Ketegangan Tingkok dan Amerikat Serikat -AS belum juga mereda. Selama ini, kedua negara adidaya bersitegang akibat perang dagang. Baru-baru ini, timbul ketegangan baru akibat parlemen AS mengeluarkan UU tentang Hong Kong. Parlemen AS meloloskan UU HAM dan Demokrasi di Hong Kong. Meskipun Presiden AS, Donald Trump belum menyetujui UU tersebut untuk direalisasikan, langkah parlemen AS ini menuai kecaman keras karena dianggap ikut campur dalam urusan domestik Hong Kong. Ini dimulai dengan kedatangan Joshua Wong, pemimpin aktivis pro-demokrasi Tiongkok ke AS beberapa bulan lalu. Wong secara khusus berkunjung ke parlemen AS untuk meminta dukungan atas demokratisasi Hong Kong. Dia mendesak parlemen AS membuat UU khusus untuk Hong Kong. Pada 15 Oktober 2019, parlemen AS resmi meloloskan UU HAM dan Demokrasi Hong Kong. UU ini akan mengizinkan pemerintah AS mengakses politik di Hong Kong guna menjustifikasi apakah perlu perubahan sikap dilakukan pada kota yang entitas perdagangannya berbeda dari Cina daratan. Hong Kong adalah bagian dari Cina. Namun, sebenarnya wilayah bekas koloni Inggris ini memiliki hukum dan sistem ekonomi yang berbeda dengan Cina, One Country Two Systems. Meski Cina bukan negara demokrasi, di Hong Kong sistem ini dijamin. Inilah yang juga menjadi syarat saat Hong Kong lepas dari Inggris pada tahun 1997. Melalui UU yang sudah diloloskan AS, pemerintahan di bawah President Donald Trump bisa memberi penilaian apakah Tiongkok telah mengikis kebebasan sipil dan supremasi hukum Hong Kong sebagai mana dilindungi oleh Hukum Dasar Hong Kong. Dalam UU itu, semua yang bertanggung jawab untuk menculik dan menyiksa orang dengan dalih HAM yang diakui secara internasional dan dilarang AS akan dijatuhi sanksi. Bahkan warga Hong Kong bisa memperoleh visa dari AS. Di parlemen AS, UU ini didukung oleh Partai Demokrat dan Partai Republik. Parlemen AS juga meloloskan "PROTECT Hong Kong Act". Ini didisain untuk menghentikan ekspor senjata pengendali kerumunan massa seperti gas air mata dan peluru karet. UU itu menyebutkan hal tersebut tidak perlu dan tidak proporsional. Bahkan ekspor senjata harus disetujui oleh senat AS.
Tentu saja, hal penting untuk dicermati adalah bagaimana sikap pemerintah Tiongkok dengan langkah Amerika tersebut. Pihak Beijing marah dan Kementerian Luar Negeri Tiongkok menegaskan bahwa pihak Beijing tidak segan-segan menghancurkan kepentingan ekonomi AS di Hong Kong. Bahkan, pemerintah Tiongkok akan menyiapkan langkah-langkah balasan dan mendesak pemerintah Washington untuk menghentikan pembahasan UU yang mengatur soal Hong Kong. Timbul pertanyaan akankah ada skenario baru untuk seteru baru antara Tiongkok dan Amerika Serikat (?).
Merpati Nusantara Airlines akhirnya kembali beroperasi setelah 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara sinergi membantunya aktif kembali.Garuda Indonesia bersama sembilan BUMN lainnya bersinergi menjalin kerja sama strategis untuk merestrukturisasi bisnis PT Merpati Nusantara Airlines. Perjanjian kerja sama tersebut meliputi kolaborasi di bidang pelayanan kargo udara, groundhandling, maintenance repair overhaul, dan pusat pelatihan. Perjanjian kerja sama ditandatangani langsung oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Ari Askhara, Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Asep Ekanugraha, dan direksi sembilan BUMN lainnya, di Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Merpati Nusantara Airlines melakukan penghentian operasi sejak 1 Februari 2014. Hal tersebut disebabkan utang Merpati kepada sejumlah kreditur yang mencapai 10,72 triliun rupiah.
PT Merpati Nusantara Airlines pernah mengalami masa kejayaan di tahun1989-1992. Saat itu, Merpati memiliki berbagai tipe pesawat, mulai jet hingga pesawat baling-baling berukuran kecil yang totalnya mencapai 100 pesawat. Dengan jumlah armada yang cukup banyak saat itu, Merpati menguasai penerbangan perintis di Tanah Air. Rute-rute jarak pendek ke pelosok atau pedalaman dapat dikuasai oleh Merpati. Maskapai ini menggarap rute yang dinilai tidak ekonomis.
Kinerja Merpati saat itu diperkuat dengan sinergi bersama Garuda Indonesia. Merpati bertugas sebagai feeder Garuda Indonesia untuk melayani penerbangan hingga pelosok negeri. Pada masa kejayaannya, Merpati juga melayani penerbangan internacional: ke Amerika Serikat dan Australia. Untuk Amerika Serikat, Merpati sempat melayani rute Biak-Honolulu-Los Angeles.
Saat ini, bisnis penerbangan di Indonesia sudah berkembang pesat dan mampu meningkatkan mobilitas manusia dengan efisien serta terbukti berkontribusi positif terhadap perekonomian daerah. Sayangnya, akses ke daerah pedalaman maupun pulau-pulau terpencil masih terbatas mengingat penyelenggaraan penerbangan perintis belum optimal.
Dengan hadirnya kembali Merpati Nusantara Airlines, tentu akses ke daerah pedalaman maupun pulau-pulau terpencil semakin terbuka. Tentunya, beroperasinya kembali Merpati akan mendukung upaya pemerintah Indonesia membangun konektivitas di seluruh wilayah Indonesia. (Brg)
15 Oktober 1998, 21 tahun yang lalu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan didirikan. Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, terhadap pemerintah. Intinya untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar dari tragedi kekerasan seksual yang dialami perempuan, khususnya etnis Tionghoa, dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia.
Banyak yang telah dilakukan komisi ini dalam mengembangkan dan meneguhkan mekanisme hak asasi manusia untuk pemajuan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Baik di tingkat lokal, nasional, kawasan, maupun internasional. Namun komisi ini juga menghadapi banyak kendala dalam menegakkan hak-hak kaum perempuan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Konflik sosial seperti kerusuhan di Papua misalnya, merupakan kondisi yang menghambat upaya pemberantasan kekerasan terhadap perempuan. Jenis kekerasan lain yang marak dewasa ini adalah yang berbasis online. Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh mengatakan kasus kekerasan berbasis gender lewat online di Indonesia meningkat setiap tahun. Terakhir, pada 2018 Komnas HAM mencatat ada 95 kasus dari sebelumnya yang hanya lima kasus pada 2016. Adapun bentuk-bentuk kekerasan di dunia maya antara lain pelecehan online, sexting, perdagangan manusia dan online rekrutmen. Riri meyakini jumlah kasus tersebut lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kasus sebenarnya di masyarakat. Ini disebabkan sebagian besar perempuan yang menjadi korban di ranah online tidak tahu harus melapor kemana.
Yang lebih mengecewakan Komnas Perempuan adalah ditundanya pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS). Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 sampai masa jabatan mereka berakhir, gagal mengesahkan RUU tersebut. Padahal RUU tersebut akan menjadi landasan penindakan terhadap kekerasan seksual, terutama terhadap perempuan dan anak-anak. Pembahasan RUU PKS diteruskan kepada anggota DPR yang baru saja dilantik.
Tahun ini pula berakhir masa tugas para komisioner Komnas Perempuan periode 2015-2019. Sebanyak 50 calon Komisioner Komnas Perempuan untuk periode 2020-2014 mengikuti tahapan seleksi Uji Publik yang disiarkan langsung pada 14 dan 15 Oktober 2019 di Jakarta. Tugas para komisioner yang baru nanti adalah terus mendorong DPR untuk menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Undang-Undang. Jika kedua institusi ini gagal mengesahkan RUU tersebut, maka negara dapat dianggap belum serius dalam memperhatiakn isu-isu kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Masih sekitar 1 minggu lagi menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang dijadualkan tanggal 20 Oktober 2019. Namun sinyal adanya partai yang akan bergabung ke koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin kian terang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengundang dua ketua umum partai nonkoalisi pengusungnya untuk membicarakan kemungkinan mereka bergabung dengan pemerintahan.
Kamis, 10 Oktober lalu, Jokowi bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Merdeka, Jakarta. Keesokan harinya, Jumat, 11 Oktober 2019, giliran Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang diundang Jokowi ke Istana Merdeka. Jokowi mengakui di kedua pertemuan tersebut ia membicarakan kemungkinan Partai Demokrat dan Gerindra masuk ke kabinetnya di periode pemerintahannya yang kedua nanti. Pertemuan tersebut tentu menjadi babak baru hubungan Jokowi dengan Prabowo dan SBY yang selama Pemilu 2019 berada di kubu berbeda.
Tidak salah jika Presiden Jokowi mengundang partai Gerindra dan Demokrat untuk ikut bergabung dalam koalisi pemerintahannya nanti. Gerindra dan Demokrat adalah dua partai besar di luar koalisi Jokowi-Ma’ruf.
Meskipun Susilo Bambang Yudhoyono tidak memberikan keterangan mengenai hasil pertemuan itu, dalam pidato kontemplasinya beberapa waktu lalu, SBY mengajak kader Demokrat dan masyarakat mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Bahkan, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan kepada wartawan, Jumat, 11 Oktober 2019. mengatakan partainya siap bergabung ke kabinet jika memang diminta.
Sementara itu, di depan Jokowi, Prabowo menyatakan siap bergabung dengan koalisi pemerintah jika diperlukan. Andai akhirnya tak masuk koalisi pemerintah, Prabowo berjanji, Gerindra tetap akan membantu pemerintah namun dengan cara yang berbeda.
Kemungkinan merapatnya Gerindra dan Demokrat ke Istana diyakini akan mengubah peta koalisi lima tahun ke depan. Dengan bergabung Partai Demokrat dan Gerindra ke pemerintahan JokoWi-Ma’ruf, sudah dipastikan akan ada jatah kursi di kabinet untuk kader kedua partai tersebut.Itu artinya, Partai Demokrat dan Gerindra yang semula opisisi dan diharapkan menjadi penyeimbang pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, akan berubah menjadi partai pendukung pemerintah.
Dalam sistem demokrasi, kekuatan oposisi sangat penting. Keberadaannya dibutuhkan untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah. Sehingga kemungkinan munculnya sikap kesewenangan, penguasa bisa diminimalisasi. Namun sejauh ini sistem politik di Indonesia memang tidak mengenal istilah partai oposisi. Bahkan dalam memutuskan berbagai masalah, baik di DPR, MPR ataupun di forum lain, orang Indonesia cenderung untuk mencari jalan musyawarah untuk mufakat dari pada voting yang dianggap sebagai jalan terakhir. Padahal di negara demokrasi dimana suara terbanyak adalah yang utama, voting merupakan hal yang sangat biasa dan wajar.
Dapat dipastikan bahwa setiap konflik wilayah atau perang saudara yang berlarut-larut selalu melibatkan negara besar. Perang saudara di Suriah dan situasi di Afghanistan merupakan dua contoh signifikan. Rusia, Amerika Serikat dan Iran, termasuk juga Turki terlibat dalam perang di Suriah dimana perseteruan awalnya adalah antara pemerintah dan oposisi. Di Afghanistan, keterlibatan Amerika Serikat dan Rusia sudah terjadi sejak lama. Satu konflik lain yang sudah berlangsung selama lebih lima dekade adalah sengketa wilayah Kashmir. Konflik ini melibatkan tidak hanya Pakistan dan India, tetapi juga Tiongkok. Ketiga negara ini mempersengketakan sebagian wilayah Kashmir yang diklaim sebagai teritorinya.
Perkembangan terakhir menunjukkan adanya dukungan Tiongkok kepada Pakistan atas konfliknya dengan India. Dukungan Beijing itu menarik untuk diamati, karena dinyatakan justru beberapa hari sebelum bertemunya Presiden Tiongkok, Xi Jinping dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi. Pertemuan kedua pemimpin itu dijadwalkan berlangsung akhir pekan ini di Beijing.
Dukungan Tiongkok kepada Pakistan atas persoalan Kashmir, disampaikan oleh Presiden Xi Jinping setelah bertemu dengan Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan di Beijing, Rabu (9/10). Presiden Xi Jinping menyatakan bahwa India seharusnya tidak bertindak sepihak atas Kashmir. Beijing menegaskan perlunya penyelesaian konflik melalui dialog.
Selama beberapa dekade, ketiga negara: Tiongkok, India dan Pakistan telah bersengketa karena masing-masing negara mengakui menguasai sebagian dari wilayah Kashmir. Pakistan mengakui Azad Kashmir; India mengklaim Jammu dan Kashmir, sedangkan Tiongkok menyatakan bahwa Aksai Chin adalah wilayahnya. Ketiga negara tidak hanya sekali saja terlibat kontak senjata, bahkan perang memperebutkan wilayah Kashmir.
Karena itu, walaupun telah terjadi pembicaraan beberapa kali, konflik Kashmir tidaklah selesai. Pertemuan antara Presiden Tiongkok Xi Jinping Perdana Menteri Imran Khan, dan Perdana Menteri Narendra Rodi tidaklah dapat diharapkan menyelesaikan sengketa Kashmir.
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki perairan berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga dengan wilayah Indonesia: Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua New Guinea, Australia, Republik Palau dan Timor Leste.
Batas maritim antara Indonesia dengan Australia telah disepakati. Namun, Indonesia sedang mengkaji proses peninjauan kembali atas perjanjian batas maritim Indonesia dan Australia yang telah ditandatangani pada 1997.
Sementara, batas maritim dengan negara tetangga lain baru dilakukan penetapan batas-batas Dasar Laut (Landas Kontinen) dan sebagian batas Laut Wilayah (Territorial sea). Penyelesaian batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga adalah program prioritas sejak era Reformasi. Namun, prosesnya terlihat lamban, dan sampai saat ini penetapan belum tuntas.
Memang tidak mudah melakukan negosiasi dengan berbagai negara terkait perbatasan antar negara tersebut. Ada beberapa penyebab mengapa negosiasi penetapan batas maritim prosesnya agak lamban. Penyebab pertama adalah bahwa garis batas harus disepakati oleh kedua negara yang berdaulat. Ini artinya bahwa prinsip bersama harus dilakukan oleh kedua pihak. Kedua, batas adalah terkait batas kedaulatan. Dengan demikian, kedua negara menjadi sangat berhati-hati karena sekali batas ditetapkan, maka tidak lagi dapat diganggu-gugat. Ketiga, hukum internasional tentang perbatasan maritim, bahkan UNCLOS (The United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, belum menyediakan norma baku untuk memandu negara membuat garis batas yang adil dan diterima oleh kedua pihak.
Pemerintah Indonesia terus mendorong percepatan perjanjian perbatasan maritim Indonesia dengan 10 negara tetangga. Bahkan, Indonesia menjadikan percepatan negosiasi penetapan batas maritim sebagai salah satu prioritas politik luar negeri.
Dalam percepatan negosiasi penetapan batas maritime, pemerintah Indonesia tidak boleh terpaku pada aspek legal. Yang tidak kalah penting dilakukan adalah membangun hubungan bilateral yang baik dengan negara-negara lain. Karena hubungan baik antara kedua negara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cepatnya negosiasi mengenai perbatasan
Hubungan Turki dan Kurdi di Suriah terus mengalami pasang surut. Masuknya Amerika dalam konflik antar keduanya, membuat situasi semakin rumit Selama ini militer AS bekerjasama dengan pasukan Kurdi (YPG) bertempur melawan milisi ISIS di kawasan utara Suriah Di pihak lain, Turki berkeras ingin menghancurkan pasukan Kurdi yang mereka tuduh sebagai kelompok terror.Babak baru yang sulit ditebak ujungnya muncul ketika beberapa hari yang lalu pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump merestui operasi militer Turki di Suriah terhadap pasukan Kurdi yang selama ini merupakan sekutu utama AS dalam menumpas kelompok ISIS
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyebut Amerika menghormati kehendak Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, untuk melindungi masyarakatnya dari serangan teroris.Langkah yang sudah diambil Amerika adalah menarik mundur pasukan Amerika dari perbatasanTurki –Suriah Dengan langkah itu Kurdi mulai merasa kehilangan dukungan dari Amerika Serikat dan merasa dikhianati Mengutip laporan Reuters, ditariknya pasukan AS dari wilayah itu akan membuat pasukan pimpinan Kurdi di Suriah, yang telah lama bersekutu dengan Washington, rentan terhadap serangan yang direncanakan oleh militer Turki yang mencap mereka sebagai teroris. Banyak pengamat berpendapat bahwa penarikan pasukan AS yang cepat dari Suriah hanya akan menguntungkan Rusia, Iran, dan rezim Assad di Suriah. Hal ini akan meningkatkan risiko ISIS dan kelompok teroris lainnya berkumpul kembali
Yang menarik adalah perubahan sikap Amerika yang terjadi begitu cepat dan cukup membingungkan Senin (7/10/2019)/ Presiden Trump bahkan sempat berkicau di akun twitternya mengancam akan "melenyapkan" ekonomi Turki jika dianggap bertindak berlebihan Tapi faktanya, pasukan Amerika Serikat yang telah mengalahkan 'kekhalifahan' di wilayah ISIS, tidak lagi mendukung atau terlibat dalam operasi di wilayah itu Intinya, Amerika tidak lagi mendukung Kurdi
Bisa ditebak, sebagai kelanjutan dari sikap Amerika Serikat ini Turki tentu segera bersiap melancarkan aksi serangan kepada milisi Kurdi Sebelumnya, Ankara sudah pernah dua kali menggelar serangan, pada 2016 dan 2018. Sasarannya adalah Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), milisi yang jadi tulang punggung Kurdi Gedung Putih menyatakan bahwa Turki akan memikul semua tanggung jawab atas para milisi ISIS yang ditangkap pasukan Kurdi selama dua tahun terakhir
Tinggal lagi kini, bagaimana sikap masyarakat Internasional terhadap aksi yang akan dilancarkan Turki atas Kurdi? Akankah Kurdi mengalami pengurangan populasi paling ekstrem dari yang telah terjadi selama ini? Populasi Kurdi di Suriah terkonsentrasi di provinsi Hasakah (perbatasan Suriah-Turki), provinsi Aleppo di wilayah Ain Arab (termasuk Kobani yang saat ini sedang mereka pertahankan dari serangan ISIS). 120 ribu Kurdi telah dihapus dari kebangsaan Suriah selama ini. Negara mana yang akan berdiri di samping Kurdi yang sedang merasa dikhianati.
Pekan kedua bulan September 2019, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani mengatakan, Pemerintah Indonesia memutuskan menaikkan cukai rokok sebesar 23%. Sri Mulyani menambahkan, dengan kenaikan ini, harga jual eceran rokok juga mengalami kenaikan sebesar 35%. Keputusan ini akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan akan berlaku pada 1 Januari 2020.
Beberapa hari belakangan ini di Indonesia, harga baru sebungkus rokok menjadi viral. Harga rokok produksi lokal yang saat ini masih sekitar 23 ribu rupiah, dikabarkan akan mencapai 48 ribu rupiah. Kenaikan harga rokok di Indonesia, memang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak. Bagaimana tidak, Laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas, Asean Region menunjukkan pada tahun 2013 sekitar 65,19 juta penduduk Indonesia adalah perokok.
Menaikkan cukai rokok di Indonesia, seperti memakan buah simalakama. Bila tak dinaikkan, jumlah kematian akibat konsumsi produk tembakau mungkin bertambah. Kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tahun 2015 menunjukkan konsumsi produk tembakau di Indonesia menyumbang lebih dari 230.000 angka kematian setiap tahunnya. Kanker paru menempati urutan pertama penyebab kematian yaitu sebesar 12,6%. Di sisi lain, Industri Hasil Tembakau dinilai merupakan salah satu sektor manufaktur nasional yang memiliki kontribusi besar. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia mencatat sektor industri rokok menyerap hampir 6 juta tenaga kerja.
Betapapun, tetap harus ada yang diutamakan. Menaikkan cukai rokok adalah tindakan yang harus diambil pemerintah, dan tak bisa ditunda lagi. Apalagi mengingat Indonesia bertekad kuat untuk menciptakan sumber daya manusia unggul. Fakta memperlihatkan, konsumsi tembakau telah menjadi intrumen efektif untuk mendegradasi kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia. Menciptakan Sumber Daya Manusia Unggul harus dilakukan sejak dini. Salah satu penyebab tak terbentuknya sumber daya manusia unggul, adalah stunting, gagalnya pertumbuhan anak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Fakta di lapangan menunjukkan hampir sekitar 70 persen perokok di Indonesia adalah keluarga miskin. Bagi mereka, rokok menjadi prioritas kedua setelah beras.
Kenaikan harga rokok yang optimal, perlu dilakukan. Tidak ada lagi harga rokok yang murah. Masyarakat miskin pun tidak lagi dengan mudah dapat membeli rokok. Dana yang semula dikeluarkan untuk membeli rokok dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi. Semoga Sumber Daya Manusia Unggul Indonesia akan lebih cepat terbentuk.
Kesibukan para elite politik Indonesia ternyata tidak berhenti pada saat perebutan kursi Kepresidenan dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saja. Kursi kosong ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tadinya belum terisi juga menjadi rebutan.
Posisi ini tentunya tidak serta merta hanya bisa diduduki oleh partai-partai koalisi saja, tetapi partai oposisi pun berkeinginan untuk ikut berkompetisi menduduki jabatan negara sebagai pimpinan MPR. Hal ini terlihat dalam pemilihan ketua MPR yang berlangsung dalam sidang paripurna di Gedung Nusantara, Kamis malam (3/10). Setelah beberapa kali diskors untuk memberikan kesempatan kepada partai politik untuk melakukan lobbi, akhirnya Bambang Soesatyo dari Partai Golkar terpilih secara aklamasi.
Bambang Soesatyo dalam pidato perdananya sebagi ketua MPR menyatakan komitmennya untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, sehingga lembaga yang dipimpinnya dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal.
Pernyataan tersebut tentu punya alasan. Setelah Reformasi, keberadaan MPR dapat dikatakan hanya terasa saat ada agenda tertentu. Hal ini tercermin pada Pasal 2 ayat (2) Undang Undang Dasar (UUD) yang menjelaskan bahwa MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara, atau melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. Meskipun ada juga fungsi lain, yaitu memberhentikan presiden dan mengubah UUD, namun sepertinya hal tersebut kecil kemungkinan akan terjadi.
Setelah amandemen UUD, Majelis Permusyawaratan Rakyat kehilangan kewenangan untuk menentukan jalannya roda pemerintahan oleh presiden, sebab Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sudah ditiadakan dan digantikan dengan RPJM (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah) yang dibahas oleh DPR dan Presiden saja.
Masih dalam pidatonya, Bambang Soesatyo juga menegaskan bahwa MPR periode 2019-2024 terbuka untuk mengkaji berbagai gagasan mengenai persoalan bangsa dan negara. MPR akan menjadi Rumah Kebangsaan tempat membicarakan masalah-masalah mendasar dan strategis negara.
Diharapkan apa yang disampaikan Ketua terpilih MPR periode 2019-2024 bukan hanya retorika belaka, tapi tindakan kongkret dan nyata demi kemajuan bangsa dan negara republik Indonesia.
Irak tengah dilanda unjuk rasa. Demonstrasi berskala nasional merebak di hampir seluruh kota. Bentrokan yang terjadi antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan telah menyebabkan tewasnya sejumlah warga sipil dan juga aparat keamanan. Menyusul tewasnya 9 pengunjuk rasa, pemerintah memberlakukan jam malam di Bagdad, ibukota Irak. Selain di ibukota, jam malam juga dilakukan di tiga kota lain: Nasiriya, Amara, dan Hilla di Irak.
Para demonstran memprotes Perdana Menteri, Adel Abdul Mahdi yang memerintah selama beberap bulan. Mereka mengecam pemerintah yang dianggap tidak dapat mengatasi pengangguran, tindakan korupsi dan pelayanan publik yang buruk. Pengunjuk rasa yang umumnya terdiri kalangan pemuda, menginginkan perbaikan kondisi ekonomi guna dapat mengatasi tingginya angka pengangguran. Demonstrasi yang merebak di berbagai kota merupakan tantangan bagi Perdana Menteri Adel Mahdi yang menyalahkan pengunjuk rasa atas terjadinya kekerasan.
Selain memberlakukan jam malam, pemerintah juga telah memblokir platform media sosial, yang dianggap oleh pemerintah telah menjadi alat bagi penyebaran ajakan unjuk rasa.
Media massa melaporkan bahwa unjuk rasa juga terjadi di Basra, yang merupakan kawasan sumber minyak di Irak bagian selatan. Tidak seperti halnya di Bagdad, unjuk rasa di Basra, dan kota Tikrit dan Kirkuk berlangsung damai. Selain memberlakukan jam malam, serta membekukan media sosial, Pemerintah telah berupaya meredam unjuk rasa melalui pernyataan yang diharapkan menjawab tuntutan demonstran. Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi 2 Oktober menjanjikan bahwa pihaknya akan membuka lapangan pekerjaan dengan kuota sebanyak 50 persen untuk pekerja lokal untuk bekerja di perusahaan asing yang beroperasi di Irak. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa pengangguran kaum muda di Irak mencapai sekitar 20 persen.
Sementara Perdana Menteri, Adel Abdul Mahdi berupaya meredam unjuk rasa, Parlemen Irak mengecam tindakan kemanan yang dinilai represif. Parlemen telah memerintahkan penyelidikan atas tindakan aparat yang telah menewaskan sedikitnya 9 pengunjuk rasa. Sebelum adanya reaksi Parlemen, Presiden Irak Barham Salih telah mengingatkan aparat keamanan untuk menghadapi pengunjuk rasa dengan baik.
Memasuki masa jabatannya yang akan berlangsung satu tahun, Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahd, menghadapi tantangan berat. Memulihkan kondisi Irak khususnya di bidang ekonomi tidaklah ringan. Dia harus mengatasi bukan hanya unjuk rasa di lapaangan, melainkan juga langkah politis Parlemen dan sikap Presiden Barham Salih yang bersimpati kepada para demonstran.