Friday, 12 October 2018 10:07

Devaluasi Yuan

Written by 
Rate this item
(0 votes)


Amerika Serikat merasa tidak nyaman melihat nilai Yuan yang merosot. Menteri Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin, Rabu (10 Oktober 2018) di Nusa Dua, Bali, memperingatkan China agar tidak melakukan devaluasi nilai mata uang Yuan. AS ingin agar tindakan moneter ini masuk dalam agenda perdagangan AS-China.
Sebenarnya devaluasi nilai mata uang Yuan oleh RRC bukan hanya terjadi sejak AS memberlakukan tarif atas produk-produk RRC saja. Beberapa tahun sebelumnya RRC juga mendevaluasi mata uang Yuan atas US Dollar. Bulan Agustus tahun 2015 tindakan ini sudah dilakukan oleh RRC dengan tujuan untuk setidaknya mendongkrak kinerja ekspor RRC yang menurun. Yuan yang lebih lemah membuat produk-produk buatan RRC dapat bersaing di pasar global.
Saat hal itu dilakukan, Trump belum berkuasa di AS dan belum memulai perang dagang dengan RRC. Namun akibat dari devaluasi Yuan saat itu adalah,  aliran dana sebesar 8 trilliun US Dollar terhisap dari bursa di seluruh dunia. Bulan April lalu, Presiden AS Donald Trump menuduh  Russia dan RRC sengaja mendevaluasi mata uang mereka, pada saat AS menaikkan suku bunga.
Sejak Trump duduk di tampuk pimpinan AS Januari 2017, nilai Dollar sebenarnya sudah turun terhadap Yuan lebih dari 8%.
Mengapa Amerika Serikat keberatan dengan devaluasi Yuan, Rubel atau mata uang asing lainnya? Jawabannya adalah, jika nilai mata uang asing rendah maka produknya lebih kompetitif. Suku bunga di AS yang tinggi membuat nilai dollar naik dan membuat produk AS menjadi lebih mahal. 

Selain itu, jika Yuan didevaluasi maka penerapan tarif tinggi
yang diberlakukan Trump terhadap produk-produk dari RRC tidak akan ada gunanya. Hal ini disebabkan harga produk RRC yang tadinya tinggi karena tarif AS, menjadi  turun karena nilai Yuan yang rendah membuat penerapan tarif ikut menurun. Selain itu karena Yuan atau Rubel yang nilainya mungkin sengaja diturunkan,
Indonesia tidak menurunkan nilai uangnya. Namun kebutuhan akan dollar untuk  pembayaran hutang dan produk impor membuat nilai dollar naik cukup signifikan. Sebenarnya di sisi lain, hal ini membuat nilai produk Indonesia lebih kompetitif. Pertanyaannya, akankah Indonesia mengambil peluang penurunan nilai rupiah ini untuk mendorong pendapatan walaupun ada perlambatan ekonomi akibat perang dagang AS-RRC ini?.

Read 957 times