VOI WARNA WARNI Ritual banyak sekali ditemukan di Indonesia. Jika Anda berkunjung ke Indonesia, pada waktu tertentu mungkin Anda akan menemukan sebuah tradisi yang selalu dilakukan masyarakat sekitarnya. Hal ini juga terjadi di Kalimantan Tengah, dimana masyarakat suku Dayak melakukan ritual yang disebut Tiwah. Ritual ini dipercaya sebagai cara untuk mengantarkan jiwa yang telah meninggal dunia ke alam baka. Jasad seseorang yang telah meninggal dunia selama belasan bahkan puluhan tahun ini akan dipindahkan ke sebuah tempat bernama Sandung.
Ritual Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau atau Surga – dalam Bahasa Sangiang. Sehingga arwah tersebut dapat hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa. Selain itu, Tiwah Suku Dayak Kalimantan Tengah juga dimaksudkan oleh masyarakat sebagai prosesi suku Dayak untuk melepas Rutas atau kesialan bagi keluarga Almarhum yang ditinggalkan dari pengaruh-pengaruh buruk yang menimpa. Ritual yang dilakukan secara besar-besaran ini biasanya mampu menarik wisatawan untuk menyaksikannya.
Kedengarannya sedikit mengerikan ketika disebutkan bahwa keluarga almarhum melakukan ritual ini dengan cara memindahkan sisa jasad yang telah meninggal ke tempat lain. Itu berarti pihak keluarga harus memindahkan tulang belulang atau apapun yang tersisa dari seseorang yang telah lama dikuburkan. Meskipun hal ini dianggap sedikit menakutkan namun bagi masyarakat suku dayak di Kalimantan tengah, ini adalah satu hal penting yang harus dilakukan setiap keluarga.
Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak. Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan dengan ritual lanjutan yang disebut sebagai penyempurnaan. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu kenyamanan dan ketentraman orang yang masih hidup. Selanjutnya, Tiwah juga bertujuan untuk melepas ikatan status janda atau duda bagi pasangan berkeluarga.
Setelah ritual Tiwah dilakukan, maka secara adat pasangan yang masih hidup diperkenankan untuk menentukan pasangan hidup selanjutnya atau tetap memilih untuk tidak menikah lagi. Melaksanakan upacara tiwah bukan pekerjaan mudah. Diperlukan persiapan panjang dan cukup rumit serta pendanaan yang tidak sedikit. Selain itu, rangkaian prosesi tiwah ini sendiri memakan waktu hingga berhari-hari nonstop, bahkan bisa sampai satu bulan lebih lamanya.
Jika dilihat dari sisi komersial, ritual semacam ini sangat diperlukan untuk mempromosikan sektor pariwisata di Indonesia terutama di Kalimantan Tengah. Namun kunjungan wisatawan juga diharapkan tidak menganggu kesucian ritual ini. Jadi sebaiknya wisatawan yang datang untuk meyaksikan ritual ini mengikuti peraturan yang telah dibuat. Ritual seperti ini memang tidak dapat ditentukan waktunya. Karena ritual ini telah masuk dalam agenda tahunan pemerintah setempat maka waktunya pun dapat Anda sesuaikan dengan jadwal berlibur Anda.
Hal ini dilakukan bukan untuk mengeksploitasi ritual tersebut. Semua dilakukan untuk mempertahankan dan memperkenalkan pada masyarakat luas akan kekayaan yang dimiliki oleh suku dayak Kalimantan tengah. demikian informasi mengenai sebuah ritual untuk mengantarkan jiwa sanak sodara yang telah meninggal dunia melalui tiwah. Terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada Warna Warni edisi berikutnya.
VOI WARNA WARNI Sebuah budaya memang tidak akan pernah lepas dari tradisi. Secara turun temurun tradisi di berbagai tempat di Indonesia diajarkan kepada generasi yang lebih muda agar dapat terus dilakukan bahkan dilestarikan. Salah satu tradisi yang berakar dari budaya Papua adalah pesta bakar batu. Apakah sebenarnya pesta bakar batu ini?
Secara logika mungkin Anda akan berpikir, untuk apa berpesta dengan cara membakar batu. Tradisi pesta bakar batu merupakan ritual memasak bersama-sama warga 1 kampung yang bertujuan untuk bersyukur, bersilaturahim. Seperti menyambut kebahagiaan seperti kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku, atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang. Dalam memasak dan mengolah makanan untuk pesta tersebut, suku-suku di Papua menggunakan metode bakar batu.Tiap daerah dan suku di kawasan Lembah Baliem memiliki istilah sendiri untuk bakar batu. Dalam pesta ini akan terlihat betapa tingginya solidaritas dan kebersamaan masyarakat Papua. Makna lain dari pesta ini adalah sebagai ungkapan saling memaafkan antar-warga. Pesta bakar batu ini tidak ditentukan waktunya dan belum menjadi agenda tahunan pemerintah setempat.
Prosesi Pesta Bakar Batu biasanya terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, bakar babi, dan makan bersama. Tahap persiapan diawali dengan pencarian kayu bakar dan batu yang akan dipergunakan untuk memasak. Batu dan kayu bakar disusun kemudian tumpukan tersebut dibakar hingga kayu habis terbakar dan batuan menjadi panas. Pada saat inilah semua bahan makanan diletakkan diatas batu yang dilapisi daun pisang. Memerlukan waktu satu setengah jam agar semua bahan makanan tadi matang dengan baik. Yang perlu diketahui adalah semua bahan makanan tadi tidak diberi bumbu sehingga rasa tawar pada makanan akan terasa.
Setelah satu setengah jam dan semua bahan makanan telah matang, maka dimulailah acara makan bersama. Hal tersebut merupakan acara yang selalu di tunggu oleh seluruh anggota suku. Kebersamaan sangat kental terasa ketika acara makan dimulai. Proses persiapan yang dilakukan oleh seluruh anggota suku merupakan sebuah wujud kebersamaan yang tidak ternilai. Baiklah pendengar, demikian informasi mengenai pesta bakar batu di Papua. Terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada Warna Warni edisi berikutnya.
VOI KOMENTAR Dalam beberapa bulan ke depan, 171 daerah di Indonesia akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Kesiapan penyelenggara pun menjadi kunci penting, agar kejadian yang tak diinginkan seperti di pilkada tahun-tahun sebelumnya tidak terulang kembali.
Pilkada tahun 2018 adalah Pilkada serentak gelombang tiga yang pernah diselenggarakan di Indonesia. Pilkada gelombang pertama diselenggarakan tahun 2015 dan yang ke dua tahun 2017. Pilkada yang kini dijadwalkan akan diselenggarakan Juni 2018, diikuti 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota.
Berdasarkan hasil perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) Pilkada Serentak 2018 menyentuh angka 160 juta jiwa. Jumlah ini, menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), menyebabkan potensi konflik pun menjadi sangat besar. Selain itu, anggaran yang berputar pada Pilkada 2018 pun mencapai rekor tertinggi dalam sejarah Pilkada di Indonesia, yaitu 20 triliun Rupiah.
Bangsa Indonesia berharap, Pilkada Serentak 2018 dapat berjalan sukses. Semoga semua pihak termasuk penyelenggara, partai politik yang mengusung pasangan calon kepala daerah, peserta atau calon itu sendiri, maupun para pemilih, dapat mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Berkaca pada pengalaman Pilkada sebelumnya, kontestasi pasangan calon dan partai politik dinilai berpotensi menimbulkan konflik. Misalnya, bila ada pasangan calon yang lebih mengedepankan kesukuan, agama, atau pun kelompok, ketimbang program untuk menarik suara pemilih. Semoga hal seperti ini tidak terjadi lagi. Karena setelah berulang kali melaksanakan Pilkada dan juga Pemilu , bangsa Indonesia sepatutnya sadar bahwa kesatuan dan persatuan adalah yang terpenting dibanding sekedar ambisi untuk menjadi pemimpin.
VOI PESONA INDONESIA Menjelang tahun baru 2018, ada beberapa kota yang rutin menggelar tradisi tahunan di daerahnya masing-masing untuk menyambut tahun baru masehi. Contohnya adalah Manado yang menggelar tradisi Mekiwuka. Kota Manado tidak hanya memiliki daya tarik pada wisata alamnya saja, tetapi budayanya pun memiliki daya tarik bagi wisatawan yang mengunjungi kota ini.
upacara Mekikuwa adalah upacara adat suku Minahasa di Manado. Mekiwuka merupakan ungkapan rasa syukur atas pemeliharaan Tuhan disepanjang tahun yang telah dilewati dan permohonan kepada Tuhan agar dibukakan jalan untuk memperoleh banyak berkat dalam menjalani tahun yang baru.
Upacara adat ini diselenggarakan dengan melakukan pawai yang dilakukan oleh seluruh warga kampung dengan memainkan alat musik sambil bernyanyi. Mereka mengunjungi setiap rumah untuk memberi selamat tahun baru. Mekiwuka dilakukan mulai dari tengah malam pergantian tahun hingga subuh.
upacara Mekiwuka ini sudah ada sejak sejak beberapa tahun lalu di pesisir teluk Manado. Tradisi ini merupakan hasil kesepakan antara suku Minahasa dan orang Borgo. Orang Borgo adalah keturunan langsung hasil perkawinan campur antara suku Minahasa asli dan orang-orang Eropa, Spanyol, dan Portugis yang datang untuk berdagang di Kota Manado.
Pengaruh masyarakat keturunan Borgo terhadap seni tradisional sebagai bagian dari identitas Minahasa di Manado adalah tarian Katrili dan Figura. Figura mirip dengan Mekiwuka, keduanya merupakan tradisi menyambut tahun baru, bedanya kalau Mekiwuka dilaksanakan pada saat tengah malam menjelang pergantian tahun, sedangkan figura biasanya dilaksanakan saat kunci taong (tutup tahun) seminggu sesudah tahun baru.
untuk melestarikan budaya ini setiap tahunnya, pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui Dinas Pariwisata menggelar Festival adat Mekiwuka yang dirangkaikan dengan festival Figura setiap tahunnya.
Festival Adat Mekiwuka dilaksanakan resmi oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2016, sedangkan Festival Figura sudah menjadi agenda rutin setiap tahunnya.