VOInews.id- Ukraina sedang menyiapkan rute pelayaran sementara untuk mempertahankan pengiriman biji-bijian setelah Rusia keluar dari kesepakatan yang memungkinkan ekspor Ukraina melalui koridor perairan aman yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Rusia menyerang pelabuhan Ukraina di Odesa selama dua malam berturut-turut pada Selasa (18/7), setelah mengumumkan keluar dari kesepakatan biji-bijian Laut Hitam dan mencabut jaminan keamanan pelayaran.
Dalam sebuah surat tertanggal 18 Juli yang diserahkan kepada badan perkapalan PBB, Organisasi Pelayaran Internasional, pada Rabu, Ukraina mengatakan telah memutuskan untuk sementara membangun rute maritim yang direkomendasikan.
"Tujuannya adalah untuk memfasilitasi pembukaan blokade pengiriman internasional di bagian barat laut Laut Hitam," kata pelaksana tugas Menteri Ukraina untuk urusan Masyarakat, Wilayah, dan Pembangunan Infrastruktur Vasyl Shkurakov dalam surat tersebut. Ukraina menambahkan dalam surat itu bahwa rute lalu lintas tambahan yang dibuatnya akan mengarah ke perairan teritorial dan zona ekonomi maritim eksklusif Romania, yang merupakan salah satu negara tetangga di Laut Hitam.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiyy mengatakan kesepakatan biji-bijian Laut Hitam dapat berlanjut tanpa partisipasi Rusia, dan Kiev sedang mengerjakan opsi untuk menjaga komitmennya pada pasokan pangan.
Sejak langkah Rusia untuk keluar dari kesepakatan, perusahaan-perusahaan asuransi telah meninjau keinginan mereka untuk melindungi pelayaran ke Ukraina. Fasilitas asuransi kargo yang menyediakan perlindungan untuk pengiriman melalui kesepakatan koridor sebelumnya telah ditangguhkan, kata broker kebijakan Marsh kepada Reuters pada Selasa. Premi asuransi risiko perang tambahan, yang dibebankan saat memasuki wilayah Laut Hitam, perlu diperbarui setiap tujuh hari.
Harga premi sudah mencapai ribuan dolar dan diperkirakan akan naik, sementara pemilik kapal terbukti enggan mengizinkan kapal mereka memasuki zona perang tanpa persetujuan Rusia. Selain itu, mereka juga mewaspadai risiko ranjau terapung.
Sumber: Reuters
VOInews.id- Otoritas Hamas di Jalur Gaza mulai membayarkan gaji bulan Juni kepada sekitar 50.000 pekerja sektor umum yang gajinya belum dibayarkan selama hampir tiga pekan, kata kementerian keuangan setempat, Rabu. Qatar merupakan donor bantuan krusial untuk kantong-kantong Gaza yang miskin. Penangguhan pembayaran gaji dari Qatar, berkurangnya pendapatan pajak serta anggaran yang membengkak menjadi penyebab krisis, menurut kementerian keuangan yang dikelola Hamas.
Kepala kantor media pemerintah Hamas, Salama Marouf mengatakan penerimaan hampir separuh dari pemberian gaji bulanan 5 juta dolar (sekitar Rp74,9 miliar) dari Qatar dan pinjaman dari bank lokal Gaza memfasilitasi pembayaran upah pada Rabu.
Menurutnya, krisis keuangan masih terjadi. Sebagian besar dari 2,3 juta warga Gaza hidup dalam kemiskinan dan perekonomian mereka bergantung pada bantuan asing. Qatar telah membayar ratusan juta dolar sejak 2014 untuk proyek pembangunan. Pihaknya saat ini membayar 30 juta dolar AS (sekitar Rp449 miliar) per bulan untuk tunjangan keluarga, bahan bakar listrik dan membantu pembayaran upah pekerja sektor umum. Disebutkan bahwa pembayaran gaji Hamas sebesar 34,5 juta dolar (sekitar Rp517 miliar) per bulan.
Gaza di bawah blokade Israel dan Mesir sejak 2007 ketika Hamas, yang menentang perdamaian dengan Israel, berkuasa. Sementara pekerja sektor umum tidak menerima gaji penuh sejak 2013.
Sumber: Reuters
VOInews.id- Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan menghadiri KTT negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) pada Agustus, kata tuan rumah KTT BRICS bulan depan itu, Afrika Selatan, pada Rabu. Pernyataan tersebut memupus kontroversi selama berbulan-bulan mengenai apakah Afrika Selatan akan menangkap Putin bila jadi menghadiri KTT itu, setelah pemimpin Rusia itu menjadi subjek surat perintah penangkapan internasional.
Afrika Selatan menghadapi dilema karena sebagai bagian dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang mengeluarkan perintah penangkapan itu pada Maret, negara itu wajib menangkap Putin atas dugaan kejahatan perang oleh Rusia selama menginvasi Ukraina.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov bakal menghadiri KTT di Johannesburg itu pada 22-24 Agustus untuk menggantikan Putin, bersama para pemimpin Brazil, India, China dan Afrika Selatan. Pernyataan dari istana kepresidenan Afrika Selata itu disampaikan setelah Presiden Afsel Cyril Ramaphosa menggelar konsultasi dengan para pemimpin partai politik seluruh BRICS.
antara
VOInews.id- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengeluarkan peringatan bahwa pembangunan berkelanjutan saat ini berisiko dan mendesak semua pemerintah untuk mengintensifkan tindakan mereka sebagai tanggapan. Berbicara tentang kemajuan Agenda 2030, Sekjen PBB mengatakan "janji itu dalam bahaya.
Setengah jalan menuju tenggat waktu 2030, dunia benar-benar keluar jalur. Laporan Kemajuan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Edisi Khusus melukiskan gambaran yang gamblang." Berpidato pada pembukaan segmen menteri dari Forum Politik Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan (HLPF) di markas besar PBB di New York, pejabat tinggi PBB mengatakan laporan tersebut menunjukkan bahwa "kemajuan pada sepenuhnya setengah dari semua target SDGs lemah dan tidak memadai. Bahwa hampir sepertiga macet atau mundur." "Emisi-emisi itu terus meningkat. Ketidaksetaraan yang menganga terus berlanjut.
Kelaparan kembali ke level 2005. Kesetaraan gender masih 300 tahun lagi. Dan dalam perjalanan kita saat ini, hampir 600 juta orang masih akan terperosok dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2030. Pandemi COVID-19 , krisis iklim yang berkembang, konflik yang meluas, dan konsekuensi dari invasi Rusia ke Ukraina telah menghambat kemajuan yang rapuh dan terbatas," katanya, dikutip dari Xinhua. Guterres memperingatkan bahwa dunia sudah keluar jalur jauh sebelum pergolakan ini.
"Ambisi, urgensi, dan solidaritas kurang. Begitu juga keuangan. Banyak negara menghadapi jurang keuangan. Kesenjangan pendanaan SDGs tahunan telah meningkat dari 2,5 triliun dolar AS sebelum pandemi menjadi sekitar 4,2 triliun dolar AS."
Dia mencatat bahwa janji yang dibuat untuk bantuan pembangunan resmi dan pendanaan iklim "bukan janji yang ditepati." Pemerintah-pemerintah tenggelam dalam utang, dengan negara-negara berkembang menghadapi biaya pinjaman yang sangat tinggi, dan 52 negara gagal bayar atau hampir gagal - tanpa sistem keringanan utang yang efektif, tambahnya. Guterres menyatakan kepuasannya dengan HLPF yang sedang berlangsung, mencatat bahwa dunia menyerukan aksi politik tingkat tinggi, aksi untuk mewujudkan SDGs menjadi kenyataan.
"Tanpa itu, janji 2030 terancam hilang: Menabur kekecewaan, ketidakpercayaan dan kebencian, membahayakan planet ini, mengecewakan perempuan dan anak perempuan, dan menyangkal peluang dan harapan bagi jutaan orang," katanya. Berbicara tentang tindakan di masa depan, Guterres mengatakan, "Adalah kepentingan kita semua untuk memilih jalan yang berbeda. Agenda 2030 adalah jalan itu. Ini adalah jalan untuk menjembatani perbedaan, memulihkan kepercayaan, dan membangun solidaritas. Saya mendesak setiap negara untuk membuat tahun 2023 berarti.
" Dia mendesak masyarakat internasional untuk meletakkan dasar sekarang guna upaya terkoordinasi untuk mendapatkan SDGs di jalurnya, dengan memanfaatkan KTT Sistem Pangan, KTT Ambisi Iklim, antara lain.
Sekjen PBB meminta setiap pemerintah untuk datang ke KTT SDGs dengan rencana yang jelas dan janji untuk memperkuat tindakan di negara mereka hingga tahun 2030, menambahkan bahwa komitmen dan intervensi nasional yang ambisius diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan pada tahun 2027 dan 2030. Pada KTT SDGs yang sangat ditunggu-tunggu yang dijadwalkan pada September, Guterres mengatakan bahwa dunia membutuhkan KTT untuk memberi energi kembali kepada masyarakat sipil, bisnis, dan lainnya untuk mendukung tujuan tersebut -- memperkuat gerakan global untuk mewujudkannya.
"Kami membutuhkan KTT SDGs untuk mengirimkan pesan yang jelas dari para pemimpin dunia melalui deklarasi politik yang kuat," katanya. “Kita membutuhkan deklarasi politik yang memperbaharui dan merevitalisasi janji SDGs; yang membuka jalan untuk kemajuan yang lebih cepat dalam transisi kunci SDGs, dari perlindungan sosial dan pekerjaan, ke energi, pendidikan, dan lainnya,” catat Sekjen PBB. Sesuai dengan arsitektur keuangan internasional, Guterres mengatakan sistem keuangan internasional saat ini gagal.
"Itu gagal memberi negara-negara berkembang keuangan jangka panjang yang terjangkau untuk pembangunan dan aksi iklim. Dan gagal memberi negara-negara itu jaring pengaman dalam menghadapi guncangan."
"Saya telah menyerukan momen Bretton Woods yang baru. Dan mengajukan Ringkasan Kebijakan yang mengusulkan bagaimana kita dapat mendesain ulang arsitektur keuangan global sehingga beroperasi sebagai jaring pengaman global untuk semua negara dan menyediakan akses ke pembiayaan jangka panjang yang terjangkau," dia ditambahkan.
antara