihat keindahan bawah laut tersebut yaitu di dermaga kayu yang dibangun di garis pantai. Selain bisa membuat Anda dapat menikmati keindahan bawah laut, jembatan kayu sepanjang 500 meter ini juga bisa menjadi spot foto terbaik.Bagi wisatawan yang gemar menyelam, tentu kejernihan air laut Pulau Karampuang sayang untuk dilewatkan. Sebab dengan menyelam tentu lebih puas melihat keindahanpemandangan biota laut dari Pulau Karampuang.

selain menawarkan keindahan pantai dengan air yang jernih, Anda juga dapat menikmati beberapa tempat menarik untuk dikunjungi di pulu ini. Di pulau ini terdapat sebuah sumur unik yaitu sumur tiga rasa. Dinamakan demikian karena air sumur ini memiliki tiga rasa air yang berbeda, yaitu asin, payau dan tawar. Sumur tiga rasa juga sering disebut dengan nama sumur jodoh. Selain sumur jodoh, tempat lain yang bisa dikunjungi di pulau ini ialah Gua Lidah.

Pulau Karampuang terletak di Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Jarak dengan Makassar kurang lebih 295 km. Menuju ke pulau ini, berangkat dari Mamuju wisatawan dapat menyewa katinting atau perahu motor dengan biaya sewa yang terjangkau. Pemberangkatan menuju Pulau Karampuang dimulai dari dermaga Mamuju yang ada di tempat pelelangan ikan, Kasawi. Dari sana, membutuhkan waktu tempuh hanya sekitar 20 menit.

04
September

Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Tradisi Deko Ipung Le Sempe. Kolang merupakan salah satu suku yang berdiam di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kehidupan orang Kolang tidak terlepas dari bercocok tanam, antara lain ladang dan persawahan. Leluhur orang Kolang sangat menghormati dan menghargai alam semesta sebagai sumber kehidupan bagi kelangsungan hidup. Hingga saat ini Orang Kolang sangat ramah dengan lingkungan sekitarnya dan makhluk-makhluk lain, karenanya mereka punya berbagai tradisi untuk menghormati dan menghargai alam semesta. Salah satunya tradisi Deko Ipung Le Sampe yang masih dilestarikan oleh warga Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.Kata “Deko Ipung Le Sempe” jika diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia, yakni “deko” berarti tangkap, "ipung" berarti ipun, "le" berarti dengan. Sedangkan "sempe" berarti sebuah alat tradisional yang terbuat dari bambu helung yang dianyam secara vertikal, dimana bagian atasnya bulat besar membentuk sebuah lingkaran dan bagian bawahnya berbentuk bulat kerucut atau bulat runcing. Alat ini dipakai untuk menangkap hewan laut. Jadi “Deko Ipung Le Sempe" adalah cara menangkap binatang di sungai dengan peralatan bambu halus yang ramah lingkungan. Tradisi ini biasanya dilakukan saat musim kemarau dengan debit air sungai kecil antara Juni hingga Agustus. Warga dari kampung Ranggu, Tado, Suka dan warga yang tinggal tak jauh dari DAS ( Daerah Aliran Sungai) Wae Impor selalu ke sungai untuk menangkap berbagai binatang yang bisa dimakan.

Tradisi Deko Ipung Le Sempe dimulai saat warga pergi ke sungai dan memasang sempe di aliran sungai yang berarus deras. Kalau pergi menangkap secara perorangan maka sempe diletakkan di aliran arus deras pada pagi hari dan pada sorenya pergi untuk melihatnya. Apabila secara berkelompok maka semua orang masuk di kolam dan mengarahkan binatang itu ke aliran arus air yang deras. Semua binatang itu berlari mengikuti aliran arus deras tersebut dan masuk dalam alat penangkap tersebut. Satu dan dua orang menjaga di sekitarnya. Mereka biasanya seharian berada di Sungai Wae Impor untuk menangkap binatang yang bisa dimakan. Hal ini terus dilakukan dari satu kolam ke kolam lainnya sampai wadah yang digunakan penuh. Hasilnya di bagi secara merata bagi setiap anggota kelompok.

Sebagiannya juga bisa langsung dimasak atau dipanggang di pinggir kolam tersebut untuk menu makan siang. Ada hal-hal yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok saat Tradisi ini berlangsung, yakni dimana anggota kelompok dilarang membawa uang. Jika ada uang di saku celana maka uang itu harus disimpan di rumah sebab ada kepercayaan orang Kolang bahwa apabila membawa uang maka apa yang dicari tidak akan membuahkan hasil. Jika ada anggota kelompok yang sembunyi-sembunyi membawa uang di saku celana maka usaha untuk menangkap hewan di sungai yang bisa dimakan membutuhkan waktu lama dan kadang-kadang tidak membuahkan hasil.
“Deko Ipung Le Sempe” merupakan tradisi yang ramah lingkungan, karena tradisi ini menangkap binatang dengan peralatan-peralatan yang bersumber dari alam itu sendiri. Salah satu peralatan itu berasal dari bambu kecil yang dalam dialek Kolang disebut bambu helung. Bambu helung adalah bambu yang sangat halus dan lembut. Biasanya alat ini digunakan untuk alat tiup seruling atau suling. Jika tidak ada bambu helung ini maka warga biasanya mengambil bambu berukuran sedang yang masih muda, lalu dianyam. Bambu helung dianyam dari beberapa buah bambu kecil lalu disatukan.Selain itu Tradisi ini dianggap ramah lingkungan karena warga yang menangkap binatang melata hanya menangkap binatang yang berukuran besar seperti ikang, ipung, kuhe, dan tuna. Sementara telur, ikang, kuhe, tuna, dan ipung dengan ukuran sedang dan kecil tidak ditangkap dan apabila terjerat dalam wadah sempe maka warga wajib mengembalikan ke air sungai.



02
September

Indonesia memang terkenal dengan kesuburan tanahnya dan kekayaan alamnya. Dengan limpahan dan kekayaan yang didapat, sebagian masyarakat mensyukurinya dengan beragam upacara dan pesta adat. Salah satunya ada di wilayah Cirebon, Jawa Barat, tepatnya di desa Cibuntu. Desa yang terletak 30 Km dari pusat kota Cirebon ini, mempunyai sebuah tradisi untuk mengungkapkan rasa syukurnya, yaitu tradisi Sedekah Bumi.Acara sedekah bumi di Desa Cibuntu ini merupakan tradisi turun temurun dari leluhur masyarakat Desa Cibuntu. Acara hajat bumi di desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan ini sudah rutin digelar masyarakat ada sejak dahulu, kurang lebih pada tahun 1820.Sedekah bumi di desa Cibuntu ini digelar setahun sekali setiap menjelang musim tanam, yaitu pada saat menjelang musim hujan tiba, biasanya antara bulan September atau Oktober. Sedekah bumi menurut   masyarakat desa Cibuntu adalah bentuk syukur masyarakat Desa Cibuntu kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang telah diperoleh. Sedekah bumi ini juga merupakan permohonan kepada Tuhan agar tanaman pertanian khususnya padi pada musim-musim tanam berikutnya akan menjadi lebih subur , dan hasil panen jauh lebih baik.   Selain itu sedekah bumi di Desa Cibuntu juga merupakan pelestarian budaya bangsa dan jati diri bangsa. Meskipun prosesi sedekah bumi ini sederhana, tetapi selalu meriah dan menarik banyak pengunjung. Bahkan beberapa tahun terakhir, sejumlah pejabat pemerintah kabupaten dan jajarannya turut menyaksikan gelar acara tradisi di desa yang berada tepat di kaki gunung Ceremai ini. Sebelum melakukan tradisi turun temurun ini, warga desa Cibuntu diwajibkan membersihkan mata air yang terletak di atas desa terlebih dahulu. Pembersihan mata air ini memiliki arti, bahwa segala kehidupan yang ada di bumi berasal dari air, oleh karena itu mereka diwajibkan menjaga keasrian serta kebersihan mata air, supaya bisa melanjutkan kehidupan dengan lebih baik. Setelah membersihkan mata air, sebagian warga kampung menyembelih seekor kambing, yang nantinya akan dimasak, sebagai sajian dalam pesta adat ini. Sedangkan warga lainnya membuat piring dari anyaman daun kelapa yang disebut takir. Masyarakat memanfaatkan semua yang telah disediakan oleh alam. Selain itu hal yang tidak boleh dilupakan dalam acara tradisi sedekah bumi , adalah keberadaan delman yang akan membawa kepala desa menuju lokasi acara.

Setelah semua warga berkumpul, dan kemudian membentuk barisan, maka dimulailah arak-arakan. Ratusan warga desa , tua muda berjalan beriringan , mengikuti delman yang ditumpangi oleh kepala desa, sesuai lantunan irama khas kesenian yang disebut kencring.   Mereka semua mengenakan pakaian adat sunda, yang perempuan memakai kain dan kebaya , sedangkan kaum prianya mengenakan baju koko, yaitu kemeja pria muslim. Di dalam arak-arakan itu juga ada sekelompok penari yang terdiri dari kaum remaja putri . Segalanya memang sudah dipersiapkan secara matang dan dengan gotong royong sesama warga desa. Mereka membawa sendiri makanan yang telah disiapkan sebelumnya, seperti aneka jenis lauk pauk hasil olahan rumahnya, nasi dan juga buah-buahan hasil tanaman sendiri. Dan uniknya semua ditempatkan di piring-piring yang terbuat dari daun pisang, yang kemudian piring-piring daun pisang yang berisi beragam makanan tradisional ini dimasukkan ke dalam tetenong , yaitu tempat besar seperti keranjang yang   terbuat dari anyaman bambu . Sesampai di tempat acara mereka secara bergantian meletakkan tetenong, yaitu tempat semacam rantang yang terbuat dari anyaman bambu yang berisi macam-macam makanan tradisional tersebut . Acara Sedekah bumi dimulai dengan pembacaan doa dan kata sambutan dari beberapa petinggi Desa Cibuntu. Kemudian Bupati Kuningan bersama kepala desa menyiramkan “air kahuripan” atau air kehidupan pada benih padi yang akan dipakai untuk menanam pada masa mendatang. Di puncak acara, masyarakat atau bahkan pengunjung tanpa memandang status sosial dan ekonomi, diperbolehkan memilih dan mengambil makanan dan saling bertukar masakan . Ini dimaksudkan agar seluruh masyarakat dapat saling mencicipi hasil bumi yang telah didapat.Setelah prosesi acara sedekah bumi selesai, para warga kembali ke rumah masing-masing sambil membawa tetenong yang berisi makanan yang sudah dibagi rata dengan sesama warga lainnya.


30
August

Mendoan

Written by
Published in pesona indonesia

Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Mendoan. Dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI ke -73, 25 Agustus kemarin, Hotel Meotel Purwokerto bersama Pemerintah Kabupaten Banyumas dan Korem 071 / Wijayakusuma Banyumas menggelar acara menggoreng mendoan sebanyak 17.818 dalam waktu 73 menit dan makan mendoan masal. Kegiatan ini memecahkan rekor dunia terbaru menggoreng mendoan dan makan mendoan terbanyak. Sebanyak 45 tim dikerahkan untuk memasak 17.818 mendoan. Satu tim rata-rata menggoreng 400 mendoan. Dari acara ini, diharapkan bisa memperkenalkan mendoan sebagai makanan khas Banyumas kepada dunia agar sejajar dengan Rendang, Sate, Nasi Goreng, dan kuliner Indonesia lainnya yang telah populer .Kata mendoan berasal dari bahasa Banyumasan, yakni mendo yang berarti setengah matang atau lembek. Mendoan berarti memasak dengan minyak panas yang banyak dengan cepat sehingga masakan tidak matang benar. Bahan makanan yang paling sering dibuat mendoan adalah tempe dan tahu. Namun tempe lebih sering dibuat menjadi mendoan. Bahan utama dari mendoan adalah tempe atau tahu, tepung terigu, daun bawang dan bumbu-bumbu, seperti bawang putih, pala, ketumbar dan merica. Sebelum tempe digoreng, terlebih dahulu tempe dipotong tipis-tipis, kemudian menyiapkan adonannya, dimana tepung terigu dicampur air dan bumbu-bumbu. Kemudian tempe dimasukkan ke dalam adonan lalu digoreng. Menggoreng tempe tidak perlu lama. Jika adonan tepungnya mulai sedikit berubah warna, tempe mendoan bisa segera diangkat dan ditiriskan.Inilah keunikan mendoan, dimana tempe digoreng tidak sampai kering, melainkan masih basah dan lunak. Rasanya gurih dan renyah. Mendoan disajikan dalam keadaan panas disertai dengan cabe rawit atau sambal kecap. Mendoan dapat dijadikan sebagai lauk. Dimakan bersama nasi panas, akan terasa nikmat. Atau mendoan juga bisa dinikmati sebagai makanan ringan untuk menemani minum teh atau kopi saat pagi atau sore hari.

di wilayah Banyumas, tempe yang digunakan untuk mendoan adalah jenis tempe bungkus yang lebar tipis, satu atau dua lembar perbungkus. Tempe mendoan mudah dijumpai di warung-warung tradisional di wilayah eks karesidenan Banyumas dan Tegal. Untuk wilayah Banyumas, anda dapat membeli oleh-oleh mendoan tempe di daerah Sawangan, Purwokerto, yang merupakan pusat jajanan khas Purwokerto. Selain itu, rasanya yang enak membuat mendoan menyebar hingga ke luar daerah Banyumas. Tempe Mendoan dapat ditemui di kota-kota besar Jawa Tengah, bahkan hingga ke Jakarta. Harganya juga relatif murah, sebesar Rp. 2.500 hingga Rp. 5.000 per potong.

29
August

 

Edisi kali ini, akan memperkenalkan salah satu destinasi wisata dari Yogyakarta.

 Kabupaten Bantul, Yogyakarta terletak berdekatan dengan samudera Hindia. Jadi, tidak heran jika banyak pantai menawan di tempat ini. Selain karena deburan ombak dan pasirnya yang berwarna hitam, akses menuju lokasi wisata di Bantul yang mudah dijangkau membuat Bantul menjadi tempat wisata favorit wisatawan. Salah satu destinasi favorit di bantul adalah Pantai Pandansari.

 

 Pantai Pandansari berada di Desa Patehan, Gadingsari, Sanden, Bantul. Pantai ini berada di deretan pantai lain seperti Pantai Goa Cemara, Pantai Samas, Pantai Pandansimo, dan Pantai Kuwaru. Lokasi ini dapat ditempuh dari kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 30 km. Waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan tersebut sekitar 1,5 jam. Walau akses menuju ke lokasi wisata ini cukup mudah, angkutan umum yang dapat mencapai lokasi Pantai Pandansari masih belum tersedia. Jadi sebaiknya wisatawan membawa atau menyewa kendaraan.

 

 nama Pandansari berasal dari kondisi di sekitar pantai. Di pantai ini banyak pohon pandan yang tumbuh liar. Meski pantai ini kalah pamor dengan pantai-pantai di sekitarnya, kondisi dari pantai ini sendiri lebih bersih dan rapi jika dibandingkan dengan pantai-pantai di sekitarnya. Berkunjung ke Pantai Pandansari pada pagi hari, Anda akan menemukan warga sekitar memancing di tempat ini. Wisatawan pun diperbolehkan untuk ikut memancing, namun harus berhati-hati karena ombaknya besar dan ada karang yang cukup banyak.Pantai Pandansari menjadi satu-satunya pantai di Yogyakarta yang memiliki mercusuar. Mercusuar setinggi kurang lebih 40 meter ini memiliki anak tangga melingkar yang dapat dinaiki hingga ke puncaknya. Mercusuar tersebut bernama Mercusuar Kalajivamasti yang dibangun pada tahun 1996 dan baru digunakan pada tahun 1997 sebagai tanda atau rambu dan penerangan bagi kapal yang berlayar di malam hari. Untuk dapat masuk dalam mercusuar ini, biaya yang dikenakan hanya sebesar Rp 5.000 saja.

 

puas bermain di pantai dan mengintip pantai dari puncak mercusuar, wisatawan dapat beristirahat di dalam hutan cemara yang membentang membentengi Pantai Pandansari. Di tempat ini wisatawan juga dapat menikmati bekal ataupun berburu foto dengan latar yang indah.

Cemara yang memenuhi bibir pantai menciptakan suasana sejuk dan asri. Jika berkunjung saat musim hujan, pohon cemara akan memiliki daun yang lebat dan berwarna hijau. Sedangkan jika musim kemarau, seluruh daunnya akan rontok dan meninggalkan ranting-rantingnya yang berwarna kecoklatan. Berada di dalam hutan cemara ini serasa menikmati keindahan musik gugur khas Negara Jepang.

 

 

28
August

Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Ritual Kewur Uwi.

uwi adalah sejenis ubi-ubian yang bisa dimakan. Warnanya putih dan berserabut. Tanaman ini begitu populer di Nusa Tenggara Timur. Sebelum mengenal tanaman padi, warga petani di seluruh Manggarai Raya, Nusa Tenggara Timur sudah mengenal tanaman uwi sebagai makanan pokok. Sebagai makanan pokok, awalnya masyarakat setempat mengolah tanaman uwi yang tumbuh di hutan. Kini, warga petani sudah menanam tanaman Uwi yang tersebar di seluruh ladang di kampung-kampung di Manggarai Raya. Selain dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok, uwi juga dimanfaatkan sebagai bahan utama ritual Kewur uwi.


Ritual Kewur Uwi merupakan ritual tahunan yang diwariskan leluhur di seluruh warga kampung Paua, Mangarai Raya. Ritual Kewur Uwi atau tapa uwi merupakan tanda dimulainya panen padi ladang yang tersebar di lereng dan bukit di sekitar kampung. Padi di ladang tak bisa panen apabila belum dilaksanakan ritual Kewur Uwi. Seluruh petani di Kecamatan Elar Selatan taat terhadap ritual ini. Ritual Kewur Uwi dilaksanakan setiap April dalam kalender pertanian dari warga setempat. Ritual ini digelar secara massal di seluruh kampung di kecamatan Elar Selatan. Warga setempat menggelarnya satu hari saja dan digelar dari rumah ke rumah.

Saat Ritual Kewur Uwi, tanaman uwi dibakar untuk disajikan. Tidak hanya uwi saja yang disajikan, warga setempat juga menyajikan ghan rupang. Ghan Rupang merupakan makanan yang dibungkus dengan daun bambu muda.Rupang merupakan makanan tradisional dari berbagai suku di wilayah Kecamatan Elar Selatan. Rupang selalu dihidangkan saat dilangsungkan ritual kewur uwi. Sebelum uwi dan rupang dinikmati, tetua adat akan mendoakan makanan tersebut. Saat ritual kewur uwi berlangsung, perempuan dilarang makan, kecuali kaum laki-laki. Selain itu, warga dilarang menabuh gendang dan gong di rumah adat setempat. Menabuh gendang dan gong bisa dilaksanakan apabila ritual tersebut sudah selesai.

Selain tanda dimulainya panen padi, Ritual Kewur Uwi merupakan warisan leluhur warga Elar Selatan untuk menghormati alam semesta, nenek moyang maupun Sang Pencipta kehidupan yang memberikan makanan pokok bagi warga setempat sebelum mengenal nasi.Ritual-ritual di Manggarai Timur memang selalu berhubungan dengan alam, leluhur dan Sang Pencipta Kehidupan. Hingga kini ritual tersebut terus dilestarikan dan bahkan menjadi daya tarik wisata di Manggarai Raya.




28
August

Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Ritual Kewur Uwi.

uwi adalah sejenis ubi-ubian yang bisa dimakan. Warnanya putih dan berserabut. Tanaman ini begitu populer di Nusa Tenggara Timur. Sebelum mengenal tanaman padi, warga petani di seluruh Manggarai Raya, Nusa Tenggara Timur sudah mengenal tanaman uwi sebagai makanan pokok. Sebagai makanan pokok, awalnya masyarakat setempat mengolah tanaman uwi yang tumbuh di hutan. Kini, warga petani sudah menanam tanaman Uwi yang tersebar di seluruh ladang di kampung-kampung di Manggarai Raya. Selain dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok, uwi juga dimanfaatkan sebagai bahan utama ritual Kewur uwi.


Ritual Kewur Uwi merupakan ritual tahunan yang diwariskan leluhur di seluruh warga kampung Paua, Mangarai Raya. Ritual Kewur Uwi atau tapa uwi merupakan tanda dimulainya panen padi ladang yang tersebar di lereng dan bukit di sekitar kampung. Padi di ladang tak bisa panen apabila belum dilaksanakan ritual Kewur Uwi. Seluruh petani di Kecamatan Elar Selatan taat terhadap ritual ini. Ritual Kewur Uwi dilaksanakan setiap April dalam kalender pertanian dari warga setempat. Ritual ini digelar secara massal di seluruh kampung di kecamatan Elar Selatan. Warga setempat menggelarnya satu hari saja dan digelar dari rumah ke rumah.

Saat Ritual Kewur Uwi, tanaman uwi dibakar untuk disajikan. Tidak hanya uwi saja yang disajikan, warga setempat juga menyajikan ghan rupang. Ghan Rupang merupakan makanan yang dibungkus dengan daun bambu muda.Rupang merupakan makanan tradisional dari berbagai suku di wilayah Kecamatan Elar Selatan. Rupang selalu dihidangkan saat dilangsungkan ritual kewur uwi. Sebelum uwi dan rupang dinikmati, tetua adat akan mendoakan makanan tersebut. Saat ritual kewur uwi berlangsung, perempuan dilarang makan, kecuali kaum laki-laki. Selain itu, warga dilarang menabuh gendang dan gong di rumah adat setempat. Menabuh gendang dan gong bisa dilaksanakan apabila ritual tersebut sudah selesai.

Selain tanda dimulainya panen padi, Ritual Kewur Uwi merupakan warisan leluhur warga Elar Selatan untuk menghormati alam semesta, nenek moyang maupun Sang Pencipta kehidupan yang memberikan makanan pokok bagi warga setempat sebelum mengenal nasi.Ritual-ritual di Manggarai Timur memang selalu berhubungan dengan alam, leluhur dan Sang Pencipta Kehidupan. Hingga kini ritual tersebut terus dilestarikan dan bahkan menjadi daya tarik wisata di Manggarai Raya.