09
August

 

VOInews.id- Kejahatan perang yang dilakukan oleh junta Myanmar, termasuk membom warga sipil, menjadi "semakin sering dan keterlaluan", kata sebuah tim investigasi PBB dalam satu laporan yang diterbitkan.

Laporan yang disampaikan Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar (IIMM) dalam periode Juli 2022 - Juni 2023 itu menyebutkan ada "bukti kuat bahwa militer Myanmar dan milisi-milisi yang menjadi afiliasinya telah melakukan tiga jenis kejahatan perang terkait pertempuran, yang frekuensi dan kekurang ajarannya terus meningkat.

Kejahatan-kejahatan ini di antaranya menyasar warga sipil tanpa pandang bulu atau tidak proporsional dengan menggunakan bom dan pembakaran rumah serta bangunan sipil, yang kadang menghancurkan seluruh desa, kata laporan IIMM itu. Laporan itu juga mengungkapkan ada "pembunuhan warga sipil atau kombatan yang ditahan selagi operasi".

"Bukti kami mengarah kepada semakin dramatisnya kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi di negara ini, dengan serangan yang kian luas dan sistematis terhadap warga sipil. Kami tengah menyusun perkara yang bisa digunakan oleh pengadilan untuk meminta pertanggungjawaban dari individu pelaku," kata Nicholas Koumjian, Ketua IIMM.

Sejak junta merebut kekuasaan dua tahun lalu, Myanmar terjerumus dalam kekacauan, dengan kemunculan gerakan perlawanan terhadap militer di berbagai front, setelah penumpasan berdarah yang dilakukan junta terhadap lawan-lawannya yang memicu negara-negara Barat kembali menjatuhkan sanksi. Seorang juru bicara junta tidak dapat dihubungi untuk diminta komentar mengenai temuan yang dibuat tim penyelidik PBB ini.

Junta sebelumnya membantah telah terjadi kekejaman, dengan dalih tengah melancarkan operasi yang sah melawan teroris. Meskipun menjustifikasi pemboman sebagai serangan terhadap sasaran militer, tim penyelidik PBB menyebut militer Myanmar "semestinya mengetahui atau memang sebenarnya tahu" bahwa ada warga sipil dalam jumlah besar di atau sekitar sasaran-sasaran terduga ketika serangan itu terjadi.

 

Sumber: Reuters

08
August

 

VOInews.id- Kantor Kepresidenan Ukraina menilai pertemuan yang diselenggarakan Arab Saudi di Kota Jeddah merupakan langkah penting menuju penerapan inisiatif perdamaian yang diusulkan Kiev, untuk menyelesaikan konfliknya dengan Rusia.

“Setiap negara yang berpartisipasi dalam konsultasi (di Jeddah) memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinan dalam upaya global untuk perdamaian. Dan sebagian besar dari mereka telah menentukan peran mereka dalam implementasi poin-poin tertentu dari Formula (Perdamaian),” kata Kepresidenan Ukraina dalam sebuah pernyataan.

Pihak Ukraina mencatat bahwa lebih dari 40 negara mengirimkan perwakilannya dalam pertemuan yang diadakan di tingkat penasihat keamanan nasional dan pejabat kebijakan luar negeri. Jumlah itu hampir tiga kali lebih banyak daripada konsultasi perdamaian Ukraina yang sebelumnya diselenggarakan di Kopenhagen, Denmark, pada Juni lalu.

“Ini menunjukkan minat besar dunia dalam membangun perdamaian yang berkelanjutan dan abadi. Para pihak setuju untuk terus bekerja di berbagai tingkat perwakilan untuk membangun perdamaian yang adil dan komprehensif," tutur Kepresidenan Ukraina.

Menurut Kepala Kantor Kepresidenan Ukraina Andriy Yermak, konsultasi produktif dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip utama yang harus dibangun untuk perdamaian yang adil dan abadi. “Kami melakukan percakapan yang sangat jujur dan terbuka, di mana perwakilan dari setiap negara dapat menyuarakan posisi dan visi mereka. Ada pandangan yang berbeda, tetapi semua peserta menunjukkan komitmen negara mereka terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB, hukum internasional, dan penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial negara yang tidak dapat diganggu gugat," kata dia.

 

“Dan berdasarkan prinsip-prinsip inilah Formula Perdamaian Presiden (Volodymyr) Zelenskyy dibangun, yang telah kami jelaskan secara rinci," ujar Yermak, menambahkan. Pertemuan yang berlangsung selama akhir pekan di Jeddah diselenggarakan tanpa mengundang pihak Rusia.

 

Sumber: Anadolu

08
August

 

VOInews.id- Rusia akan meluncurkan pesawat antariksa untuk mendarat di bulan pada Jumat, pertama sejak 47 tahun, dengan tujuan kutub selatan bulan yang merupakan sumber air potensial untuk menyokong kehadiran manusia di sana di masa depan. Peluncuran yang dilakukan dari pelabuhan luar angkasa Kosmodrom Vostochny, berjarak 5.550 km timur Moskow, akan berlangsung empat minggu setelah India mengirim pesawatnya Chandrayaan-3 yang dijadwalkan mendarat di kutub selatan bulan pada 23 Agustus.

Permukaan bulan yang kasar akan membuat pendaratan sulit, namun kutub selatan adalah tujuan yang berharga karena para peneliti yakin tempat itu menyimpang jumlah besar es yang dapat digunakan untuk menyaring bahan bakar hidrogen dan oksigen, begitu juga bisa menjadi air minum.

Badan antariksa Rusia Roscosmos menjawab pertanyaan Reuters bahwa pesawat luar angkasa, Luna-25 akan butuh waktu lima hari untuk terbang ke bulan dan menghabiskan lima hingga tujuh hari selanjutnya mengorbit bulan sebelum turun ke salah satu dari tiga titik pendaratan sekitar kutub selatan, jadwal yang menyiratkan bahwa mereka bisa mengejar atau sedikit mengalahkan pesaing mereka dari India untuk mendarat di permukaan bulan.

 

antara

08
August

 

VOinews.id- Rusia dan Ukraina kembali melaksanakan pertukaran tawanan pada Senin, yang memulangkan 22 prajurit Ukraina, menurut pejabat senior Ukraina. Kepala Staf Kepresidenan Ukraina Andriy Yermak mengatakan para prajurit yang dibebaskan itu termasuk dua perwira, sersan dan prajurit yang bertugas di daerah yang berbeda di medan perang.

Beberapa di antaranya terluka. Sebuah video yang diunggah di layanan pesan Telegram menunjukkan prajurit-prajurit tersebut berbalutkan bendera Ukraina berwarna biru dan kuning dan berpose serta meneriakkan "Jaya untuk Ukraina".

"Hari ini kami memulangkan 22 pejuang Ukraina dari tawanan," kara Yermak, menambahkan bahwa prajurit tertua berumur 54 tahun dan termuda berumur 23 tahun. Tidak ada tanggapan dari Rusia dan Yermak tidak memberikan keterangan lain terkait pertukaran tersebut. Rusia dan Ukraina secara berkala melakukan pertukaran tawanan selama perang berlangsung, yang telah memasuki bulan ke-18.

 

Sumber: Reuters