Komentar

Komentar (900)

27
October

VOI KOMENTAR Semakin banyak suara-suara dari berbagai organisasi bidang kesehatan dan pakar kesehatan yang meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam program vaksinasi Covid-19. Mereka berharap pemerintah tidak tergesa-gesa memberikan vaksin Covid-19 kepada masyarakat. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) misalnya, menyurati Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto agar diadakan persiapan yang baik, dalam hal pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan serta persiapan terkait pelaksanaannya. Himbauan sama dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Himbauan-himbauan tersebut dikeluarkan seraya makin dekatnya waktu pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Pemerintah berencana mulai memberikan vaksin tersebut bulan November 2020. Namun, rupanya pelaksanaan rencana tersebut harus diundur.

Terkait himbauan agar pemerintah tidak tergesa-gesa memberikan vaksin Covid-19 kepada masyarakat, Presiden Joko Widodo menjelaskannya dalam rapat terbatas 'Rencana Pengadaan dan Pelaksanaan Vaksinasi' di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (26/10). Dia mengatakan bahwa pemerintah bergerak cepat dalam pengadaan vaksin virus Covid-19, karena semua negara tengah berlomba-lomba untuk memperoleh vaksin ini secepat-cepatnya. Meski begitu, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa vaksin tersebut baru akan disuntikkan kepada masyarakat setelah melalui tahap uji klinis yang benar. Dengan demikian, vaksin dipastikan efektif menangkal virus Covid-19 serta aman dan tak menimbulkan efek samping.

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga menekankan bahwa strategi komunikasi publik terkait vaksin juga harus disiapkan dengan baik. Dia menugaskan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibantu Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membangun strategi komunikasi ini. Dia meminta ada penjelasan komprehensif kepada publik mengenai manfaat vaksin dan peta jalan pelaksanaan vaksinasi sehingga tidak terjadi disinformasi dan penyebaran berita hoaks dari berbagai platform di berbagai media yang ada.

Pemerintah memang diharapkan lebih intensif lagi dalam menjelaskan kepada masyarakat tentang pemberian vaksin Covid-19. Hal itu mengingat Indonesia sangat luas dengan lebih dari 260 juta penduduk. Selain itu, tidak semua masyarakat mempunyai akses yang mudah kepada informasi, terutama penduduk yang tinggal di pelosok-pelosok negeri. Masyarakat perlu mengetahui siapa yang lebih dulu mendapatkan vaksin itu dan mengapa. Masyarakat juga perlu mengetahui tahapan-tahapan pemberian vaksin. Mereka juga perlu mengetahui siapa yang mendapatkan vaksin tersebut dengan gratis dan siapa yang harus membayar. Namun yang paling penting untuk diketahui oleh masyarakat adalah bahwa vaksin tersebut tidak serta merta menghilangkan pandemi. Masyarakat harus terus diingatkan untuk tetap memakai masker, menjaga jarak dan sering mencuci tangan, sampai pandemi Covid-19 ini benar-benar lenyap dari muka bumi.

23
October

VOI NEWS Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Pompeo akan melakukan  rangkaian kunjungan kerja ke beberapa negara Asia pada 25-30 Oktober. Diantara negara yang akan dikunjungi adalah India dan Indonesia di samping  beberapa negara lainnya. 

Di Jakarta Menlu Pompeo akan  menyampaikan sambutan public (public remark) dan bertemu dengan mitranya dari Indonesia untuk menegaskan visi kedua negara tentang Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Lawatan Pompeo dilakukan setelah pada pekan lalu Menteri Pertahanan Indonesia  Prabowo Subianto berkunjung ke Amerika Serikat dalam rangka membahas kerja sama pertahanan dengan Menteri Pertahanan AS Mark T Esper.

Sebelum ke Indonesia, Menlu Pompeo bersama Menhan Esper akan ke New Delhi, India, untuk memimpin dialog tingkat menteri 2 + 2 tahunan AS-India yang ketiga. Selain itu juga  untuk memajukan Kemitraan Strategis Global Komprehensif AS-India dan memperluas kerja sama untuk mempromosikan stabilitas dan kemakmuran di Indo-Pasifik dan dunia.

Yang cukup menarik, banyak  pengamat yang menengarai Kunjungan Pompeo ke Jakarta  akan membawa misi khusus, yakni pemberdayaan kemitraan strategis Indonesia-Amerika  terkait  konflik di Laut China Selatan. Hal itu  menyangkut kekhawatiran Amerika melihat kedekatan hubungan  Indonesia-Tiongkok. Apalagi belakangan ini Tiongkok sangat agresif di Laut China Selatan.  Dengan kekuatan ekonominya dan penemuan vaksin Covid-19, Tiongkok konon telah memperluas pengaruh di negara-negara kawasan.

Hubungan antara kedua negara adikuasa, Amerika Serikat dan Tiongkok,  memang kembali memanas terkait Laut China Selatan yang diyakini memiliki sumber daya alam melimpah.

Amerika Serikat pada pertengahan Juli lalu sudah menolak klaim sengketa Tiongkok untuk sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan. Tiongkok  dianggap tidak memberikan dasar hukum yang koheren untuk ambisinya di Laut China Selatan.

AS telah lama menentang klaim teritorial Tiongkok yang luas di Laut China Selatan dengan mengirimkan kapal perang secara teratur melalui jalur laut strategis itu. Tindakan ini dimaksudkan  untuk menunjukkan kebebasan navigasi di wilayah tersebut. Juga mengisyaratkan bahwa  klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan benar-benar melanggar hukum.

Selama ini Indonesia tidak mengajukan klaim  apapun di Laut China Selatan dan menegaskan hanya  menghormati hukum laut internasional.  Sejak dahulu Indonesia telah mengajukan berbagai dasar hukum ke PBB terkait batas-batas kedaulatan maritim Indonesia dan  China tidak mengajukan protes sama sekali. Yang paling penting ditunjukkan adalah sikap Indonesia terhadap hak atas zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Wilayah yang berbatasan dengan laut China Selatan  bisa ditunjukkan dengan jelas dan konsisten.

22
October

VOI KOMENTAR Ancaman kejahatan lintas negara  menjadi masalah internasional di tengah pandemi Covid-19. Salah satu bentuk kejahatan terorganisir lintas negara yang menjadi sorotan dalam kondisi pandemi ini adalah tindak pidana perdagangan orang (trafficking in persons). Tindak pidana ini perlu diwaspadai.   Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa -PBB, tindak pidana perdagangan manusia perlu diwaspadai karena para pelaku perdagangan orang mengambil keuntungan di tengah pandemi COVID-19 dengan mengincar kalangan pekerja migran yang kehilangan pekerjaan hingga anak-anak yang putus sekolah.

Perlambatan ekonomi global mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan, termasuk pekerja migran. Kondisi ini berisiko dieksploitasi oleh  kelompok kejahatan terorganisir transnasional.

Menurut data PBB, banyak diantara 164 juta pekerja migran di seluruh dunia saat ini terlantar di luar negeri dan tidak dapat pulang ke Negara mereka, atau tidak ingin mencari pertolongan, karena penutupan batas negara dan kebijakan imigrasi yang ketat, sehingga mereka rentan menjadi korban perdagangan manusia.

Badan Pusat Statistik  mencatat, jumlah pekerja migran asal Indonesia  di luar negeri pada 2019 mencapai  276.553 orang. Data tersebut merupakan data pengiriman pekerja migran di luar negeri yang bekerja dengan dokumen resmi.

Selama masa pandemi Covid-19, ada banyak pekerja migran asal Indonesia di luar negeri yang kena dampak. Menurut data Kementerian Luar Negeri RI,  ada dua kelompok pekerja migran asal Indonesia di luar negeri yang terdampak oleh pandemi Covid-19, yakni kelompok migran yang bekerja sebagai awak kapal, terutama mereka yang bekerja di kapal pesiar dan kelompok pekerja migran yang mobilitasnya terbatas. Para pekerja migran asal Indonesia di 16 negara  terkena dampak oleh karena kebijakan pembatasan mobilitas.

Apa upaya perlindungan Negara terhadap pekerja migran asal Indonesia di luar negeri yang terdampak pandemi Covid-19 agar tidak dieksploitasi oleh  kelompok kejahatan terorganisir transnasional?

Indonesia sudah memiliki aturan hukum yang cukup untuk melindungi warga, khususnya para pekerja migran dari perdagangan manusia.  Indonesia  sudah memiliki Undang-Undang Nomor  8 tahun  2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran. Undang-undang ini menjadi instrumen perlindungan sebagai bentuk kehadiran Negara dalam memberikan pelayanan dan perlindungan bagi setiap pekerja migran.

Dalam implementasi Undang-Undang ini, diperlukan kemitraan dengan semua pihak. Kemitraan ini mencakup kerjasama erat dengan aparat penegak hukum, sektor swasta, serikat buruh, badan yang melakukan rekrutmen tenaga kerja hingga badan yang mengawasi pengiriman tenaga kerja. Selain itu, kerjasama internasional dalam mencegah kelompok kejahatan terorganisir transnasional yang memanfaatkan situasi saat ini perlu semakin ditingkatkan.

21
October

VOI KOMENTAR Perdana Menteri Jepang yang baru dilantik, Yoshihide Suga,  memulai langkah diplomatiknya dengan melakukan kunjungan kenegaraan. Yaitu lawatan seorang pemimpin negara atau pemimpin pemerintahan untuk pertama kalinya setelah ia mulai resmi menjabat. Dengan melakukan kunjungan kenegaraan seorang Presiden atau Perdana Menteri yang baru, dapat memulai upaya peningkatan hubungan hubungan dan kerjasama melalui saling tukar informasi mengenai kebijakan pemerintahan serta menjalin saling pengertian.  Parlemen Jepang secara resmi pada 16 September 2020, memilih dan menetapkan Yoshihide Suga, Presiden Partai Demokrat Liberal,  menjadi Perdana Menteri menggantikan Shinzo Abe yang mengundurkan diri karena sakit.   Tidak sampai satu bulan sejak dilantik, Yoshihide Suga segera melangkahkan kaki keluar negaranya untuk melakukan kunjungan kenegaraan. Dua negara yang menjadi tujuan pertamanya adalah Indonesia dan Vietnamn.  Kedua negara anggota ASEAN ini lebih diprioritaskan daripada negara negara besar yaitu China dan Amerika Serikat, atau tetangga terdekatnya yaitu Korea Selatan.

Yoshihide Suga memilih Vietnam sangat boleh jadi karena pertimbangan bahwa Vietnam sedang menjadi ketua ASEAN. Selain itu, negara di semenanjung Indo China ini merupakan salah satu dari sedikit negara di dunia,  yang dalam masa pandemic Covid 19 ini masih  tetap dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi. PM Suga bisa jadi melihat sisi ekonomi dalam kunjungannya ke  Vietnam.  Yaitu dari  perspektif kerjasama ekonomi dan investasi.

Sedangkan kunjungan ke Indonesia tentunya  juga atas dasar pertimbangan yang matang. Indonesia dan Jepang  selama ini telah menjalin hubungan yang sangat   erat. Pemerintahan Suga tentu akan berusaha menjaga hubungan ini dan bekerjasama baik di bidang ekonomi, politik, kebudayaan dan bidang bidang lainnya. Yang jelas, Indonesia dengan penduduk yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa ini merupakan  pasar bagi pelaku usaha Jepang.  

Selain itu, Jepang juga memandang penting stabilitas di Kawasan Laut Cina Selatan. Indonesia adalah negara yang terus berusaha menjaga posisinya dengan baik ketika beberapa negara di Asia Tenggara, bahkan China dan Amerika Serikat masuk dalam pusaran ketegangan akibat sengketa Kawasan Laut China Selatan. Sangat dapat dipahami jika Jepang melihat posisi strategis Indonesia dalam kaitan dengan eskalasi ketegangan di Laut Cina Selatan.

Yang pasti, Jepang tentu sangat berpekepentingan untuk menjaga hubungan baik dan kerjasamanya dengan Indonesia, bahkan upaya peningkatannya.

20
October

VOI KOMENTAR Hari ini, 20 Oktober 2020, tepat satu tahun Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Opini, kritik, pujian dan tanggapan dari berbagai kalangan terhadap apa yang dicapai dalam satu tahun muncul di berbagai media. Tentunya, penilaiannya pun beragam.

Dalam pidatonya, setelah upacara pelantikan presiden periode 2019 – 2024, pada 20 Oktober 2019, Joko Widodo menyampai lima prioritas pada pemerintahannya. Kelima prioritas tersebut adalah pembangunan sumber daya manusia unggul, kelanjutan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi dalam omnibus law, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi yang tidak hanya mengandalkan sumber daya alam. Tentu saja, kelima hal ini menjadi sorotan evaluasi.

Upaya untuk mencapai target lima prioritas ini memang terus dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin, walaupun dinilai banyak kalangan belum mencapai hasil yang diinginkan. Terlebih saat ini,  seperti negara-negara lain di seluruh dunia, Indonesia terus berjibaku melawan dan mengantisipasi pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Di tengah pandemi, pembangunan infrastruktur tetap dilanjutkan. Salah satunya yang sudah diresmikan penggunaanya adalah jalan tol Banda Aceh – Sigli di Aceh. Saat peresmian, Presiden Joko Widodo menekankan, pembangunan infrastruktur harus terus dilanjutkan untuk meningkatkan daya saing Indonesia. Yang tak kalah penting adalah sebagai strategi untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional. Prioritas lain yang sudah diwujudkan adalah penyederhanaan regulasi, dengan merevisi beberapa undang-undang  ke dalam satu omnibus law, yaitu Undang-undang Cipta Kerja. Meski sejak omnibus law ini disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat -DPR pada 5 Oktober 2020, hal tersebut menimbulkan protes dari beberapa kalangan.

Prioritas lain yaitu penyederhanaan birokrasi pun sudah dilakukan, meski belum selesai. Menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, penyederhanaan birokrasi di kementerian/lembaga baru tercapai sekitar 70%.

Pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk bangkitnya industri manufaktur di Indonesia. Di tengah beberapa wilayah menerapkan pembatasan sosial berskala besar, Purchasing Manager’s Index Indonesia pada bulan September memang turun menjadi 47,2. Tetapi angka itu masih lebih baik dibandingkan pada awal masa pandemi bulan Maret, yaitu 43,5.

Dalam situasi pandemi saat ini, mencapai hasil maksimal seperti yang ditargetkan memang menjadi sulit. Tetapi apresiasi atas langkah yang dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin tentu perlu disampaikan, terutama untuk menciptakan Indonesia sehat. Apresiasi tinggi  harus disampaikan kepada pemerintah Indonesia atas upaya mengadakan dan menciptakan vaksin Covid-19. Presiden dan para menterinya hingga Oktober telah berhasil mengamankan 213,1 juta vaksin Covid-19 dari para produsen vaksin dunia.

Mencapai hal yang lebih baik, tentunya  menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai itu, tentu harus didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Dukungan itu tidak bisa dengan langkah-langkah biasa, terutama dalam masa pandemi Covid-19. Seperti yang seringkali dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo,  diperlukan langkah luar biasa  untuk melangkah ke depan. Ajakan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada pada Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa September lalu untuk menciptakan dunia yang sehat dan dunia yang produktif harus menjadi prioritas, sekaligus jadi pengingat seluruh rakyat Indonesia. Indonesia sehat dan produktif dapat  tercapai  jika semua  bekerja sama. Tentu saja dengan komitmen dan konsisten yang kuat untuk selalu bekerjasama. 

19
October

VOI KOMENTAR Memasuki 10 bulan sejak kasus pertama virus corona diidentifikasi di Wuhan, Tiongkok, pandemi masih terus berlangsung. Kasus-kasus baru dilaporkan setiap harinya di berbagai negara di dunia. Melansir data dari laman Worldometers, Senin (19/10/2020), jumlah total kasus Covid-19 saat ini adalah lebih dari 40 juta kasus. Dari angka tersebut, telah terjadi 1,1 juta kasus kematian dan lebih dari 30 juta pasien telah dinyatakan sembuh.

Meningkatnya jumlah kasus COVID-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan tetapi juga sektor lainnya, terutama sektor ekonomi. Pandemi menyebabkan terhambatnya aktivitas perekonomian yang secara otomatis membuat banyak pelaku usaha terpaksa melakukan efisiensi untuk menekan kerugian. Akibatnya, tak sedikit  pekerja yang dirumahkan atau bahkan diberhentikan (PHK). Hal ini menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan.

Menurut Bank Dunia, seperti dilansir BBC, Kamis (8/10), akibat pandemi, kemiskinan ekstrem diprediksi akan meningkat pada tahun ini, yakni dialami  sekitar 115 juta orang. Kenaikan ini tercatat yang pertama kali terjadi sejak tahun 1998 atau dua dekade terakhir. Ketika itu, krisis keuangan negara-negara Asia  sempat mengguncang ekonomi global.

Bank Dunia juga mencatat pada 2021 nanti, jumlah orang miskin ekstrem bisa meningkat menjadi total 150 juta orang. Padahal sebelum pandemi melanda, angka kemiskinan ekstrem diperkirakan turun menjadi 7,9% pada 2020. Namun sekarang kemiskinan justru akan mempengaruhi antara 9,1% dan 9,4% dari populasi dunia di  tahun ini. Persentase itu muncul dalam Laporan Kemiskinan dan Kesejahteraan Bersama Bank Dunia.

Kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai hidup dengan kurang dari 1,90 dolar AS atau sekitar Rp 28 ribu sehari. Menurut Bank Dunia, di Indonesia, tingkat kemiskinan ekstrem diperkirakan akan menjadi 3% di 2020. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 26,42 juta pada Maret 2020. Dengan jumlah tersebut, tingkat kemiskinan di Indonesia adalah sebesar 9,78 persen dari total populasi nasional.

Guna menanggulangi kemiskinan di masa pandemi, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Di antaranya menyalurkan bantuan sosial (bansos) dan bantuan pangan nontunai (BPNT) kepada masyarakat serta mendanai Kartu Prakerja sebesar Rp 20 triliun. Melalui Kartu Prakerja masyarakat yang belum memiliki pekerjaan bisa mendapat pembinaan dan pelatihan. Pemerintah juga memberikan subsidi untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta penempatan dana pemerintah pada sektor perbankan sebagai bantuan untuk para pelaku usaha.

Semua usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia itu sejalan dengan tema Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia yang diperingati 17 Oktober 2020 yaitu “Bertindak bersama untuk mencapai keadilan sosial dan lingkungan untuk semua”.

Semoga  upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dapat menekan angka kemiskinan walau tidak mungkin dihapuskan.  Paling tidak tingkat kemiskinan tahun 2021 bisa bertahan pada angka seperti yang diperkirakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yaitu sebesar 9,2 hingga 9,7 persen.

16
October

VOI KOMENTAR Dalam suasana pandemi covid 19 yang masih terus berusaha ditangani di Thailand, polisi anti huru-hara Thailand mengosongkan bagian luar kantor perdana menteri dari ratusan ribu pemrotes pada Kamis (15 Oktober) dini hari. Dekrit darurat pun dikeluarkan untuk mengatasi protes yang meningkat dengan  melarang kerumunan besar dan penerbitan berita-berita yang  dianggap peka.

Serangkaian demonstrasi selama tiga bulan terakhir membawa ratusan ribu orang turun ke  jalan-jalan kota Bangkok, Thailand. Mereka menuntut lengsernya Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, bekas pemimpin rezim militer, dan adanya konstitusi baru. Para pengunjuk rasa mematahkan tabu selama ini yang melarang menyentuh keluarga kerajaan,  dengan menyerukan reformasi terhadap monarki Raja Maha Vajiralongkorn. Mereka bahkan berani  menghalang-halangi iring-iringan keluarga kerajaan, tindakan yang oleh pemerintah dijadikan alasan menetapkan Langkah daruratnya.

Segera setelah dekrit darurat berlaku efektif pada pukul 04.00 waktu setempat, polisi anti kerusuhan mendatangi para pemrotes yang berkemah di luar Gedung Pemerintah. Namun banyak di antara ribuan pemrotes yang berunjuk rasa di sana sudah pergi pada Rabu (14/10) malam.

Masa pandemic covid19 ini memang saat -saat yang berat bagi hampir semua pemerintahan di banyak negara. Menjaga stabilitas ekonomi merupakan kesulitan terbesar  yang harus dihadapi. Yang menarik, di Thailand,  entah efek pasca lockdown atau lainnya, masyarakat justru mulai  mempertanyakan kekuasaan monarki Thailand yang pantang  tersentuh. Ini adalah pertama kali Raja Thailand dirundung protes. Sesuatu yang selama ini termasuk tabu bahkan  melanggar hukum.

Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dikenal sebagai salah satu raja terkaya di dunia dengan  aset  keluarga kerajaan yang secara konservatif bernilai US$ 70 miliar. Sekarang hal ini menjadi fokus gerakan pro-demokrasi yang menuntut transparansi yang lebih besar ke dalam keuangan monarki dan batasan pada wewenangnya  yang amat  luas. Inilah yang  menjadi dasar gerakan demo ditengah pandemi yang kemudian coba  diselesaikan dengan dekrit.

Mungkin Dekrit yang dikeluarkan Pemerintah Thailand ini bisa menahan laju aksi demo. Namun pandemi covid 19 ini masih sulit diprediksi kapan akan selesai. Sama sulitnya menduga apakah Thailand tidak akan terus diguncang  aksi demo  susulan .

13
October

VOI KOMENTAR Hari ini, 13 Oktober, dunia memperingati Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional. Pada 2009, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 13 Oktober sebagai hari peringatan tersebut untuk mendorong masyarakat dan pemerintah untuk ambil bagian dalam membangun masyarakat yang tahan terhadap bencana alam.

Indonesia merupakan salah satu negara yang berada dalam Ring of Fire atau Cincin Api, yaitu wilayah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Maka, Indonesia sering mengalami bencana alam terkait gempa bumi dan gunung meletus, termasuk bencana hidrometeorologi atau bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan badai angin.

Indonesia memperingati Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional dengan menetapkan bulan Oktober setiap tahun sebagai Bulan Pengurangan Risiko Bencana. Bangsa Indonesia diingatkan kembali untuk selalu waspada terhadap bencana alam. Pengalaman menunjukkan, bencana alam tidak selalu terjadi karena fenomena alam, melainkan pula karena rusaknya ekosistem akibat eksploitasi alam secara terus menerus dan luas, serta pemanasan global dan perubahan iklim.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana -BNPB mencatat terjadi 2.131 bencana dari Januari hingga September 2020 di seluruh Indonesia. BNPB mencatat 99% bencana yang terjadi merupakan bencana hidrometeorologi. Selain itu, ada kebakaran hutan dan lahan. Bencana itu bukan hanya memakan korban jiwa, luka-luka dan harta benda, tetapi juga menyebabkan lebih dari 4 juta jiwa mengungsi.

Jumlah besar tersebut seharusnya mengingatkan warga bahwa Indonesia sejak dahulu, sekarang dan akan datang selalu akan mengalami bencana. Bahkan tiap tahun, tren angkanya selalu meningkat. Besar atau kecilnya dampak bencana tergantung ketangguhan rakyat Indonesia dalam menghadapi bencana. Ketangguhan dapat dicapai jika semua pihak bekerja sama, tanpa saling menyalahkan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan semua lapisan masyarakat harus bahu membahu dalam memitigasi dan menanggulangi risiko bencana. Sebab, fenomena alam dan bencana yang menyertainya tidak mengenal batas wilayah. Peringatan Pengurangan Risiko Bencana seharusnya mengingatkan semua orang akan kebutuhan ini.Sekian Komentar!

08
October

VOI KOMENTAR Rancangan Undang-Undang  Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-Undang pada Senin (5/10) sore, setelah melalui 7 bulan lebih pembahasan RUU antara DPR dengan Pemerintah. Undang-Undang Cipta Kerja yang juga sering disebut Omnibus Law akan memberikan perubahan signifikan terhadap sektor penyiaran dan telekomunikasi, termasuk migrasi siaran televisi dari analog ke digital.

Migrasi televisi analog ke digital  sebenarnya sudah dicanangkan sejak 2009. Tetapi tidak kunjung terwujud karena tidak adanya payung hukum yang mengatur pelaksanaannya. Akibatnya, Indonesia jauh tertinggal dalam proses digitalisasi televisi sistem terestrial. Beberapa Negara Eropa sejak World Radiocommunication Conferences  di tahun 2007 sudah selesai dengan  proses digitalisasi televisi lebih dari satu dekade lalu. Sedangkan, negara-negara di Asia seperti Jepang telah menyelesaikan proses digitalisasinya di tahun 2011 dan  Korea Selatan di tahun 2012. Thailand dan Vietnam pun sudah memulai penyelesaian digitalisasi televisi yang dikenal sebagai Analog Switch-Off atau ASO  secara bertahap di tahun 2020 ini. Malaysia dan Singapura sudah selesai dengan ASO secara nasional di tahun 2019.

Percepatan digitalisasi televisi merupakan agenda besar pembangunan Indonesia yang harus segera diwujudkan. Ada beberapa alasan mengapa percepatan digitalisasi televisi penting untuk dilakukan segera.  Pertama, dari sisi kepentingan publik, proses digitalisasi televisi harus segera dilakukan untuk menghasilkan kualitas penyiaran yang lebih efisien dan optimal.  Selama ini, masyarakat  merasa tertinggal akibat kualitas penayangan yang tidak sesuai dengan perangkat teknologi mutakhir. Merujuk pada data dari Nielsen, 69% masyarakat Indonesia masih menonton televisi lewat sistem terestrial (free-to-air) dengan teknologi analog. Ini adalah sebuah ironi, di mana masyarakat sudah memiliki  perangkat televisi pintar (Smart TV ) namun belum dapat memanfaatkan siaran digital. Kedua, dari sisi nilai tambah dalam penataan frekuensi, dengan percepatan digitalisasi, frekuensi dapat ditata ulang dan dimanfaatkan untuk penyediaan layanan lain, terutama untuk layanan publik dan layanan internet cepat. Beberapa negara telah memanfaatkan hasil efisiensi spektrum frekuensi yang dihasilkan dari digitalisasi penyiaran televisi untuk meningkatkan akses internet kecepatan tinggi.

Diharapkan, para pengusaha dan investor di sektor industri penyiaran perlu segera membangun sinergi untuk mendukung suksesnya migrasi penyiaran televisi analog ke digital.

06
October

VOI KOMENTAR Indonesia bersama UN Habitat menyelenggarakan peringatan Hari Habitat Sedunia 2020. Surabaya menjadi tuan rumah Peringatan Puncak Hari Habitat Dunia Internasional Tahun 2020 (The Global Observance of World Habitat Day 2020) pada 5 dan 6 Oktober 2020. Tema yang diangkat pada peringatan tahun ini adalah “Housing for All: A Better Urban FuturePerumahan untuk Semua: Masa Depan Perkotaan yang Lebih Baik.

Tema ini dinilai sangat tepat oleh Presiden Joko Widodo. Dalam sambutannya yang disampaikan secara virtual, pada Senin (5/10), dia mengatakan, rumah adalah kebutuhan dasar semua orang. Rumah memperkuat keluarga sebagai pilar utama kekuatan bangsa. Rumah juga menjadi benteng pertahanan melawan berbagai risiko kesehatan, termasuk pandemi Covid-19.  

Fakta telah menunjukkan, pada saat pandemi Covid-19, rumahlah yang menjadi benteng untuk memutus penyebaran virus corona baru itu. Himbauan untuk tinggal di rumah, sekolah dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah dari rumah, telah diserukan di hampir semua negara yang terpapar,  sejak Organisasi Kesehatan Dunia –WHO menyatakan Covid-19 sebagai pandemi.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah semua keluarga memiliki rumah yang bisa menjadi benteng keluarganya?

Perumahan memang menjadi masalah yang dihadapi banyak negara. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Gutteres dalam pernyataannya tentang Hari Habitat Sedunia 2020 menyebut, saat ini, satu  miliar orang tinggal di pemukiman yang padat dengan perumahan yang tidak memadai. Untuk memenuhi permintaan global, lebih dari 96.000 unit rumah harus diselesaikan setiap hari - dan mereka harus menjadi bagian dari transisi hijau.

Masalah perumahan juga menjadi perhatian khusus pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sejak tahun 2015,  Indonesia telah mencanangkan pembangunan satu juta unit rumah setiap tahunnya. Data menunjukkan pada tahun 2018 dan 2019, target itu sudah terlampaui. Pada tahun 2019, lebih dari 1,2 juta unit rumah selesai dibangun. Hanya saja, untuk tahun ini capaiannya tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat hingga triwulan ke-3 bulan Agustus 2020 ini, terdapat 264.457 unit rumah yang telah dibangun. Pandemi Covid-19 berdampak sangat signifikan terhadap pelaksanaan Program Sejuta Rumah. Tetapi Indonesia optimistis, target sejuta rumah tahun ini bisa dicapai.

Perlu kerja keras untuk mewujudkan pembangunan sejuta rumah setiap tahun,  khususnya untuk warganya  yang berpenghasilan rendah. Kesadaran semua pihak bahwa menyediakan perumahan yang layak huni menjadi tanggung jawab bersama menjadi pendukung pelaksanaan pembangunan sejuta rumah. Keterlibatan penuh pemerintah, lembaga keuangan, swasta, dan masyarakat  dalam program Sejuta Rumah bisa mempercepat pencapaian target pemerintah Indonesia untuk pemenuhan hak setiap warganya atas perumahan. Sehingga setiap keluarga di Indonesia dapat memiliki rumah layak huni yang bisa menjadi benteng  pertahanan bagi setiap penghuninya. Ke depan, rumah yang dibangun bukan hanya berfungsi sebagai hunian, tetapi menjadi tempat penghidupan. Covid-19 telah memberikan pelajaran. Program Sejuta Rumah setiap tahun, bukti tanggung jawab pemerintah Indonesia bahwa tak seorang pun tertinggal.