Anggaran pendidikan nasional 2018 sudah mencapai Rp 444 triliun. Namun, sayangnya, dunia pendidikan nasional belum menunjukkan kualitas yang menggembirakan. Dunia pendidikan Indonesia masih diselimuti persoalan klasik di antaranya adalah menyangkut kualitas guru dan kurikulum.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengkritik perkembangan pendidikan di Tanah Air. Setiap tahun, kata Sri Mulyani, anggaran untuk pendidikan naik. Undang-Undang mengamanatkan anggaran pendidikan setiap tahun dialokasikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), di mana jumlahnya selalu naik karena pendapatan dan belanja negara juga terus meningkat. Besarnya alokasi anggaran untuk pendidikan ternyata tidak menghasilkan kualitas pendidikan yang memuaskan. Lalu pertanyaannya adalah Ke mana kah anggaran yang besar tersebut ?
Jika melihat anggaran pendidikan Indonesia yang mencapai 3,09 persen dari produk domestik bruto maka dana ini cukup untuk mengembangkan pendidikan. Tetapi kenapa belum signifikan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia ?
Dari 20 persen alokasi anggaran untuk pendidikan, sebagian besar digunakan untuk membayar gaji, tunjangan dan sertifikasi guru serta untuk pembangunan infrastruktur pendidikan. Besarnya alokasi untuk gaji, tunjangan dan sertifikasi guru inilah yang dikritisi banyak pihak di tanah air termasuk Bank Dunia karena disinyalir mengabaikan aspek pengembangan kompetensi siswa.
Rodrigo Chavez, Country Director Bank Dunia di Indonesia mengungkapkan, bila Indonesia mempertahankan kondisi seperti ini maka butuh waktu lama bagi Indonesia untuk mencapai rata-rata kompetensi siswa berdasarkan standar Organisasi Kerja Sama Negara Berkembang di dunia (OECD).
Lalu, apakah salah kebijakan pemerintah yang mengalokasikan sebagian besar anggaran pendidikan untuk gaji, tunjangan dan sertifikasi guru ?
Pemberian gaji dan tunjangan, serta sertifikasi guru dalam anggaran pendidikan sudah tepat untuk kondisi saat ini. Hal tersebut harus dilakukan karena salah satu permasalahan mendasar di bidang pendidikan Indonesia saat ini ialah rendahnya kesejahteraan guru di banyak daerah. Karena masalah kesejahteraan, guru tidak fokus mengajar siswa. Dampak soal kesejahteraan menjadikan profesi guru tidak menjadi pilihan bagi anak bangsa yang cerdas dan berpandangan luas. Padahal guru adalah kunci kesuksesan pendidikan generasi penerus.
Sekarang yang perlu diperbaiki adalah proses pemberian tunjangan, sertifikasi perlu diterapkan dengan benar untuk mengawasi kualitas guru. Kualitas guru sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Diharapkan alokasi untuk pendidikan tidak hanya habis terserap untuk membayar gaji, tunjangan serta sertifikasi guru, namun seharusnya juga untuk aspek pengembangan kompetensi siswa. Tinggal menagih kewajiban pemerintah provinsi dalam mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pendidikan khususnya pengembangan kompetensi siswa. Komitmen pemerintah provinsi masih lemah dalam mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan, 20 persen anggaran pendidikan bukan hanya berlaku pada APBN, tetapi juga untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh sebab itu Pemerintah daerah wajib mengalokasikan 20 persen APBD untuk anggaran pendidikan.
Saudara, Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) serentak seluruh Indonesia telah sukes dilaksanakan pada 27 Juni lalu. Dari total 171 daerah yang menggelar pilkada, Komisi Pemilihan Umum telah menerima rekapitulasi perhitungan suara 111 daerah. Pasangan calon punya waktu tiga hari untuk mengajukan keberatan atas hasil rekapitulasi tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hingga Sabtu (7/7) tercatat sembilan permohonan sengketa hasil pilkada 2018 yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi. Sembilan permohonan itu berasal dari lima kota, yakni Cirebon, Madiun, Gorontalo, Parepare dan Tegal, serta tiga kabupaten, yaitu Bangkalan dengan dua permohonan, Biak Numfor dan Bolaang Mongondow Utara.
Dari sembilan permohonan itu, hanya dua yang memenuhi syarat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal itu menyatakan, gugatan sengketa pilkada hanya bisa diajukan jika selisih suara penggugat dengan pemenang pilkada maksimum 2 persen. Dua daerah yang memenuhi syarat perselisihan suara ini adalah kota Cirebon dan Kota Tegal.
Meski demikian Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman menegaskan, semua permohonan sengketa ke MK akan tetap melewati tahapan registrasi, pemeriksaan pendahuluan, perbaikan permohonan dan pemeriksaan para pihak.
Memang sejak Pilkada 2017, Mahkamah Konstitusi bersikap lebih lunak kepada pemohon sengketa. Sejumlah kasus tetap ditangani meski selisih suara lebih dari 2 persen. Saat itu MK memberikan putusan untuk Kabupaten Tolikarya, Intan Jaya, Yapen dan Puncak Jaya di Papua, meski selisih suara antarpasangan calon di daerah itu sangat jauh.
Sudah tepat kebijakan yang diambil Mahkamah Konstitusi. Terdapat macam-macam dasar yang dapat dipakai Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa sebuah sengketa, tidak hanya selisih suara. Mungkin saja ada kejadian atau keadaan luar biasa pada saat rekapituliasi suara, atau faktor substansial lainnya. Azas keadilan dan kepastian hukum seharusnya menjadi dasar seluruh kebijakan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan sengketa hasil pilkada. Dengan begitu, konflik di daerah dapat dicegah, karena Mahkamah Konstitusi sudah dapat menyelesaikan setiap pertentangan.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyampaikan bahwa ia sudah memiliki nama calon pendampingnya, calon wakil presiden. Nama itu yang akan dicalonkan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2019. Presiden Joko Widodo menyampaikan hal itu usai menghadiri acara penutupan Rembuk Nasional Aktifis 98, Sabtu di Jakarta.
Belakangan ini, masyarakat Indonesia memang mulai menebak-nebak siapa yang akan diusulkan menjadi calon presiden dan wakil presiden. Nama Joko Widodo sebagai calon presiden, sudah diperhitungkan banyak pihak. Beberapa partai, bahkan sudah mendeklarasikan Joko Widodo sebagai calon presiden dalam pemilihan umum presiden 2019.
Bila kemudian banyak yang menebak-nebak, siapa yang akan mendampingi Joko Widodo sebagai calon wakil presiden, tentu bukan tanpa alasan. Undang-undang Dasar 1945 memang mengatur, presiden dan wakil presiden hanya bisa menjabat selama 2 periode. Jadi sudah dipastikan wakil presiden petahana saat ini, Jusuf Kalla tak punya hak dipilih dalam Pemilihan Umum Presiden 2019. Karena ia sudah dua kali menjabat, yaitu pertama pada periode 2004 -2009, menjadi wakil presiden dari Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian untuk periode 2014 - 2019,
Sudah adanya beberapa nama yang disebut-sebut, rasanya sangat wajar. Karena, pemilihan Presiden dan wakil presiden untuk periode 2019 – 2024, hanya tinggal hitungan bulan. Masyarakat Indonesia pada umumnya, dan calon pemilih pada khususnya, tentu juga sudah mulai mengira-ngira, siapa yang akan dipilih pada 17 April 2019. Nama-nama yang disebut mulai dari nama yang masih menjabat sebagai gubernur, yang pernah menjabat sebagai panglima Tentara Nasional Indonesia, anak dari mantan presiden, hingga pengusaha.
Nama-nama yang akan masuk dalam daftar nama calon tetap, memang masih harus ditunggu. Masyarakat Indonesia baru mengetahui siapa yang akan diusung 14 Partai Politik Peserta Pemilu 2019, pada September mendatang. Tentunya diharapkan nama-nama yang akan diusulkan adalah mereka yang punya rasa cinta tanah air yang sangat tinggi dan memiliki visi yang kuat untuk menguatkan posisi Indonesia di dunia internasional. Nama-nama itu pasti juga ditunggu dunia Internasional, karena saat ini memainkan peran penting di dunia internasional. Nama-nama itu juga dapat memberi keyakinan kepada pemilih di Indonesia, bahwa mereka akan mewujudkan segala target yang telah dicanangkan.
Nasib para migran yang menginginkan perubahan dengan menyeberangi laut Tengah untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Eropa menjadi tidak menentU. Ini karean sikap Uni Eropa yang selama ini banyak menampung migran yang kebanyakan dari Afrika terbelah. Dalam sebuah Pertemuan Tingkat Tinggi Eropa di Brussel, 24 Juni lalu, beberapa negara Eropa di sebelah Timur seperti Hongaria, Republik Cek, Slovakia dan Polandia, menolak membuka pintu bagi hadirnya para migran. Pertemuan diadakan menanggapi sikap Italia yang mulai menutup pintu masuk bagi kedatangan para migran.
Dalam pertemuan itu, Presiden Perancis Emmanuel Macron, menyatakan, ada negara-negara anggota yang menerima keuntungan dari kerjasama namun lebih mementingkan kepentingan sendiri. Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan nama negara sudah tentu sasaran dari pernyataan itu adalah negara-negara anggota yang menolak kebijakan migran Uni Eropa. Italia yang mulai menolak kehadiran migran bereaksi atas pernyataan Macron karena menganggap Macron tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya di Italia.
Salah satu negara yang masih membuka pintu bagi para migran adalah Spanyol. Negeri ini mau menerima sekitar 600 migran yang sebelumnya ditolak di Italia. Sedangkan Jerman, dengan kebijakan Kanselir Angela Merkel yang cukup terbuka pada kehadiran migran, menghadapi persoalan internal cukup pelik karena terjadi penolakan dari seorang anggota senior di kabinet.
Imbas dari kehadiran migran tidak hanya terjadi di negara-negara anggota Uni Eropa. Negara-negara yang menjadi semacam buffer zone di kawasan Afrika Utara, dari Aljazair sampai Mesir merasakan langsung dampak kedatangan mereka. Mesir yang menampung sekitar 300 ribu migran misalnya, mulai keberatan untuk membiayai kelangsungan hidup mereka. Pemerintah Mesir menghimbau Uni Eropa untuk mendukung secara finansial biaya penampungan sementara para migran.
Indonesia memang tidak secara langsung merasakan dampak kehadiran migran. Tetapi persoalan ini jika tidak diselesaikan akan berdampak pada peningkatan kehadiran para migran yang mencari kehidupan yang lebih baik di Australia dan tak jarang melalui kawasan nusantara. Indonesia hendaknya melalui forum-forum internasional mendorong penyelesaian persoalan migran.
Pendaftaran calon legislator atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019 – 2024 resmi mulai dibuka pada hari Rabu 4 Juli hingga 17 Juli 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum. Sebelum dibuka pendaftaran, riuh rendah sudah terjadi di publik terkait persyaratan yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum kepada para calon legislator - caleg, mulai dari batas terendah pendidikan hingga sejarah masa lalu seorang calon. Yang paling menjadi sorotan publik adalah terkait sejarah masa lalu para calon. Komisi Pemilihan Umum- KPU mendasari bahwa calon yang pernah terlibat kasus hukum, baik kriminal maupun korupsi tidak bisa mendaftar sebagai calon legislator. Terjadi Pro dan kontra terkait Keputusan KPU dalam mengajukan persyaratan tersebut.
Terkait dengan keputusan KPU, Presiden Joko Widodo mengatakan dirinya menghormati apa yang menjadi keputusan KPU menyusul larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk mengikuti pemilihan anggota legislatif 2019. Menurutnya, berdasarkan Undang Undang, KPU berwenang membuat peraturan tersebut. Namun, jika ada pihak-pihak yang berkeberatan dengan aturan tersebut, Presiden mempersilakan untuk menggunakan mekanisme yang ada seperti mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung.
Terkait hal tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat -DPR mengundang perwakilan lima lembaga negara, yakni Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum, Menteri Dalam Negeri - Mendagri, Jaksa Agung, dan Menteri Hukum dan HAM –Menkumham, untuk membahas peraturan KPU soal larangan caleg eks narapidana korupsi yang saat ini menuai perdebatan. Pertemuan tersebut dijadwalkan pada Kamis, 5 Juli 2018.
Beberapa lembaga pemerhati pemilihan umum menilai apa yang telah diputuskan oleh KPU terkait syarat syarat pendaftaran bakal caleg 2019 rawan kegaduhan hingga sengketa. Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu, Kaka Suminta, mengatakan potensi gugatan ke Komisi Pemilihan Umum - KPU diperkirakan banyak terjadi pada point pelarangan mantan narapidana sebagai calon anggota legislatif. Hal ini menurut Kaka Suminta, akan ada kemungkinan partai politik memasukkan unsur mantan narapidana korupsi sebagai bakal calon dari partainya.
Sejatinya pelarangan mantan narapidana korupsi sebagai Calon legislatif, diatur oleh Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten atau kota tertanggal Sabtu 30 Juni 2018. Pertanyaan nya adalah apakah KPU mempunyai wewenang sebgitu dalam terkait pelarang tersebut ?. Ketakutan akan kembalinya sifat menjarah dan korupsi oleh para mantan koruptor jika menjabat sebagai pihak pembuat kebijakan sangat beralasan. Efek jera kepada para koruptor masih dirasakan kurang memberikan dampak di masyarakat. Namun kita juga harus mengakui hak politik seorang Warga negara Indonesia tidak boleh diabaikan begitu saja. Untuk itu pertemuan petinggi 5 lembaga negara, yag dijadwal Kamis ini, dapat memberikan jalan keluar terbaik dengan berlandaskan musyawarah dan mufakat untuk kemashalatan bangsa.
Yang pertama bukanlah yang terakhir. Kalimat ini bukanlah judul sebuah lagu, melainkan retorika yang menyertai pertemuan bersejarah Domald Trump dan Pemimoin Korea Utara Kim Jong Un di Singapura 12 Juni lalu. Presiden Amerika Serikat Donald Trump pernah menyatakan bahwa kedua pihak akan sering bertemu pasca KTT di Singapura itu. Kemarin, dari Washington diperoleh kabar bahwa Trump dan Kim akan mewujudkan janji temu berikutnya di waktu mendatang. Pernyataan belum resmi yang disampaikan seorang pejabat penting di Washington menyatakan bahwa pertemuan itu akan dilaksanakan di New York bersesuaian jadwal dengan Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa. Dari Pyong Yang sendiri belum ada kabar atau tanggapun mengenai isu tersebut.
Sebagaimana jelang KTT di Singapura, baik Wahington maupun Pyong Yang sempat terlibat perang pernyataan diplomatic. Trump sempat mengatakan masih harus mempertimbangkan rencana pertemuan dengan Jong Un di Singapura. Dari Pyong Yang juga keluar pernyataan senada. Namun akhirnya kedua pemimpin melangsungkan pertemuan bersejarah pertamanya sejak pecah perang Korea dan bahkan menyepakati 4 hal penting. Trump menyatakan pertemuan berlangsung sukses karena berdampak sangat menguntungkan dan kedua negara akan membentuk pola hubungan baru. Kedua negara sepakat bekerjasama membangun perdamaian yang abadi di semenanjung Korea. Kemudian, ada komitmen dari Korea Utara akan bekerjasama mewujudkan denuklirisasi. Dan yang terakhir AS dan Korea Utara berkomitment untuk mengembalikan jenasah tentara AS yang ada di Korea Utara setelah diidentitifikasi.
Dari kesepakatan itu, masalah denuklirisasi bagi Amerika Serikat adalah masalah terpenting yang harus diwujudkan. Amerika Serikat dan sekutunya memandang isu ini adalah yang paling krusial dan strategis. Washington menunggu komitmen nyata dari Pyong Yang. Dalam konteks inilah, kabar bahwa Amerika Serikat akan menggelar pertemuan puncak kedua dapat dipandang sebagai upaya Washington mengingatkan Pyong Yang. Jadi tidaknya pertemuan kedua di gelar di New York mendekati saat Sidang Umum PBB akan sangat tergantung pada sikap Korea Utara menanggapi dan mewujudkan komitmen denuklirisasi.
Pemilihan kepala daerah telah usai. Walaupun hasilnya belum diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum namun dari hasil hitung cepat nama-nama pasangan calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak sudah bisa diketahui.
Sangat ironis, dibalik pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang boleh dikatakan sukses, masih ada pemilih dinilai belum atau bahkan “tidak cerdas” dalam menentukan pilihan mereka. Pasalnya, ada sembilan calon pemimpin daerah calon pemimpin daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil memperoleh suara signifikan.
Bahkan, dua dari mereka bisa memenangi pemilhan yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia pada 27 Juni lalu. Di tujuh daerah lain, meski tidak menang, para tersangka korupsi juga cukup sukses meraup suara. Seperti salah satu calon Gubernur NTT yang juga tengah terlibat kasus korupsi, meraih suara kedua terbanyak dari empat paslon yang ada.
Perolehan suara signifikan para tersangka korupsi boleh dikatakan merupakan refleksi kegagalan pikir di kalangan pemilih. Kerugian negara yang begitu besar akibat korupsi nyatanya tidak juga membuat mereka menolak para koruptor.
Masyarakat boleh saja berdalih adanya asas praduga tidak bersalah. Tapi harus diingat, Komisi Pemberantasan Korupsi tentu tidak begitu saja menetapkan seseorang sebagai tersangka koruptor.
Fakta yang ada menunjukkan bahwa di akar rumput pemahaman akan bahaya korupsi belum melekat. Atau masyarakat memang tidak menerima informasi yang benar terkait para calon yang ikut serta dalam pilkada, sehingga apa yang terjadi adalah mereka telah “memilih kucing dalam karung”.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan membuka pendaftaran calon legislatif untuk Pemilu 2019 dari tanggal 4 – 18 Juli dan mengumumkan peraturan No. 20 tahun 2018.Isinya antara lain, melarang mantan terpidana korupsi untuk maju dalam pemilihan legislative. Peraturan ini sudah diunggah di laman resmi KPU walaupun belum mendapat lampu merah dari Kementerian Hukum dan HAM.
Terlepas, apakah keputusan KPU akan menjadi polemic atau tidak, masyarakat diharapkan akan lebih cerdas pada saat pemilu legislatif dan presiden tahun depan.
Tanggal 1 Juli 2018 Kepolisian Republik Indonesia atau yang sering disingkat dengan Polri memperingati hari jadinya yang ke 72. Di usia yang sudah cukup matang, Polri telah melalui sejarah dan perjalanan yang cukup panjang serta menoreh prestasi yang cukup membanggakan.
Pada awal berdirinya, Kepolisian bernama Djawatan Kepolisian Negara dan secara administrasi berada di bawah Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan untuk masalah operasional, berada di bawah Jaksa Agung. Pada tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D, Djawatan Kepolisian Negara dinyatakan bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai hari jadi Polri atau dikenal dengan Hari Bhayangkara.
Polri merupakan lembaga negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Berperan langsung dalam menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Khususnya dalam rangka memelihara keamanan dalam negeri.
Saat ini, peran dan tugas Polri semakin teruji, terutama dalam menghadapi kejahatan luar biasa seperti ancaman terorisme, peredaran narkoba, serta tindak pidana korupsi.
Dalam menghadapi ancaman terorisme, selain bersinergi dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri juga memiliki pasukan elite yang bernama Densus (Detasemen Khusus) 88. Yaitu satuan yang dilatih khusus sebagai unit antiterorisme serta memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan.
Permasalahan narkoba juga menjadi bagian dari tugas Polri. Seperti dalam kasus pengungkapan 1 ton sabu di kapal MV Sunrise Glory, awal Februari 2018 lalu.
Desember 2017 yang lalu, Lembaga Kajian Kepolisian (Lemkapi) merilis survei tingkat kepuasan terhadap kinerja Polri selama 2017. Menurut Direktur Eksekutif Lemkapi, Edi Hasibuan, ada peningkatan angka kepercayaan publik pada kebijakan keamanan. Sekitar 68,5 persen masyarakat menyatakan sangat puas. Polri juga dianggap berhasil menjalin sinergitas dan koordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Prestasi dan inovasi pelayanan di berbagai bidang ini membuat masyarakat semakin nyaman.
Patut disyukuri, kinerja dan citra Polri makin diapresiasi publik. Opini publik terhadap kerja polisi saat ini menandakan optimisme meski berbagai kekurangan masih menjadi catatan. Dirgahayu Kepolisian Republik Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Sorong melakukan penandatangan nota kesepahaman dengan Kejaksaan Negeri Sorong dan Kepolisian Resort Sorong tentang koordinasi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dengan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait penanganan laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten Sorong. Penandatanganan dilakukan pada Selasa (26/6) di ruang pola kantor Bupati Sorong.
Bupati Sorong, Johny Kamuru mengatakan, dengan nota kesepahaman ini maka segala pengaduan atau laporan dari masyarakat akan ditangani oleh pihak kepolisian dan kejaksaan sekaligus menggali muatan dari pengaduan tersebut jika didalamnya ada muatan negatif maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Kepala Kepolisian Resort-Kapolres Sorong AKBP Dewa Made Sidan Sutrahna, memberikan apresiasi terhadap inisiatif Pemerintah Kabupaten Sorong yang telah berupaya mengambil langkah positif dalam menangani laporan atau pengaduan dari masyarakat. Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri-Kajari Sorong, Ahmad Muhdhor mengatakan ini merupakan tindak lanjut dari adanya nota kesepahaman ditingkat pusat dari Kejaksaan Agung, Polri dan Kementerian Dalam Negeri, harapannya persoalan yang dihadapi ditingkat daerah dapat terselesaikan dengan baik.
Meningkatkan Produksi Padi dan Jagung Kabupaten Pesisir Selatan.
Pesisir Selatan termasuk daerah dengan luas area pertanian yang cukup luas namun masih terkendala saluran irigasi yang sering bermasalah. Hal itu disampaikan Kepala Seksi Teritoral (Kasiter) komando resimen (Korem) 032 Wirabraja, Kolonel Infantri Asep Apandi kepada RRI Rabu (27/6). Dikatakan, Pesisir Selatan memiliki area yang cukup luas untuk meningkatkan produksi padi, jagung dan kedele dari tahun ke tahun. Menurut Kolonel Infantri Asep, khusus kedele, produksinya belum begitu menonjol dikarenakan berbagai faktor. Namun demikian, pemerintah dan Bintara Pembina Desa-babinsa di daerah terus mengembangkan komoditi tersebut untuk mengimbangi produksi padi dan jagung, sebagaimana target yang ditetapkan. Dari awal produksi hingga penanganan hama, TNI melalui babinsa di dearah membantu masyarakat meningkatkan produksi pertaniannya. Masyarakat di daerah sangat terbantu dengan adanya program pendampingan tersebut. Dalam beberapa waktu ke depan diharapkan produksi padi di Kabupaten Pesisir Selatan dapat menyamai daerah lain seperti Solok dan Tanah Datar. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan untuk menyikapi permasalahan yang dihadapi petani daerah, termasuk di dalamnya masalah irigasi yang bermasalah.
Mencerna Informasi dengan Cara yang Bijak
Komandan Pangkalan Utama TNI AL - Danlantamal II, Laksma TNI Agus Sulaeman menekankan pada prajuritnya dan Pegawai Negeri Sipil-PNS di lingkungan Lantamal II agar senantiasa menyikapi informasi yang berkembang di media sosial dengan cara yang baik dan bijak. Prajurit harus mampu memilah sekaligus membedakan antara informasi yang benar dan informasi yang salah. Prajurit mestinya bisa menyeleksi informasi-infiormasi yang bergulir pesat dewasa ini disamping larangan keras untuk tidak berpolitik praktis. Hal itu dikatakan Agus Sulaeman di Padang kepada RRI, Rabu (27/6/2018). Dikatakan, Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai macam suku, agama, warna kulit, bahasa, letak geografis dan adat istiadat yang beragam. Perlu dihindari hal-hal yang dapat memicu konflik antar agama dan juga antar kelompok. Hal lain yang tidak kalah penting adalah ketaatan prajurit terhadap segala macam peraturan, seperti halnya aturan berlalu lintas dan menghindari hal fatal lainnya seperti penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan Keputusan Presiden nomor 39, tanggal 15 September 2014 , setiap tanggal 29 Juni resmi menjadi Hari Keluarga Nasional ( Harganas ). Meskipun demikian, perayaan pertama kali Hari Keluarga Nasional sudah dilakukan 25 tahun sebelumnya di propinsi Lampung. Tahun ini, kota Manado, propinsi Sulawesi Utara menjadi penyelenggara peringatan Harganas ke 25 dari tanggal 2 – 7 Juli 2018. Tema peringatan tahun ini cukup menarik yaitu, Hari Keluarga: Hari Kita Semua dengan tagline Cinta Keluarga, Cinta Terencana.
Mengapa tanggal 29 Juni ini dipilih sebagai Hari Keluarga Nasional? Ada 2 sebab. Pertam,setelah melalui beberapa kali perundingan sesuai perjanjian Room Rojen tahun 1949, dalam sebuah pertemuan tanggal 22 Juni 1949, Belanda akhirnya dalam salah satu klausul akan mengembalikan kedaultan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat. Setelah perjanjian ini, sepekan kemudian, tanggal 29 Juni 1949, para pejuang yang pada masa perjuangan fisik terpisah, mulai kembali kepada keluarganya.
Kedua, tantangan yang dihadapi setelah Indonesia meraih kedaulatannya, tidak mudah. Angka perkawinan dini begitu tinggi sehingga berpengaruh langsung kepada peningkatan jumlah kelahiran di periode tahun 1950 sampai tahun 60 an. Memang peningkatan jumlah penduduk dapat mendorong laju pembangunan, namun jika tidak dikendalikan potensi itu malah menjadi beban. Oleh karena itu, sejak tanggal 29 Juni 1970 mulai digalakkan perencanaan dalam berkeluarga melalui Program Keluarga Berencana. Setelah program ini dilaksanakan secara resmi melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional di Era Orde Baru, jumlah penduduk Indonesia dapat dikendalikan.
Pada masa reformasi, sejak 1999, program ini sempat kurang mendapatkan perhatian, sehingga, terjadi peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan. Mulai ada kesadaran, untuk mengatur kembali perencanaan keluarga, melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ). Jika ditata secara baik, peningkatan jumlah penduduk, menjadi bonus demografi tahun 2030 yang dapat membuat Indonesia menempati posisi salah satu negara maju di dunia.
Kita tentu berharap, peringatan Hari Keluarga Nasional bukan sekedar upacara mengingat peran keluarga dalam pembangunan. Lebih dari itu, peringatan itu harus membuat keluarga harus menjadi salah satu motor dari pembangunan itu sendiri. Ini saatnya Keluarga juga harus menjadi pilar pembangunan dengan mengingatkan kaum muda, yang menjadi bagian dari keluarga, untuk lebih merencanakan masa depannya, masa depan Indonesia.