Dalam rangka diseminasi mengenai peran Indonesia untuk menciptakan keamanan dan perdamaian internasional, KBRI Bratislava bekerja sama dengan Central European Institute of Asian Studies (CEIAS) di Slowakia telah menyelenggarakan working lunch discussion dengan topik “Regional Security Challenges in Southeast Asia: the Role of Indonesia and ASEAN in Maintaining Peace and Stability in the Region" pada tanggal 17 Desember 2019.
Diskusi bertujuan untuk menyampaikan perkembangan lingkungan strategis kawasan Asia Tenggara berikut tantangan keamanan serta mensosialisasikan peran Indonesia dan ASEAN dalam memelihara stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tenggara, serta mempromosikan ASEAN Outlook on Indo Pacific (AOIP), yang diharapkan dapat menjadi best practices bagi negara-negara di kawasan Eropa, khususnya Slowakia. Selain itu, melalui forum ini para peserta juga menyampaikan berbagai perspektif mereka terkait posisi dan peran Indonesia dan ASEAN dalam kerangka kerja sama Indo Pasifik.
Dubes RI untuk Slowakia, Adiyatwidi Adiwoso Asmady dalam sambutan pembukaannya menyampaikan bahwa sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945, bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab untuk secara aktif berpartisipasi dalam upaya menciptakan tatanan dunia yang damai, stabil, berkeadilan, dan sejahtera. Indonesia menganut prinsip politik luar negeri bebas aktif. Untuk itu, Indonesia berperan aktif pada tataran regional dan internasional, yang dibuktikan terpilihnya Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020 dan anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022.
Menjadi pembicara utama adalah Dubes Lutfi Rauf, Deputi II Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri, Kemenko Polhukam. Dubes Lutfi dalam paparannya menyampaikan tantangan keamanan yang dihadapi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara yang semakin kompleks dan multi-dimensi. Indonesia sendiri disebutkan mendapatkan tantangan tidak hanya eksternal tetapi juga internal. Sehingga sangat penting untuk menciptakan kawasan yang stabil, aman dan damai di kawasan Asia. Untuk itu Indonesia mengusulkan konsep Indo Pasifik, dan pada KTT ASEAN 2019 telah disahkan ASEAN Outlook on Indo Pacific (AOIP). Kerja sama pada AOIP mencakup empat area yaitu maritim, konektifitas, pembangunan yang berkelanjutan dan kerja sama ekonomi. Dalam penerapannya konsep ini juga mengundang negara-negara di luar Kawasan Indo Pasifik untuk dapat menjalin dan mendukung berbagai kegiatan kerja sama di bidang tersebut. Dubes Lutfi mengajak pihak Slowakia untuk dapat mempertimbangkan untuk ikut serta dalam melaksanakan kerja sama di bawah naungan Indo Pasifik.
Dr. Richard Turschany dari CEIAS menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara besar di Kawasan Asia dan diperkirakan akan menjadi negara ekonomi terbesar ke-enam pada tahun 2020-2030. Namun masih sering kurang mendapat perhatian dari Kawasan Eropa Tengah karena saat ini perhatian Eropa Tengah masih melihat kepada Tiongkok. Ia juga mendukung stabilitas keamanan di kawasan dengan konsep Indo Pasifik perlu untuk mendapatkan perhatian dari para pemangku kepentingan di Slowakia.
Diskusi mendapat sambutan positif dan umpan balik dari pihak undangan, khususnya terkait kontribusi Indonesia dalam penegakan HAM serta pemecahan masalah HAM, yang tidak terlihat sebelumnya. Selain itu, terkait dengan terorisme, keberhasilan Indonesia dalam menanggulangi ancaman terorisme telah menjadi contoh bagi negara-negara lain, serta menarik minat untuk menjalin kerja sama.
Diskusi ini mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, tidak kurang Wakil Menteri Pertahanan Slowakia, pejabat Kemlu Slowakia, pejabat Kementerian Transportasi Slowakia, kalangan diplomatik, pengusaha, akademisi dan think-tank hadir dalam acara tersebut. Adapun yang menjadi moderator acara diskusi adalah mantan Menlu Slowakia, Pavol Demes.(Kemlu)
Menteri Luar Negeri ( Menlu) Retno Marsudi mengatakan, lima tahun ke depan diplomasi Indonesia akan sangat sibuk. Sebab, kata Retno, ke depannya Indonesia masih menjabat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan anggota Dewan HAM PBB. "Lima tahun ke depan merupakan tahun yang akan sangat sibuk bagi diplomasi Indonesia. Indonesia masih akan duduk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Sementara itu, 2020, 2021, dan 2022 Indonesia akan duduk sebagai anggota Dewan HAM PBB," kata Retno di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa
Retno juga mengatakan, pada tahun 2020, Indonesia akan menjadi tuan rumah dua agenda internasional yaitu Halal Summit dan forum regional terkait infrastruktur. Tak hanya itu, Retno mengatakan, Indonesia akan didapuk menjadi Ketua ASEAN dan G20. "Jadi untuk tahun 2023 akan diplomasi politik luar negeri Indonesia akan cukup sibuk karena kita jadi ketua untuk dua hal, yaitu ketua ASEAN dan G20," ujar dia. Retno juga menyampaikan, salah satu program lima tahun ke depan terkait perlindungan warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri yakni dengan mengintegrasikan data seluruh instansi dan lembaga di luar negri, sehingga WNI memiliki single data. Menurut dia, hal ini dapat diwujudkan dengan memperbaiki tata kelola migrasi. "Perbaikan tata kelola migrasi menuju save ordery and regular migration baik dari hulu maupun dari hilir," ucap Retno. Baca juga: Di Forum Parlemen G20, Puan Maharani Dorong Perdagangan Dunia Terbuka dan Berkeadilan Terkait dengan kedaulatan dan kebangsaan, Retno mengatakan, pihaknya akan menguatkan identitas bangsa melalui kerja sama menyebarkan toleransi kemajemukan sebagai identitas bangsa dan mengangkat isu separatisme di forum internasional. "Yang kedua mengurangi ruang gerak separatisme untuk menggunakan berbagai forum internasional untuk mengampanyekan agenda separatisme," ucap dia. (Kps)
Sebagai bagian dari program pembangunan sumber daya manusia yang menjadi fokus perhatian pemerintah dalam lima tahun mendatang, Presiden Joko Widodo mengamanatkan pembenahan menyeluruh di bidang pendidikan. Pembenahan tersebut dimaksudkan agar pendidikan nasional mampu beradaptasi dengan perubahan global yang sedemikian cepat.
Hal tersebut kembali ditekankan oleh Presiden saat memimpin rapat terbatas mengenai program pendidikan dan beasiswa bersama jajaran terkait di Kantor Presiden, Jakarta, pada Selasa, 12 November 2019.
“Saya beberapa kali telah menekankan betapa pentingnya pembenahan sistem pendidikan kita agar mampu merespons perubahan yang berjalan begitu cepat, agar lebih fleksibel, agar lebih adaptif dengan perubahan dunia yang kita alami,” ujarnya.
Untuk itu, Kepala Negara memandang diperlukan langkah-langkah terobosan yang cepat di sektor pendidikan untuk mewujudkan hal itu. Salah satunya ialah dengan pemanfaatan infrastruktur dan kemajuan teknologi untuk mengatasi rentang geografis Indonesia yang luas dan terbentang di 17 ribu pulau.
“Diperlukan langkah-langkah terobosan yang cepat dengan memanfaatkan infrastruktur dan kemajuan teknologi yang ada sehingga perwujudan dari pemerataan akses dan kualitas pendidikan yang bisa menjangkau rentang geografis negara kita yang sangat luas betul-betul bisa kita laksanakan karena mencakup 17 ribu pulau dan 300 ribu sekolah yang ada,” tutur Presiden.
Selain berbicara soal aspek sistem pendidikan, Presiden Joko Widodo juga memberi perhatian bagi kualitas infrastruktur fisik pendidikan seperti gedung-gedung sekolah utamanya yang berada di daerah-daerah terpencil di Tanah Air. Sambil menyoroti kondisi banyak gedung sekolah yang dianggap membahayakan keselamatan siswa dan guru, Kepala Negara meminta adanya skema program bersama antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi hal itu.
“Walaupun ini adalah wilayah ranah kewenangan daerah dan mestinya harus menjadi fokus perhatian pemerintah daerah, namun saya minta ada skema program bersama antara pusat dan daerah dalam melakukan percepatan untuk rehabilitasi gedung-gedung yang rusak berat, rusak sedang, maupun rusak ringan,” ucapnya.
Adapun untuk mendukung upaya peningkatan akses yang lebih luas kepada pelayanan pendidikan, pemerintah saat ini juga mempersiapkan program beasiswa yang disalurkan melalui Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah. Presiden meminta agar program tersebut benar-benar dipersiapkan dengan baik.
“Jangan sampai mereka ada yang putus sekolah gara-gara urusan biaya pendidikan,” tandasnya. ( BPMI Setpres)
Satu lagi, pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI), NC 212i mengudara di langit Thailand. Tepat pukul 17.00 sore hari 11 November 2019 pesawat dengan nomor registrasi AX-2125 mendarat dengan selamat di Air Base Nakhon Sawan, disambut oleh Duta Besar RI untuk Thailand, Ahmad Rusdi dan Tim dari KBRI Bangkok dan Tim PTDI serta Tim dari Thailand.
Keesokan harinya (12/11) pesawat dengan berat sekitar 7 ton tersebut secara resmi diserahterimakan oleh perwakilan dari PTDI yang juga Kepala Sub Direktorat Perencanaan dan Manajemen Program, Iwan Krisnanto. Sementara itu, dalam kegiatan final acceptance tersebut pihak Thailand diwakili oleh Direktur Jenderal pada Department of the Rain-Making and Agricultural Aviation, Ministry of Agriculture and Cooperatives (MOAC) Thailand, DR. Dr. Surasri Kidtimonton.
Prosesi serah terima dilakukan dengan uji terbang selama 2 jam untuk melihat performa pesawat dalam kondisi 2 mesin dihidupkan, dan kemudian dalam kondisi satu mesin dimatikan, serta untuk menguji performa pesawat saat mendarat. Kegiatan uji terbang tersebut dilakukan secara bersama-sama antara Kapten Pilot Indonesia dan Kapten Pilot Thailand.
Pada kesempatan tersebut, Duta Besar RI yang menyaksikan seremonial serah terima pesawat menyampaikan rasa bangganya karena pesawat yang diproduksi oleh anak bangsa mendapatkan penerimaan yang baik dari pihak Thailand.
“Serah terima pesawat PT DI kepada pihak Thailand ini terasa spesial karena bertepatan dengan momentum peringatan hari pahlawan", demikian ungkap Dubes RI Ahmad Rusdi.
Dubes RI juga menambahkan bahwa ke depan Thailand masih berencana untuk memesan lagi pesawat sejenis dari PT DI. Ditekankan juga olehnya bahwa peluang Indonesia untuk berekspansi di sektor industri strategis di Thailand sangat besar. Untuk itu Duta Besar RI berharap dukungan dari Pemerintah Pusat terhadap upaya ekspansi perusahaan atau BUMN ke Thailand terus ditingkatkan.
Sebelumnya, pada 24 Oktober 2019 pesawat buatan PT DI NC 212i, dengan Nomor Registrasi AX-2124 juga telah mendarat dengan selamat di Air Base Nakhon Sawan, Thailand. Berdasarkan keterangan dari Tim Teknisi PT DI, sebelum diserahterimakan kepada pihak Thailand, pesawat tersebut telah melalui uji coba dengan jam terbang tidak kurang dari 20 jam.
Dalam kesempatan tersebut, Koordinator Pelaksana Fungsi Ekonomi KBRI Bangkok, Lingga Setiawan yang turut hadir menekankan bahwa KBRI Bangkok selalu mendukung upaya-upaya Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kinerja ekspor melalui penguatan kerja sama di sektor industri strategis. Indonesia dan Thailand dalam pertemuan-pertemuan resmi telah sampai pada kesepakatan untuk mendorong peningkatan kerja sama dalam sektor industri strategis. Untuk itu, lanjutnya, produk-produk yang dihasikan oleh BUMN di Indonesia, seperti PT DI, PT INKA, PT PAL, dan PT PINDAD kiranya perlu terus didukung pemasarannya di luar negeri.
Dalam catatan KBRI Bangkok, antara tahun 1978 hingga 2016, Thailand telah membeli 8 (delapan) Pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) yakni 5 (lima) unit NC212 untuk keperluan pertanian (Department of Royal Rainmaking), dan 2 (dua) unit CN235-200 serta 1 (satu) unit CN235-200M (Royal Thai Police) untuk alat transportasi militer. Dengan bertambahnya dua pesawat di tahun 2019 ini genap 10 pesawat buatan PTDI dibeli oleh Thailand.
Pesawat NC212i merupakan pesawat multiguna generasi terbaru dari NC212 dengan kapasitas 28 penumpang, memiliki ramp door, kabin yang cukup luas dikelasnya, sistem navigasi dan komunikasi yang lebih modern. PTDI telah berhasil memproduksi pesawat NC212 sebanyak 115 unit untuk dalam negeri maupun luar negeri, dari total sebanyak 586 unit populasi pesawat NC212 series di dunia. (Kemlu)