VOInews, Jakarta: Sedikitnya ada 87 warga sipil Sudan dimakamkan di kuburan massal di negara bagian Darfur Barat Sudan. Hal itu disampaikan kantor hak asasi manusia PBB (OHCHR) Kamis dikutip kantor berita Anadolu. Mereka diduga dibunuh bulan lalu oleh Pasukan Respon Cepat dan milisi sekutu mereka di Darfur Barat.
Sementara itu Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk mengutuk keras yang disebutnya pembunuhan warga sipil dan individu yang tidak mampu berperang. Belum ada komentar dari kelompok paramiliter Pasukan Respon Cepat mengenai tuduhan tersebut.Sudan dilanda bentrokan antara tentara dan Pasukan Respon Cepat sejak April dalam sebuah konflik yang menewaskan hampir 3 ribu warga sipil dan melukai ribuan lainnya, menurut petugas medis setempat. (antara)
VOInews.id- Kementerian Luar Negeri Sudan menolak usulan Otoritas Pembangunan Antar Pemerintah (IGAD) mengerahkan penjaga perdamaian di negara itu untuk menghentikan perang yang telah berjalan tiga bulan antara militer Sudan dengan Pasukan Dukungan Cepat (RSF). Dalam sebuah pernyataan pada Selasa, kementerian mengecam upaya apapun untuk mengerahkan pasukan di Sudan, seraya memperingatkan bahwa hal itu dianggap sebagai tindakan agresi melawan negara.
"Pernyataan akhir Kuartet (IGAD) (pada KTT IGAD di Addis Ababa) diantaranya seruan konferensi Pasukan Darurat Afrika Timur (EAEF) untuk mempertimbangkan kemungkinan mengerahkan pasukan untuk melindungi warga sipil dan memastikan aliran bantuan kemanusiaan," kata kementerian Kementerian mengatakan bahwa Pemerintah Sudan memastikan bantuan kemanusiaan yang disediakan lembaga-lembaga internasional telah sampai kepada yang membutuhkan, dan pemerintah tetap bersemangat untuk meringankan penderitaan rakyatnya dan mengatasi semua kendala. "Dengan ini, Pemerintah Sudan menolak pengerahan pasukan asing apapun dan akan menganggap mereka sebagai penyerang," kata kementerian.
Pernyataan dari kementerian lebih lanjut mengecam pidato oleh Presiden Kenya William Ruto dan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed pada KTT IGAD yang menyerukan pengerahan pasukan dan mengisi kekosongan keamanan dan kepemimpinan di Sudan akibat perang. Kementerian menyebutkan kehadiran delegasi Sudan di Addis Ababa sebelum dimulainya pertemuan dan kontak sebelumnya dengan penyelenggara menegaskan keinginan tulus Sudan untuk terlibat dalam mencari solusi krisis saat ini.
"Apa yang disebut dalam pernyataan akhir Kuartet mengenai ketidakhadiran delegasi kami sangat tidak akurat dan tidak nyata," bunyi pernyataan kementerian. Demi kredibilitas, kementerian berharap pernyataan Kuartet dapat menjelaskan bahwa tidak berpartisipasinya delegasi Pemerintah Sudan karena penolakan yang jelas terhadap kepemimpinan Presiden William Ruto di Kuartet.
Sumber: Anadolu
VOInews.id- Dmitry Medvedev, wakil sekretaris Dewan Keamanan Rusia pimpinan Presiden Vladimir Putin, pada Selasa (11/7) menyatakan tambahan bantuan militer untuk Ukraina dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memperbesar peluang meletusnya Perang Dunia Ketiga.
Mengomentari hari pertama KTT NATO di Lithuania di mana sejumlah negara menjanjikan bantuan persenjataan dan keuangan yang lebih banyak untuk Ukraina, Medvedev menyatakan bantuan NATO itu tak akan menghalangi Rusia dalam mencapai tujuan-tujuannya di Ukraina. "Barat yang sudah sepenuhnya gila tidak bisa mencari jalan lain... Faktanya ini jalan buntu. Perang Dunia Ketiga semakin dekat," tulis Medvedev dalam aplikasi Telegram. "Apa arti semua ini bagi kami? Seluruhnya sudah jelas.
Operasi militer khusus akan tetap berlanjut dengan tujuan-tujuan yang sama," kata dia. Rusia menyebut aksinya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus," sedangkan Ukraina dan sekutu-sekutunya menyebut Rusia memulai perang tak berdasar untuk mencaplok wilayah dan mendominasi negara tetangganya. Barat menyatakan ingin membantu Ukraina memenangkan perang, dan negara-negara Barat telah memasok persenjataan dan amunisi modern dalam jumlah besar untuk Ukraina.
antara
VOInews.id- Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Rabu menyatakan hasil KTT NATO adalah baik, tetapi tidak ideal jika Ukraina tidak diundang bergabung dengan aliansi militer Barat tersebut. Zelenskyy menyatakan pengakuan NATO bawah Ukraina tidak perlu mengikuti Rencana Aksi Keanggotaan (MAP) adalah penting. Dia menambahkan bahwa negara bekas pecahan Uni Soviet itu telah sangat maju dalam menyesuaikan diri dengan aliansi tersebut.
"Hasil penting di sini adalah pengakuan bahwa Ukraina tidak memerlukan rencana aksi untuk keanggotaan guna bergabung (dengan NATO)," kata Zelenskyy dalam konferensi pers bersama Sekjen NATO Jens Stoltenberg pada KTT NATO di Vilnius. Zelenskyy menyatakan pasukan Ukraina telah memperoleh pengalaman dalam kerja sama dengan beragam negara anggota NATO. Ribuan serdadu Ukraina dilatih oleh negara-negara Barat yang menjadi mitra Kiev. Ukraina juga sangat tergantung kepada pasokan persenjataan Barat dalam melawan pasukan Rusia yang menginvasi negeri itu sejak Februari 2022.