Komentar

Komentar (900)

03
February

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah virus corona novel berstatus gawat darurat dan menjadi perhatian dunia. Keputusan itu diambil dalam rapat yang digelar di Jenewa, Swiss pada minggu lalu.

WHO menyatakan yang dimaksud status gawat darurat yang menjadi perhatian dunia adalah kejadian luar biasa yang mengancam kesehatan masyarakat di banyak negara akibat penyebaran wabah secara global. Hal ini juga membutuhkan tanggap dan koordinasi dari seluruh dunia. Status yang sama pernah ditetapkan ketika merebaknya wabah Ebola, Zika, dan H1N1.

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, jumlah kasus yang terus meningkat, dan adanya bukti penularan dari orang ke orang di luar China sangat mengkhawatirkan.

Kekhawatiran itu mendorong beberapa negara termasuk Indonesia untuk menarik warganya dari kota Wuhan. Diketahui sebanyak 238 Warga Negara Indonesia telah dipulangkan dari Wuhan.

Tidak itu saja, ada banyak negara yang juga telah dan akan menghentikan atau menutup sementara penerbangan dari dan ke China. Pemerintah Indonesia sendiri  memutuskan untuk menutup penerbangan dari dan ke China mulai Rabu minggu ini (5/2/2020).

Kondisi ini tentu akan mempengaruhi perekonomian global termasuk Indonesia. Memang dampaknya secara langsung terhadap perekonomian Indonesia belum terasa karena belum ada pembatasan ekspor-impor. Namun demikian, penyebaran virus corona bisa berdampak pada kinerja perdagangan dalam negeri. Wabah ini menyebabkan permintaan China terhadap ekspor dari negara lain, termasuk Indonesia menjadi tidak berkembang sesuai proyeksi. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani,  pada periode tahun baru Imlek lalu seharusnya permintaan dari China terhadap produk consumer goods dari seluruh dunia meningkat. Namun, yang terjadi justru permintaan tak naik signifikan. Wabah virus corona diperkirakan akan sangat mempengaruhi sektor penerbangan, perhotelan,  dan pariwisata. Sektor yang diharapkan akan memberikan pemasukan besar pada pundi-pundi negara seperti yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo kepada para Duta Besar dalam Rapat Kerja Kepala Perwakilan dengan Menteri Luar Negeri bulan lalu

30
January

Kondisi geographis  yang terbentang luas sebagai negara kepulauan  sekaligus menjadi persilangan perlintasan udara dan laut  mengharuskan Indonesia memiliki pertahanan mumpuni untuk menjaga kedaulatannya. Untuk mengatasi hal tersebut, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto telah berkunjung ke 7 negara di Asia dan Eropa untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk menunjukan tekad perubahan dan perbaikan Alat Utama Sistem Persenjataan -Alutsista, Kementrian Pertahanan mengadakan pameran persenjataan di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (23/1/2020) dan dilanjutkan rapat koordinasi Pimpinan TNI  yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.

Namun, timbul pertanyaan yang mana lebih penting membangun  atau membeli alutsista dari pihak luar negeri?

Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Hanggar Kapal Selam Surabaya usai melihat kapal selam buatan Indonesia yang berkerjasama dengan Korea Selatan belum memutuskan pembelian senjata dari pihak asing. Namun, dia telah menginstruksikan untuk pembenahan ekosistem industri pertahanan secara menyeluruh. Dia juga menginginkan bahwa program pengembangan alutsista dapat memperkuat industri pertahanan Indonesia. Indonesia perlu mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang impor persenjataan.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, sebelumnya di depan parlemen,  mengatakan Indonesia adalah negara kaya akan sumber daya alam dan selalu menjadi incaran banyak bangsa lain. Untuk itu, penguatan dan modernisasi alutsista adalah keharusan. Dengan anggaran yang ada, pihak Kementrian Pertahanan akan menjalankan empat prinsip: tepat guna, efisien, ekonomis, dan aspek geopolitik dan geosentris.

Saat ini, penguatan industri strategis pertahanan Indonesia terus dikembangkan dan ditingkatkan seiring dengan alokasi dana sekitar Rp126 triliun untuk anggaran pertahanan dan keamanan. Tidak diragukan lagi, meningkatkan kemampuan pertahanan baik dari segi persenjataan maupun sumber daya manusia adalah salah satu hal penting dalam menjaga kedaulatan bangsa dan negara. Apalagi dengan insiden sempat terjadinya klaim sepihak dari suatu negara atas batas zona eklusif ekonomi Indonesia. Semakin meyakini bahwa Indonesia harus memiliki persenjataan canggih untuk menjaga kedaulatan wilayah.  Selain itu, pengalaman embargo senjata oleh pihak negara produsen telah memberikan pelajaran bagi Indonesia untuk dapat mandiri dalam industri strategis. Kerjasama alih teknologi merupakan langkah tepat untuk dapat menjadi bangsa mandiri dalam industri pertahanan strategis.

29
January

Ditengah hiruk pikuk rencana perdamaian baru yang digagas Presiden Donald Trump, yang konon akan  lebih menjanjikan perdamaian di Timur Tengah, Pemerintah Israel memberikan lampu hijau bagi warganya untuk bepergian ke wilayah kerajaan Arab Saudi. Namun pemberian izin tersebut hanya bagi warga muslim Israel untuk beribadah.

Selama ini, warga muslim Israel bepergian untuk umroh dan haji melalui jalur dokumen sementara  negara Yordania. Menurut Menteri Dalam Negeri Israel, Aryeh Deri, Minggu (26/1/2020), selain melakukan kegiatan ibadah para warga muslim Israel diperbolehkan juga melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk kegiatan bisnis. Tetapi    dengan ketentuan ada undangan resmi dari Instansi Arab Saudi. Otoritas Israel memberikan surat izin bagi warga muslimnya  selama kurang lebih 90 hari. Seperti diketahui, Israel dan Kerajaan Arab Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik sehingga terdapat kesulitan bagi warga Israel bepergian ke Arab Saudi.

Namun berita dari otoritas Israel tersebut dijawab oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi bahwa mereka masih belum memberikan izin masuk langsung kepada warga Israel. Seperti yang dikutip dari AFP, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan menegaskan untuk saat ini, kebijakan kerajaan masih   tetap belum mengizinkan warga Israel ke Arab Saudi karena tidak ada hubungan diplomatik.  Namun  tidak menampik, jika penyelesaian konflik Israel dan Palestina dapat terwujud dengan damai,  semua hal dapat dibicarakan dan dinegosiasikan dengan pemerintah Benyamin Netanyahu.

Memang Arab Saudi belum membuat perjanjian dengan Israel, namun dengan Mesir dan Yordania,  Tel Aviv  sudah membuat perjanjian damai. Tapi bukan berarti kedua belah pihak tidak melakukan hubungan. Kenyataannya, sudah beberapa tahun ini, sejak tampuk pemerintahan dipegang Oleh Raja Salman, perubahan drastis telah terjadi di Arab Saudi. Berbagai kelonggaran telah diberlakukan dalam penerapan syariah atau hukum Islam, termasuk dalam berbisnis. Tampaknya hal ini ada kaitannya dengan  melemahnya harga   minyak dunia yang  merupakan  sumber devisa utama bagi Arab Saudi. Selain itu, ditengarai  Arab Saudi dan Israel telah melakukan pertemuan bahkan  kerjasama secara sembunyi sembunyi. Pertemuan secara rahasia tersebut bukan hanya untuk masalah bisnis namun juga politik dan perdamaian. Apalagi saat ini, Israel dan Arab Saudi menghadapi musuh yang sama yaitu Iran.  Israel menemukan kesulitan menghadapi Iran,  baik terkait masalah Palestina dengan pasukan Hisbullahnya,  maupun kepentingan lainnya di dunia. Sedang Arab Saudi menghadapi rongrongan masalah Syiah di di dalam negeri. 

28
January

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meninjau Kapal Selam KRI Alugoro-405, di Surabaya, Senin (27/1). Kapal selam Alugoro merupakan yang  ketiga dari batch pertama kerja sama pembangunan kapal selam antara PT PAL Indonesia (Persero) dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) asal Korea Selatan. Keberhasilan pembangunan kapal selam Alugro mengukuhkan Indonesia sebagai  satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara saat ini, yang mampu membangun kapal selam. Indonesia menargetkan akan membangun sepuluh kapal selam hingga 2025.

Industri Pertahanan menjadi salah satu fokus pemerintahan Presiden JokoWidodo. Dalam rapat terbatas tentang Kebijakan Pengembangan Alat Utama Sistem Senjata, di Hanggar Produksi Kapal Selam PT PAL Surabaya, Senin, pengembangan industry pertahananan menjadi pembahasan. Presiden Joko Widodo ingin memastikan bahwa program pengembangan alutsista itu betul-betul dapat memperkuat industri pertahanan Indonesia. Presiden juga menjelaskan, bahwa belanja pertahanan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mencapai  127 triliun  rupiah dan diarahkan terutama ke industri pertahanan.  Dalam rapat terbatas itu, presiden juga menyampaikan harapannya agar  industri pertahanan tanah air bisa memenuhi pasar dalam negeri yang  menjadi prioritas utama.

Undang-Undang No 16 tahun 2012 Tentang  Industri Pertahanan mengamanatkan salah satunya,  mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. Saat ini, Indonesia memiliki puluhan Badan Usaha Milik Negara di bidang pertahanan, antara lain PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Dahana, PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki), PT LEN Industri, PT Pindad, dan PT INTI. Industri Pertahanan ini seharusnya dapat meyakinkan pengguna Industri pertahanan, yaitu Tentara Nasional Indonesia–TNI bahwa  produk yang dihasilkan dapat memenuhi kekuatan pokok minimum atau minimum essential force  TNI hingga 100%. Kepercayaan terhadap hasil produksi  Industri Pertahanan Dalam Negeri harus diperkuat. Misalnya, PT PINDAD  yang memiliki kapasitas produksi hingga 250 juta amunisi setiap tahun,   dapat memenuhi kebutuhan TNI.

Keberadaan Industri pertahanan Indonesia memang harus dimaksimalkan. Sehingga produk-produk yang dihasilkan bukan hanya dapat memenuhi kekuatan pokok minimum TNI, Polri dan Kementerian serta lembaga lain, tetapi juga bisa menghasilkan produk untuk mengatasi ancaman terhadap pertahanan dan keamanan. Seperti krisis perbatasan perairan, terorisme, penyelundupan narkoba, dan serangan siber. Pesan Presiden Joko Widodo dalam pengantar  rapat terbatas bisa menjadi dasarnya, yaitu Indonesia mampu mengembangkan alat utama sistem persenjataan yang menyerap dan mengadopsi pengembangan teknologi militer terkini yang serba digital. Mampu mengatasi lompatan teknologi militer dalam jangka waktu 20, 30, 50 tahun ke depan. Hingga  akhirnya, dapat mewujudkan industri pertahanan yang maju, kuat, mandiri dan berdaya saing.

27
January

Awal tahun 2020 masyarakat dunia dikejutkan dengan merebaknya virus Corona jenis baru atau dikenal dengan Novel coronavirus yang diduga kuat berasal dari Wuhan, Tiongkok.  Seperti diberitakan  CNET, saat ini sudah 56 orang tewas karena virus corona di negara itu.

Virus corona jenis baru ini pertama kali diidentifikasi pada 31 Desember di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Jumlah populasi masyarakat yang mencapai 11 juta dan lokasinya yang terhubung dengan berbagai wilayah diperkirakan membuat virus corona menyebar sampai ke kota lain, bahkan luar negeri.

Dengan karakteristik mirip SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome- Sindrom Pernapasan Akut Berat) dan juga memiliki risiko kematian, virus  ini bahkan diberitakan telah menyebar ke berbagai negara. Tercatat sampai Minggu (26/01), terdapat 13 negara yang mengonfirmasi adanya kasus tersebut, termasuk  negara tetangga Indonesia, yaitu Singapura dan Malaysia.

Bagaimana dengan di Indonesia? Apa tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencegah masuknya penyakit mematikan itu?

Sampai Minggu malam memang belum ada konfirmasi resmi dari pemerintah mengenai adanya kasus Warga Negara Indonesia,  di luar negeri khususnya  Tiongkok, maupun di dalam negeri, yang positif terpapar virus corona. Beberapa wilayah di Indonesia melaporkan adanya kasus suspect virus corona, seperti di Jambi dan Jakarta. Kebanyakan pasien yang dicurigai terinfeksi virus ini memiliki riwayat perjalanan dari Tiongkok. Namun sejauh ini belum ada yang dikonfirmasi positif terjangkit virus corona. Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencegah masuknya virus corona jenis baru ini. Misalnya memasang alat pendeteksi suhu badan (Thermal Scanner) di beberapa bandara di Indonesia. Selain itu, sebanyak 100 rumah sakit juga disiapkan Kementerian Kesehatan RI sebagai rujukan penyakit infeksi dengan   gejalanya atau  emerging. Pasien yang dicurigai terinfeksi virus ini dapat segera diperiksa dan diisolasi di rumah sakit rujukan tersebut.

Tindakan pemerintah untuk mencegah masuknya virus corona yang mematikan ke Indonesia patut diapresiasi. Namun, selain upaya pencegahan di dalam negeri, hal lain yang harus diperhatikan adalah nasib Warga Negara Indonesia di Tiongkok. Seperti mahasiswa Indonesia yang sedang melanjutkan pendidikan di beberapa universitas di Wuhan, kota yang menjadi sumber mulanya virus corona berasal.  Mereka terperangkap di Wuhan, dan tidak dapat keluar  karena kota itu kini tengah diisolasi.   Untuk itu pemerintah Indonesia wajib   mengambil tindakan yang perlu untuk memastikan keselamatan warganya di manapun mereka berada.

Dan  yang tak kalah pentingnya, masyarakat juga perlu mendapat informasi yang cukup tentang apa itu virus corona, apa gejalanya, dan bagaimana pencegahannya.

Semoga upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dapat mencegah Indonesia menjadi negara yang terkonfirmasi memiliki pasien yang terinfeksi virus corona yang mematikan ini.

24
January

Singapura mengonfirmasi pada Kamis sudah mendapati kasus virus corona yang sejauh ini sudah menewaskan 17 orang di Tiongkok. Kementerian Kesehatan Singapura menyebut satu orang pria berusia 66 tahun dari Wuhan yang masuk ke Singapura pada 20 Januari 2020, terjangkit virus corona. Wuhan, ibukota provinsi Hubei, Tiongkok, dipercaya sebagai sumber utama penyebaran virus corona yang mempunyai nama teknis ‘2019-nCoV’. Singapura merupakan negara terakhir yang menyatakan kasus wabah setelah Tiongkok, Amerika Serikat, Taiwan, Thailand, Jepang, Korea Selatan, dan Makau. Selain pasien pria, Singapura juga menyatakan ada wanita 53 tahun asal Wuhan yang terdeteksi pemeriksaan awal positif virus corona. Wanita ini sekarang juga berada di area isolasi untuk mencegah penyebaran. Singapura memperkirakan bakal ada lagi kasus virus corona mengingat negara ini banyak kedatangan penumpang internasional. Bandara Changi di Singapura menerima lalu lintas 430 penerbangan dari Tiongkok setiap pekan. Bandara Changi sebenarnya sudah melakukan pengawasan pada penerbangan dari Wulan sejak awal tahun, namun pada Rabu (22/1) semua penerbangan dari Tiongkok diperketat. Tiongkok menahan sekitar  20 juta orang di pusat sebaran virus di Wuhan pada hari Kamis (23/1). Namun, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan sebaran virus ini  belum resmi menjadi persoalan darurat kesehatan.

Singapura sebagai negara yang baru saja mengumumkan bahwa ada warganya yang terkena sebaran virus Corona, berupaya melakukan antisipasi sebaran secara berlapis, terutama di bandara.

Apa yang menjadi keprihatinan kita bersama tentunya adalah bahwa langkah pencegahan harus segera diambil oleh masyareakat Internasional mengenai sebaran virus ini ketika virus Corona itu sudah semakin menyebar secara global. Sudah sepatutnya ada langkah dan komitmen bersama untuk mencegah sebaran virus Corona ini.

23
January

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  didirikan pada tahun 2011 melalui Undang-Undang No. 21/2011. OJK sebagai lembaga keuangan independen hadir  untuk menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Dengan terbentuknya OJK, maka secara otomatis pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank  beralih ke OJK. 

Kehadiran OJK diharapkan oleh masyarakat Indonesia untuk mampu mengawasi sektor keuangan dan perbankan di Indonesia. Sayangnya, harapan ini akhir-akhir ini sedkiti ternoda setelah muncul masalah gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.

Sebagai akibat masalah tersebut, muncul  wacana apakah OJK masih dibutuhkan untuk mengawasi berbagai lembaga keuangan. Wacana pembubaran OJK muncul dari parlemen. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad  mengakui ada wacana OJK dibubarkan. Tugas dan wewenang OJK dikembalikan ke Bank Indonesia (BI). OJK yang berwenang untuk mengawasi perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non-bank seperti perusahaan asuransi dinilai gagal menjalankan tugas pengawasannya. Hal ini  terbukti dimana PT Asuransi Jiwasraya gagal bayar terhadap nasabahnya. Timbul pertanyaan apakah OJK perlu dibubarkan (?)

Negara-negara lain juga memiliki lembaga pengawasan seperti OJK. Beberapa lembaga pengawasan keuangan yang sukses beroperasi hingga sekarang adalah misalkan BaFin di Jerman dan  Japan Financial Services Agency (JFSA) di Jepang. Namun, ada pula yang dibubarkan setelah gagal menjalankan tugas pengawasannya. Contohnya, Financial Services Authority (FSA) di Inggris.

Melihat pengalaman negara lain seperi Inggris, maka wacana pembubaran OJK bukan tidak mungkin menjadi kenyataan.  Walaupun ada kemungkingkinan dibubarkan,tetapi diharapkan OJK tidak dibubarkan.

Ada dua alasan utama mengapa OJK diharapkan tidak bubar. Alasan pertama adalah bahwa OJK  baru memasuki usia sekitar delapan tahun. Selama delapan  tahun OJK berdiri bukan tanpa pencapaian. Selama itu, pengaturan dan pengawasan yang dilakukan OJK di perbankan cukup memadai. Terdapat kelemahan di industri keuangan non-bank, seperti diakui oleh Ketua Dewan Komisioner OJK,  Wimboh Santoso, saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (22/1/2020). OJK sudah mengakui bahwa pihaknya sedang melakukan reformasi di industri keuangan non-bank. Reformasi di industri keuangan non-bank sudah dilakukan oleh OJK sejak 2018. Sekarang, dengan adanya masalah gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya, maka  upaya reformasi di industri keuangan non-bank perlu dipacu. Alasan kedua adalah perkembangan industri keuangan di Indonesia sangat pesat dan kompleks. Dengan demikian, kehadiran sebuah lembaga seperti OJK sangat diperlukan pada pesatnya perkembangan industri keuangan.

Untuk itu, pihak OJK harus menjalankan tugas dan fungsi utamanya untuk mengawasi berbagai lembaga keuangan secara independen dan objektif agar ke depan, tidak ada lagi istilah gagal bayar atau lembaga keuangan fiktif di negeri tercinta ini, Indonesia!

22
January

Wabah virus misterius tiba tiba menggetarkan dunia. Virus Corona, demikian sebutannya, membuat Badan Kesehatan Dunia mengadakan sidang darurat membahas kasus itu. Dari China dilaporkan adanya 17 kasus baru. Pejabat China menyatakan bahwa virus Corona telah menyebabkan timbulnya gejala mirip SARS dan menyebabkan penderitanya dalam keadaan kritis. Kecemasan timbul  karena hubungannya dengan Severe Acute Respiratory Syndrome-SARS atau  Sindrom Pernafasan Akut Parah, yang menewaskan hampir 650 orang di seluruh daratan Cina dan Hong Kong pada 2002-2003.Di China sendiri Corona dinyatakan   menyerang  orang berusia antara 30 sampai dengan 79 tahun, dan  dikabarkan sudah menginfeksi 62 orang, delapan orang di antaranya dalam keadaan kritis. Kantor berita Perancis AFP bahkan melaporkan bahwa virus itu sudah menginfeksi sedikitnya 218 orang.Pejabat resmi China menyatakan bahwa Virus tersebut dapat menyebar dengan cepat ke tiga negara tetangga China.

 
Perkembangan virus Corona misterius ini membuat WHO menggelar rapat darurat pada Rabu 22 Januari 2020. Kemungkinan besar WHO akan menentukan apakah virus Corona merupakan  virus yang dapat menimbulkan keadaan genting dan membahayakan masyarakat, sehingga harus menjadi perhatian nasional bahkan internasional.

Virus yang bernama teknis 2019 Novel Coronavirus atau 2019-nCoV  ini dikonfirmasi oleh pemerintah China dengan menyatakan bahwa kasus pertama ditemukan 20 Januari 2020 di propinsi Guang Dong Selatan. 

Jika WHO pada  rapat di markasnya di Jenewa menyatakan bahwa virus Corona menimbulkan situasi darurat kesehatan dunia, maka dapat dipastikan bahwa Virus Corona merupakan penyebab pandemi sangat berbahaya.

Sebagaimana virus Ebola yang pernah mencemaskan dunia, maka terhadap Corona pun harus ada upaya sangat serius untuk mengatasinya. 

21
January

Pemerintah telah selesai menyusun draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Rencananya pekan ini akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan ditargetkan bisa tuntas dibahas dalam  tiga bulan. Omnibus law adalah suatu Undang-Undang yang dibuat untuk menyasar satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa Undang-Undang sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana. Sejauh ini, pemerintah telah menyisir 74 undang-undang yang akan terkena dampak omnibus law. Menurut Presiden Joko Widodo, bila pemerintah hanya menyisir undang-undang satu per satu untuk kemudian diajukan revisi ke DPR, maka proses tersebut dapat memakan waktu hingga lebih dari 50 tahun. Dengan adanya omnibus law maka undang-undang tersebut dapat direvisi secara berbarengan.

Sebenarnya ada dua Omnibus Law yang diajukan pemerintah ke DPR, yaitu Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Omnibus Law Perpajakan. Namun yang mendapat sorotan banyak pihak,  terutama pekerja,  adalah Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Diberitakan ada beberapa poin dalam rancangan omnibus law yang tidak dapat diterima, karena dianggap  mengancam kesejahteraan pekerja.

Ambil saja contoh diberlakukannya upah pekerja per jam. Pekerja beranggapan ada upaya menghilangkan upah minimum dengan diterapkannya upah per jam tersebut. Dengan kata lain, bila ada pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum.

Sebaliknya menurut pemerintah aturan upah per jam ini tidak menghilangkan aturan upah minimum. Aturan ini memberikan keleluasaan kepada badan usaha atau perusahaan dalam memberikan gaji kepada pekerja yang sifat pekerjaannya tidak tetap atau sementara. Aturan skema upah per jam ini untuk menampung jenis pekerjaan tertentu seperti konsultan, pekerjaan paruh waktu, dan lain-lain. Selain itu, aturan pembayaran upah per jam dimaksud untuk mengakomodasi jenis pekerjaan baru dalam industri ekonomi digital dengan pekerja milenial yang menginginkan jam kerja yang fleksibel.

Dari contoh tersebut terlihat betapa dibutuhkan sosialisasi agar masyarakat tahu betul apa tujuan pemerintah dalam membuat suatu peraturan. Dengan demikian kesimpang siuran informasi di tengah masyarakat dapat dicegah.

Kini tugas DPR untuk mempelajari draft Omnibus Law yang diajukan pemerintah, apakah itu menguntungkan atau merugikan masyarakat. Tugas DPR juga untuk memberi penjelasan kepada rakyat yang diwakilinya, alasan dari keputusan mereka terhadap rancangan omnibus law tersebut.

20
January



Pemilihan Umum serentak Presiden dan Legislatif  yang berlangsung pada bulan April 2019 belum lagi berumur satu tahun. Sementara Pemilihan Umum 2024 masih empat tahun mendatang, namun keramaian di kancah politik sudah mulai terasa.
Wacana kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dari 4 persen menjadi 5 persen bergulir di lingkaran partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Wacana ini berkembang sejak Partai Demokrasi Indonesia  Perjuangan (PDI-P) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I tahun 2020  pada tanggal  10-12 Januari  lalu.  Rakernas tersebut menghasilkan sembilan rekomendasi, salah satunya adalah ambang batas parlemen ditingkatkan menjadi 5 persen. Usulan PDI-P mendapat respons dari sejumlah partai politik di DPR. Sebagian  mengapresiasinya dengan alasan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Namun, ada pula sebagian partai yang keberatan dengan usulan parliamentary threshold menjadi 5 persen.
Menurut mereka yang mengusung wacana ini, peningkatan parliamentary threshold akan mengurangi jumlah partai politik. Namun partai yang tidak memperoleh jumlah suara banyak pada Pemilu 2019 menilai usulan kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold tidak akan cukup ampuh untuk menyederhanakan jumlah partai politik.
Alih-alih menyederhanakan partai, kenaikan ini justru akan membuat perolehan suara yang diraih partai yang tidak lolos akan terbuang sia-sia. Memang kenaikan ambang batas parlemen bukan kali ini saja  terjadi di dalam sistem pemilu di Indonesia. Sejak 2009 sampai sekarang angkanya terus meningkat dari 2,5 persen menjadi 3 persen kemudian sekarang 4 persen. Pada Pemilu 2014, hanya ada 12 partai nasional dan tiga partai di Aceh yang mengikuti pemilu. Sedangkan di dalam pelaksanaan Pemilu 2019 dengan ambang batas 4 persen,  ternyata  jumlah partai yang mengikuti kontestasi malah  bertambah menjadi 16 partai nasional dan empat partai di Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan ambang batas parlemen tidak begitu efektif mengurangi jumlah partai politik yang ikut persaingan dalam Pemilu. Tapi membuat suara rakyat yang memilih anggota partai yang partainya tidak memenuhi ambang batas, menjadi sia-sia.
Kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dari 4 persen menjadi 5 persen mungkin dapatmeningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Namun, kenyataan di lapangan pun perlu dipertimbangkan.