Pada pembukaan Pertemuan ke-41 Governing Council - International Fund for Agricultural Development of the United Nations (IFAD) tanggal 13-14 Februari 2018 di Roma, Italia, Rionald Silaban, Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional, terpilih sebagai Vice-Chair/Wakil Ketua untuk periode 2018-2020. Silaban secara aklamasi memperoleh kepercayaan kembali dari seluruh anggota untuk periode kedua berturut-turut. Kali ini, Indonesia terpilih bersama-sama dengan Chairdari Belanda dan Vice-Chair kedua dari Argentina.
Governing Council merupakan dewan pengambil keputusan tertinggi di IFAD yang terdiri dari negara-negara anggota “pemegang saham". Badan PBB yang dipimpin oleh Gilbert F. Houngbo ini merupakan satu-satunya institusi keuangan internasional yang secara khusus didedikasikan untuk mendorong investasi di kawasan pedesaan demi tujuan pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Saat ini, sekitar 80% dari 815 juta penduduk kategori sangat miskin di dunia ada di kawasan pedesaan dan mayoritas adalah petani.
Dalam sesi Pembukaan sidang, hadir Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina dan Menteri Pertanian Peru, yang mewakili Presiden Republik Peru, Pedro Pablo Kuczynski Godard. Keduanya menyampaikan upaya negaranya masing-masing untuk memperbaiki sektor pertanian sebagai prioritas penting dalam menopang pembangunan nasional yang berkelanjutan.
"Kerja sama dengan IFAD baik untuk Indonesia, karena ditujukan kepada petani kecil. Saat ini program IFAD di Indonesia diprioritaskan bagi petani dan nelayan di Indonesia Timur. Sejak 2017 IFAD memilih Jakarta sebagai kantor regionalnya, yang merupakan bentuk kepercayaan terhadap peran penting Indonesia," demikian menurut Silaban. Lebih lanjut disampaikan Silaban bahwa kontribusi Indonesia di IFAD merupakan salah satu bentuk bantuan bagi masyarakat internasional. Indonesia dianggap berhasil membangun perekonomian dari lower income menjadi middle income countries.
Kuasa Usaha Sementara KBRI Roma, Charles F. Hutapea, mewakili Duta Besar Esti Andayani menyambut baik penunjukan kembali Indonesia sebagai pimpinan sidang IFAD dimaksud.
"Hal ini memperlihatkan kepercayaan dunia internasional terhadap peran penting Indonesia dalam upaya bersama mengatasi ragam tantangan global, terutama di bidang pembangunan pertanian berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan petani kecil. Status Indonesia sebagai anggota G20 dan emerging economy, semakin memperkuat postur diplomasi RI di forum internasional," ujarnya.
Sejak awal pendirian IFAD di tahun 1977 s.d. tahun 2016, IFAD telah mengesahkan lebih dari 1037 proyek yang telah menyentuh dan membantu sekitar setengah milyar petani di dunia. Dalam program pembangunan pertanian IFAD periode ke-11 (2019-2021), IFAD menargetkan untuk mengucurkan program pinjaman dan hibah pertanian bernilai lebih dari 3,5 milyar USD.
Sementara itu, menurut Sekretaris I Multilateral KBRI Roma, Gustaf Sirait, kerja sama Indonesia dan IFAD sejak 1980 semakin diperkuat pada tahun 2017 dengan dibukanya kantor perwakilan IFAD di Indonesia yang juga menjadi pusat regional IFAD untuk sub Asia Tenggara dan Pasifik.
Saat ini, terdapat empat proyek pembangunan pertanian IFAD bersama Pemerintah Indonesia dengan nilai lebih dari 941 juta USD yang memberikan dukungan dan keuntungan bagi lebih dari 122 juta penduduk. Beberapa proyek IFAD di Indonesia seperti pembangunan komunitas pesisir telah diakui sebagai contoh teladan (best practice) dan akan disebarluaskan pada skala global.
Partisipasi Indonesia dalam pertemuan IFAD ini didukung oleh Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian dan BAPPENAS.(Kemlu)
Kelapa sawit merupakan kepentingan nasional dan sudah menjadi bagian dari kebijakan strategis luar negeri Indonesia. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Council for Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Mahendra Siregar, di hadapan 134 Duta Besar, Konsul Jenderal, dan Konsul RI dalam salah satu sesi Rapat Kerja Kepala Perwakilan RI (Raker Keppri) pada tanggal 14 Februari 2018 di Kementerian Luar Negeri. “Indonesia perlu mendiversifikasi negara tujuan ekspor kelapa sawit agar tetap memiliki alternatif pasar walaupun terdapat rencana Uni Eropa untuk phasing out biofuel berbasis kelapa sawit pada tahun 2021," lanjut Mahendra dalam paparannya.
Kelapa sawit merupakan komoditas utama ekspor Indonesia. Nilai ekspor produk kelapa sawit melampaui ekspor migas Indonesia (senilai USD 15 milyar di tahun 2017) dan jauh melampaui ekspor lima komoditas perkebunan utama Indonesia lainnya seperti karet, kakao, kopi, tebu, dan teh. Berdasarkan data yang dirilis oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2017 mencapai US$ 22,97 miliar, atau naik 26% dari tahun 2016 sebesar US$ 18,1 milyar yang merupakan 12,3% dari total ekspor pada tahun 2016. Tujuan ekspor utama kelapa sawit Indonesia saat ini adalah India (34%), Uni Eropa (18%), Tiongkok (14%), Pakistan (10%), dan Bangladesh (6%).
Kelapa sawit juga memiliki nilai strategis terhadap upaya Pemerintah dalam hal pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Dono Boestami, sebagai salah satu panelis, menyampaikan bahwa sektor kelapa sawit diperkirakan mampu mengurangi angka kemiskinan lebih dari 10 juta orang, dan minimal 1,3 juta orang di pedesaan mampu keluar dari garis kemiskinan berkat pertumbuhan sektor kelapa sawit.
Sementara itu Deputi II Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Musdhalifah Machmud, menyuarakan hal yang sama dengan memaparkan bahwa 41% perkebunan kelapa sawit dikelola oleh petani kecil. Perkebunan kelapa sawit berkontribusi terhadap 5,5 juta lapangan pekerjaan serta mendukung kehidupan 12 juta orang. Dalam hal ini kelapa sawit berkontribusi terhadap upaya pencapaian pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals), khususnya terkait tujuan pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, pengembangan energi terbarukan, dan penyediaan pangan.
Addressing inequality dan penguatan ekonomi lokal merupakan game changer dalam melihat kelapa sawit. Kelapa sawit tidak hanya dilihat sebagai kepentingan industri besar, tetapi kelapa sawit merupakan kepentingan jutaan petani kecil dan konsisten dengan agenda global SDGs. Maka dari itu, tahun lalu Presiden RI memberikan perhatian khusus dan menjadikan sektor kelapa sawit menjadi strategis, antara melalui replanting dan pemberian sertifikat lahan kepada petani kecil.
Namun disadari bahwa ekspor komoditas kelapa sawit terus menghadapi banyak tantangan dan hambatan akses pasar, baik dalam bentuk tarif maupun non-tarif, terkait lingkungan, kesehatan, hak asasi manusia, dan lainnya. “Pengusaha mengharapkan dukungan Perwakilan RI untuk menyuarakan paradigma baru kelapa sawit sebagai komoditas penting bagi kesejahteraan petani kecil dan pencapaian SDGs, khususnya kepada negara-negara konsumen yang memiliki perspektif negatif terhadap kelapa sawit," ujar Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Togar Sitanggang. Ketiga panelis juga menekankan pentingnya kolaborasi seluruh pemangku kepentingan yang ada baik dalam dan luar negeri dalam memperjuangkan kelapa sawit. (Kemlu).
Presiden Joko Widodo membuka secara resmi Rapat Kerja Kepala Perwakilan RI dengan Kementerian Luar Negeri (Raker Keppri), di Jakarta,kemarin (12/5). Tema yang diambil dalam Raker Keppri tahun ini adalah “Diplomasi Zaman Now”. Menurut Presiden Jokowi, diplomasi perdamaian yang dilakukan Indonesia mendapatkan apresiasi dari para pemimpin dunia, antara lain dari Presiden Palestina, Presiden Iran, dan Presiden Afghanistan. Indonesia juga terus membantu upaya perdamaian dan pembangunan bagi negara-negara yang membutuhkan bantuan seperti Palestina, Afghanistan, Myanmar, dan Bangladesh, demi menunaikan amanah konstitusi yang diemban.
“Saya minta Menlu dan seluruh kepala perwakilan melanjutkan kontribusi Indonesia untuk perdamaian dan kemanusiaan,” kata Presiden Jokowi. Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar yang moderat dan majemuk, sekaligus negara terbesar ketiga di dunia, Presiden mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjadi bagian dari solusi permasalahan global. Di hadapan para kepala perwakilan RI, Presiden Jokowi memberikan arahan mengenai pentingnya para diplomat menghadapi tantangan-tantangan diplomasi masa kini.
Tantangan-tantangan tersebut meliputi konflik dan perang, krisis kemanusiaan, terorisme, kejahatan lintas batas termasuk perdagangan orang, dan narkoba. Tantangan ini bukan hanya dihadapi oleh Indonesia, namun juga seluruh dunia. Selain itu, Presiden juga menggarisbawahi mengenai persaingan ekonomi yang semakin tajam. Hal ini menyebabkan semua negara ingin menjadi pemenang.
“Masyarakat Indonesia mengharapkan para diplomatnya dapat menjadi diplomat yang mampu memperjuangkan kepentingan Indonesia, oleh karena itu pendekatan baru diplomasi kita harus terus disesuaikan sesuai tantangan zaman yang ada. Diplomasi yang cepat, responsif, dan tanggap,” ujar Presiden Jokowi. Presiden juga mengingatkan bahwa Indonesia sebagai anggota G20 sudah saatnya tidak lagi menerima bantuan, namun memberikan bantuan kepada negara-negara yang membutuhkan bantuan Indonesia, seperti negara-negara di Pasifik. Selain diplomasi perdamaian, diplomasi ekonomi juga menjadi sorotan bagi Presiden Jokowi. Kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah peningkatan investasi dan peningkatan ekspor. Terkait hal tersebut, Presiden mengungkapkan bahwa Indonesia harus lebih serius menggarap pasar-pasar non-tradisional seperti negara-negara Asia Selatan dan Afrika. “Pakistan misalnya, jumlah penduduknya banyak, potensinya besar sekali, jangan dipandang sebelah mata potensi ini.
Hal terakhir yang disoroti oleh Presiden Jokowi adalah pelindungan WNI di luar negeri. Presiden meminta perwakilan RI mempersingkat birokrasi terkait untuk memberikan pelayanan kepada WNI yang berada di luar negeri. “Saya mengapresiasi berbagai langkah yang telah dilakukan dalam menciptakan standardisasi dalam sistem pelindungan WNI kita di luar negeri, seperti penguatan instrumen hukum, kapasitas SDM, penyadaran publik, dan aplikasi sistem,” ujar Presiden Jokowi. Setelah memberikan arahan kepada para kepala perwakilan RI, Presiden Jokowi meninjau Ruang Pelayanan Terpadu Kementerian Luar Negeri. Ruangan ini menyediakan pelayanan kekonsuleran, fasilitas diplomatik, serta informasi. Presiden juga mendapatkan presentasi singkat tentang aplikasi SafeTravel, yang rencananya akan diluncurkan akhir bulan ini.
Sebelum mengakhiri kunjungannya di Kemlu, Presiden menyempatkan diri untuk beraudiensi singkat dengan para diplomat muda di Kantin Diplomasi.
Raker Keppri dihadiri oleh 134 kepala perwakilan RI yang terdiri dari duta besar, konsul jenderal, dan konsul. Selama raker yang akan berlangsung hingga Kamis (15/2), para kepala perwakilan akan membahas berbagai hal prioritas yang meliputi diplomasi ekonomi, pelindungan WNI, isu perbatasan, diplomasi kelapa sawit, dan pencalonan Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. (Kemlu)
Menyongsong era revolusi industri 4.0, keunggulan Sumber Daya Manusia menentukan daya saing bangsa. Hal tersebut mendorong Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi dalam peninjauan ke Tsinghua University Science Park (TusPark) yang merupakan pusat pengembangan IPTEK terkemuka untuk pengembangan kerja sama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang dilakukan dalam rangkaian kunjungan kerja bilateral Menlu di Beijing (9/2) atas undangan dari Menteri Luar Negeri RRT, Wang Yi.
Menlu RI menjelaskan bahwa peninjauan ini merupakan tindak lanut dari hasil pertemuan Presiden Joko Widodo menerima Presiden Universitas Tsinghua di sela-sela penyelenggaraan Belt and Road Forum for International Cooperation di Beijing bulan Mei 2017. Pada kesempatan tersebut, Presiden Universitas Tsinghua melaporkan bahwa Universitas Tsinghua telah menandatangani Letter of Intent dengan Kementerian Perindustrian terkait kerja sama antara sektor industri dan universitas di Indonesia, serta pelatihan bakat-bakat inovatif dan kewirausahaan.
Kerja sama dengan TusPark merupakan salah satu bagian dari upaya pengembangan kerja sama internasional Indonesia guna mendukung peningkatan kualitas SDM, khususnya dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
Universitas Tsinghua adalah salah satu universitas paling terkemuka di RRT, yang berdiri sejak 1911. Saat ini, Universitas Tsinghua tercatat memiliki lebih dari 45.000 mahasiswa dengan lebih dari 3.000 pengajar di 55 departemen berbagai bidang keilmuan. Universitas Tsinghua menjadi tempat menimba ilmu beberapa tokoh pemimpin RRT, termasuk Presiden Xi Jinping, mantan Presiden Hu Jintao, dan mantan PM Zhu Rongji.
TusPark sendiri menaungi lebih dari 20 perusahaan high-tech seperti Microsoft, Google, Toyota, dan NEC. Saat ini, TusPark turut membangun inkubator bisnis pertama Amerika Serikat dan RRT di Silicon Valley serta tercatat memiliki jaringan inovasi terbesar di dunia.(Kemlu)