Tuesday, 24 July 2018 05:56

AS Indonesia Saling Membutuhkan

Written by 
Rate this item
(0 votes)

Saudara, Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto Lukita kemarin berada di  di Amerika Serikat untuk bertemu dengan Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross, United States Trade Representative (USTR), dan Kamar Dagang AS. Dalam kunjungannya, Menteri Enggartiasto membawa serta perwakilan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI), dan Gabungan Importir Nasional Indonesia (GINSI). Selain itu, ada juga Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), produsen ban mobil, minyak sawit, boga bahari, baja, aluminium, dan makanan minuman.

Kunjungan rombongan Menteri Perdagangan RI dari 23 hingga 27 Juli ini terkait erat dengan rencana pemerintah AS untuk meninjau ulang, jika tidak dapat dikatakan akan menghentikan, fasilitas Generalized System of Preferences atau GSP, yang diterima Indonesia selama ini. GSP merupakan program pembebasan tarif bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara berkembang. Kebijakan ini telah berlangsung sejak 1976, tetapi sempat dihentikan pada 2013 sebelum akhirnya diberlakukan lagi pada Juni 2015. Tahun lalu, produk ekspor RI ke AS yang menerima manfaat GSP bernilai 1,95 miliar dolar AS. Data Badan Pusat Statistik ekspor Indonesia ke AS mencapai 17,79 miliar dolar AS dan impornya 8,12 miliar dolar AS. Indonesia surplus terhadap AS senilai 9,67 miliar dolar AS. Ekspor utama Indonesia ke AS antara lain udang, karet alam, alas kaki, ban kendaraan, dan garmen. Sementara impor utama Indonesia dari AS antara lain kedelai, kapas, tepung gandum, tepung maizena, serta pakan ternak.

Inti dari kunjungan Menteri Perdagangan RI adalah negosiasi dan menjelaskan posisi Indonesia, agar Indonesia tidak dikeluarkan dari fasilitas GSP. Langkah pemerintah Indonesia ini jauh lebih baik daripada tindakan retaliasi atau balasan kepada AS, dengan misalnya menaikkan tarif terhadap masuknya barang-barang AS ke Indonesia. Karena pada faktanya AS dan Indonesia tidak sedang perang dagang seperti yang terjadi pada AS dan China  saat ini.

Sebenarnya pemberian manfaat GSP menguntungkan pengusaha AS, karena praktik bisnis di Indonesia dilakukan dengan skema Free On-Board (FOB). Melalui skema itu, pengusaha Indonesia tidak bertanggung jawab untuk bea atau pajak apapun, yang dikenakan kepada barang yang diekspor melewati pelabuhan. Praktik ini juga dilakukan saat pengusaha Indonesia mengimpor barang dari AS, sehingga seluruh tarif yang dikenakan Pemerintah AS atas ekspor Indonesia dibayar oleh pembeli dan importir dari AS.

Intinya, konsumen dan pengusaha AS merupakan penerima manfaat utama dari skema GSP. Diperkirakan jumlahnya  sebesar 1,95 miliar dolar AS. Ini  merefleksikan jumlah uang yang harus keluarkan oleh pengusaha AS di masa depan bila skema itu dicabut.

Dapat dilihat,  sifat hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Indonesia selama ini, adalah saling melengkapi dan saling menguntungkan. Pihak AS tentu tidak akan gegabah menghentikan fasilitas GSP untuk Indonesia jika itu pada akhirnya akan merugikan mereka sendiri.

Read 990 times