Belum usai menghadapi pandemi Covid 19, Amerika Serikat diguncang unjuk rasa besar besaran. Jika Covid 19, diatasi dengan lockdown, maka unjuk rasa di negeri itu dibatasi antara lain dengan jam malam, menyusul menyebar dan meluasnya aksi massa di berbagai negara bagian.
Unjuk rasa memprotes tindakan oknum polisi, yang menyebabkan tewasnya warga negara berkulit hitam, George Floyd, telah meledak menjadi kerusuhan dan penjarahan. Protes yang semula berlangsung damai, di berbagai kota berubah menjadi bentrokan dengan aparat kepolisian dan diwarnai tindakan kekerasan. Pengunjuk rasa bahkan membakar mobil polisi, merusak sarana umum serta menjarah toko-toko. Untuk membantu polisi, pemerintah pusat telah mengerahkan sedikitnya 5000 pasukan garda nasional untuk mengamankan keadaan di 15 negara bagian dan Washington DC.
Mengapa unjuk rasa atas kematian George Floyd cepat meluas dan diwarnai kekerasan? Unjuk rasa adalah suatu hal yang biasa di negara demokrasi, apalagi di Amerika Serikat. Kebebasan berpendapat di jamin Undang Undang. Namun cepat meluasnya unjuk rasa tersebut, dapat menjadi penanda persepsi negatif terhadap polisi AS yang dipandang tidak adil dalam menangani warga kulit hitam. Perlakuan brutal anggota polisi tarhadap George Floyd yang menyebar luas melalui media sosial, telah membangkitkan solidaritas dan rasa sepenanggungan. Upaya mengatasi unjuk rasa dengan menggunakan berbagai cara seperti gas air mata dan semprotan air, bisa jadi justru menggugah perlawanan.
Solidaritas yang didasari kesadaran adanya hubungan buruk antara polisi dan komunitas kulit hitam, menyebabkan warga non kulit hitam ikut turun berunjuk rasa. Pengerahan garda nasional, penggunaan peluru karet, gas air mata dan semprotan air, nampaknya tidak menyurutkan semangat berunjuk rasa yang telah merebak bahkan mendekati Gedung Putih.
Menanggapi masifnya unjuk rasa dan terjadinya kekerasan dan penjarahan, Presiden Donald Trump kepada wartawan menyatakan akan menurunkan ribuan tentara bersenjata lengkap. Apakah langkah Trump akan segera meredakan dan mengakhiri unjuk rasa, atau justru dapat meningkatkan skala demontarasi, masih harus ditunggu dalam beberapa hari.
Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Perlindungan Anak Internasional. Hari peringatan itu ditetapkan guna menarik perhatian dunia pada deretan isu yang berdampak pada anak. Sekaligus mengingatkan orang dewasa, memiliki utang untuk memberi bekal terbaik kepada anak-anak. Konvensi Hak Anak PBB tahun 1989 menyebutkan bahwa terdapat 10 hak anak, yaitu hak untuk bermain, mendapatkan pendidikan, perlindungan, nama, status kebangsaan, makanan, akses kesehatan, rekreasi, kesamaan dan memiliki peran dalam pembangunan.
Dalam masa pandemi Covid-19, anak-anak tentunya harus mendapatkan perhatian lebih. Jumlah anak-anak yang terpapar Covid-19 di Indonesia sungguh membuat banyak pihak prihatin. Berdasarkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, hingga Mei 2020, setidaknya 800 anak Indonesia positif terpapar Covid-19.
Semakin berisikonya anak terpapar Covid-19, tugas orang-tua menjadi lebih besar. Apalagi mengingat, anak-anak belum sepenuhnya bisa hidup dengan memperhatikan protokol kesehatan. Gerak mereka semakin terbatas, keinginan mereka untuk bermain bersama teman seusianya juga tak bisa dipenuhi seutuhnya. Kerinduan mereka untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah juga harus diperpanjang.
Bagi mereka dari keluarga dengan ekonominya terbatas, tinggal di pedesaan, pedalaman dan secara langsung terdampak Covid-19, kondisi ini tentu akan menambah beban. Karena belum semua keluarga Indonesia memiliki perangkat digital yang memungkinkan proses pendidikan jarak jauh bisa berjalan mulus. Belum lagi kemampuan orang-tua untuk terlibat langsung dalam proses belajar dalam jaringan belum merata.
Situasi seperti saat ini menjadi tugas dan tanggungjawab semua pihak untuk memenuhi hak anak-anak. Tentu dengan lebih dulu memprioritaskan yang paling utama. Tak bisa dipungkiri, anak-anak memang memiliki hak untuk bermain, untuk mengembangkan imaji dan kreasi mereka. Tetapi saat ini, hak kesehatan dan mendapatkan pendidikan adalah yang paling utama.
Dengan keterlibatan semua pihak, anak-anak bisa disiapkan menjadi kelompok yang siap hidup dalam tatanan normal baru. Mereka selalu memakai masker saat ke luar rumah, sering cuci tangan, menjaga jarak dan lebih banyak berada di rumah. Orang-tua dan pihak sekolah dapat memotivasi anak-anak untuk meningkatkan kreatifitas mereka. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat mengalokasikan anggaran khusus untuk proses pendidikan jarak jauh. Anggaran yang dialokasikan untuk peningkatan kapasitas guru merancang pendidikan jarak jauh yang mudah dan sederhana, efektif dan berkualitas.
Masa pandemi Covid-19 ini bisa menjadi momen untuk menumbuhkan simpati dan empati anak-anak agar mereka lebih peka terhadap sekeliling; menumbuhkan semangat tolong menolong dan gotong royong, yang pada akhirnya membuat mereka memiliki peran signifikan dalam pembangunan. Semoga jumlah anak yang terpapar Covid-19 tak terus meningkat. Semoga anak-anak Indonesia akan tumbuh menjadi generasi yang sehat dan kuat.
Hari ini, 1 Juni 2020, bangsa Indonesia memperingati 75 tahun lahirnya Pancasila, ideologi dan dasar negara Indonesia. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, peringatan hari lahir Pancasila tahun ini dirayakan di tengah pandemi Covid-19. Meskipun hanya dihadiri pejabat negara secara terbatas dan dilakukan secara daring melalui video conference, pemerintah, dalam hal ini Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tetap menggelar upacara peringatan Hari Lahir Pancasila Senin (1/6/2020) di 6 lokasi berbeda dan dikendalikan dari Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Jakarta. Tema Peringatan Hari Lahir Pancasila tahun ini adalah Pancasila Dalam Tindakan Melalui Gotong Royong Menuju Indonesia Maju.
Pancasila terdiri dari 2 (dua) kata yang diambil dari Bahasa Sansekerta, yaitu Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi rakyat Indonesia yang pertama kali disampaikan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Meskipun baru dikemukakan pada 1 Juni 1945 dan secara resmi diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2016, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebenarnya sudah dipahami dan diamalkan masyarakat Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka. Nilai-nilai tersebut mengakar pada sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia hingga saat ini. Sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, misalnya, mengandung arti bahwa bangsa Indonesia mengenal adanya Tuhan dan mengakui keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta isinya.
Di masa pandemi seperti sekarang ini, ketika banyak masyarakat yang terdampak, baik sosial maupun ekonomi, nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara justru semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan adanya sikap di kalangan masyarakat yang tanpa diminta tergerak untuk melakukan aksi gotong royong untuk membantu sesama. Aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh berbagai unsur masyarakat ini menunjukkan pengamalan sila ke 2 dari Pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila ke 5, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, sikap saling membantu sesama ini juga semakin memperkokoh persatuan yang berarti pengamalan sila ke 3 dari Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia.
Mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah dan menjauhi keramaian dengan belajar di rumah, bekerja di rumah dan beribadah di rumah merupakan pengamalan sila ke 4 yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Hal ini mengandung arti semua warga negara mematuhi apa yang sudah ditetapkan pemerintah dan tidak memaksakan kehendaknya untuk keluar rumah dengan alasan yang tidak penting. Dengan mematuhi protokol kesehatan dan kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah, berarti masyarakat ikut membantu menghambat penyebaran virus COVID-19.
Usaha yang dilakukan tidak akan berhasil tanpa berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa. Meskipun masyarakat dihimbau untuk tetap di rumah, bukan berarti kegiatan beribadah dihentikan. Sebagai masyarakat yang beragama, kegiatan beribadah masih tetap dilakukan di rumah masing-masing. Berdoa dan beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa menunjukkan pengamalan sila ke 1, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila memang bukan sekedar dihafalkan dan diperingati kelahirannya. Yang terpenting adalah bagaimana bangsa Indonesia dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila, apalagi di tengah pandemi COVID-19 ini.
Sejak awal tahun 2020, Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization-WMO sudah memberi peringatan tentang suhu bumi yang akan terus meningkat. WMO menyatakan, suhu tinggi dapat memicu peristiwa cuaca ekstrem pada 2020. Berdasarkan temuan pada analisis data, peningkatan suhu global memiliki konsekuensi yang mengerikan. WMO secara khusus merujuk kebakaran hutan di Australia pada 2019 yang telah berlangsung selama berbulan-bulan. Sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bencana tersebut telah merenggut 28 nyawa, menghancurkan 2.000 rumah, dan membakar 10 juta hektar lahan. Para ilmuwan berpendapat, dunia harus meningkatkan kesiagaan akibat pemanasan global.
Faktanya kini pemanasan Global sudah menjadi kenyataan yang harus dihadapi. Kementerian Lingkungan Kanada menyebut bahwa suhu di Montreal pada Rabu (27/5) mencetak rekor tertinggi dalam sejarah untuk bulan Mei, akibat gelombang panas yang melanda sebagian negara tersebut.
Suhu di Bandara Internasional Pierre Elliott Trudeau di Montreal tercatat mencapai 36,6 derajat Celsius. Suhu tersebut membuat kota itu menjadi yang terpanas di Kanada. Sementara itu pada Selasa, 26 Mei 2020, New Delh, Ibu Kota India mencatat suhu 47,6 derajat celcius. Sebagian besar India utara memang tengah menghadapi kondisi gelombang panas yang parah. Menurut para pejabat setempat, hal tersebut akan berlangsung hingga akhir pekan. Padahal saat ini wilayah tersebut tengah berjuang menghadapi melesatnya jumlah kasus positif Covid-19 dan kawanan belalang yang merusak tanaman.
Situasi sulit memang tengah dialami masyarakat global sekarang ini. Selain Pandemi Covid 19 yang melanda hampir seluruh dunia, ancaman resesi ekonomi dan dampak nyata pemanasan Global pun mulai dirasakan di beberapa negara. Tak ada cara lain yang lebih efektif untuk mengatasinya selain bekerja sama. Dibutuhkan komitmen dan kesadaran global bahwa bumi perlu waktu dan upaya bersama untuk kembali pulih dan sehat. Jika krisis ini dapat dilalui dengan baik, maka bukan tidak mungkin Bumi akan menjadi tempat yang lebih baik untuk manusia.
Di tengah perang melawan pandemi Covid-19, tekanan ekonomi yang disebabkan oleh wabah corona juga dirasakan oleh industri media massa yang merupakan salah satu garda depan dalam penanangan pandemi tersebut.
Perusahaan media di dunia termasuk di Indonesia, apapun platformnya, mengalami kesulitan. Media cetak kesulitan terbit, media elektronik (televisi dan radio) mengalami peningkatan penonton dan pendengar tetapi menurun secara kue iklan, demikian pun media massa online.
Biasanya, perusahaan media memanen untung dari setiap bencana atau krisis, karena di saat seperti itulah justru semakin banyak masyarakat yang mengakses ke media untuk mencari informasi/berita terkait krisis atau bencana. Karena banyaknya yang mengakses media, maka penjualan media cetak meningkat dan rating media siaran juga meningkat tajam. Dari peningkatan oplah dan rating itulah (termasuk media online), kemudian mendapatkan pundi-pundi iklan yang lumayan.
Tetapi di tengah pandemi Covid-19, teori oplah dan rating itu tidak berlaku. Ini artinya, aksesibiltas publik tidak berbanding lurus dengan order iklan yang masuk. Walaupun semakin banyak masyarakat yang mengakses ke media untuk mencari informasi/berita terkait bencana non-alam, covid-19, namun iklan sangat minim. Dikala iklan semakin minim yang masuk, maka tingginya pembaca dan penonton seolah-olah tidak penting.
Di tengah situasi ini, pers mengharapkan insentif dari Negara. Dewan Pers bersama asosiasi perusahaan media beberapa waktu lalu mendorong agar Negara memberikan insentif ekonomi untuk menopang keberlangsungan pers yang terdampak pandemik Covid-19. Ada tujuh poin yang diajukan oleh Dewan Pers dan asosiasi perusahaan media di antaranya adalah, pertama, mendorong Negara untuk memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan pers cetak sebesar 20% dari harga per kilogram komoditas tersebut. Kedua, mendorong Negara memberikan subsidi biaya listrik untuk perusahaan pers sebesar 30% dari tagihan per bulan pada periode Mei-Desember 2020. Ketiga, mendorong Negara memberikan kredit berbunga rendah dan berjangka panjang melalui Bank BUMN untuk perusahaan pers.
Tetapi, harapan Dewan Pers mungkin tidak terwujud. Pemerintah tampaknya lebih condong mempertimbangkan skala ekonomi dalam memberi insentif kepada industri dan pelaku usaha. Akibatnya, industri media tidak menjadi fokus pemerintah untuk diberi stimulus dalam situasi pandemi Covid-19. Kalau demikian, apa yang perlu dilakukan oleh perusahaan media agar bisa bertahan di tengah pandemi?
Peran lembaga/industri media (pers) begitu vital bagi hidup dan tumbuhnya demokrasi di sebuah negera, termasuk Indonesia. Pers menjadi penyeimbang dalam proses penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu, industri pers tidak boleh dibiarkan terpuruk di tengah pandemi Covid-19.
Untuk mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19, perusahaan media perlu mengelola keuangannya dengan baik. Strategi pengurangan biaya bisa dilakukan, namun perusahaan harus tetap mempertahankan produktivitas dengan memenuhi permintaan klien/pembaca. Media perlu tetap menjaga produktivitas karena saat ini merupakan kesempatan bagi perusahaan media untuk menggaet pembaca setia, dengan menyuguhkan informasi terpercaya.
Hari Idul Fitri memberikan hikmah bagi rakyat Afghanistan. Secercah harapan bagi perdamaian muncul di negara yang terus menerus dilanda konflik bersenjata. Sejak hari Minggu, saat umat Muslim di seluruh dunia merayakan Idul Fitri, Pemerintah Afghanistan dan Kelompok Taliban melakukan gencatan senjata yang direncanakan selama tiga hari. Ini berarti menghentikan, walau sementara, perang saudara yang sudah berlangsung selama 19 tahun. Dengan gencatan senjata ini masyarakat Afghanistan dapat menikmati suasana bahagia pada hari Idul Fitri 1441 Hijriyah.
Menandai gencatan senjata itu, Pemerintah Afghanistan melepaskan 100 tahanan Taliban. Kebijakan itu sebagai respon atas dilaksanakannya gencatan senjata pada hari kedua Idul Fitri. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Afghanistan Javod Faisal bahkan mengatakan adanya kemungkinan pembebasan tawanan Afghanistan hingga 2000 orang. Pemerintah juga menyatakan, sebagai wujud gencatan senjata akan ada 100 tahanan dibebaskan setiap harinya. Hal itu tampaknya merupakan isyarat bagi adanya inisiatif untuk melakukan perundingan.
Gencatan senjata yang menahan terjadinya baku tembak dan peledakkan bom tentu membuat rakyat negeri itu bahagia karena dapat merayakan Idul Fitri dengan tenang dan gembira, sebagaimana Muslim di negara yang tidak dilanda perang saudara atau konflik bersenjata. Sebelum dlakukannya gecatan senjata, sebagai wujud niat baik, pemerintah telah membebaskan sedikitnya 1000 tawanan, sedangkan Taliban melepaskan 300 tentara pemerintah yang ditahan.
Gencatan senjata di Afghanistan itu segara disambut positif setidaknya oleh lima negara termasuk Indonesia, dalam suatu pernyataan bersama. Empat negara lain adalah Jerman, Norwegia, Qatar dan Uzbekistan .
Gencatan senjata di Afghanistan telah menimbulkan suka cita di kalangan rakyat Afghanistan. Setelah bertahun tahun mereka hidup di tengah konflik, kedamaian sungguh sangat mereka rindukan. Apalagi ini seolah memberikan harapan baru bagi rakyat Afghanistan terutama pemuda, remaja dan anak anak, yang selama konflik seperti tidak punya masa depan.
Pertanyaannya kemudian, sejauh mana para pemimpin, baik di kalangan Pemerintah maupun Taliban, mampu mengendalikan rasa permusuhan. Fakta bahwa sebelumnya pernah dilakukan gencatan senjata dan tak berakhir dengan perdamaian, bisa saja akan terulang lagi pasca Idul Fitri.
Pandemi Coovid-19 masih berlangsung. Tak seorangpun mengetahui kapan pandemi tersebut akan berakhir. Sementara, obat dan vaksin untuk penyakit tersebut belum ditemukan; negara-negara di dunia menyiapkan langkah untuk beradaptasi dengan penyakit tersebut. Langkah-langkah adaptasi yang digaungkan sebagai new normal atau normal baru dimaksudkan untuk melindungi setiap orang dari penularan Covid-19, sambil tetap dapat beraktifitas.
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan protokol new normal bagi perkantoran dan industri dalam menghadapi pandemi Covid-19, yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan. Implementasi normal baru diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Panduan tersebut menetapkan bahwa perusahaan wajib membentuk Tim Penanganan Covid-19 di tempat kerja. Perusahaan juga dapat melakukan pengaturan kerja dari rumah (work from home) dengan menentukan pekerja esensial yang perlu tetap bekerja/datang ke tempat kerja dan pekerja yang dapat melakukan pekerjaan dari rumah. Jika memungkinkan, shift 3 ditiadakan, yaitu waktu kerja yang dimulai pada malam hingga pagi hari. Bagi pekerja shift 3 diatur agar yang bekerja, terutama pekerja berusia kurang dari 50 tahun. Aturan ini juga mewajibkan pekerja menggunakan masker sejak perjalanan dari/ke rumah, dan selama di tempat kerja; memastikan seluruh area kerja bersih dan higienis dengan melakukan pembersihan secara berkala dengan menggunakan pembersih dan desinfektan. Pengaturan jarak antar-pekerja minimal 1 meter pada setiap aktivitas kerja.
Pemerintah juga sedang menyiapkan skenario new normal untuk Aparatur Sipil Negara -ASN. Menurut Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Dwi Wahyu Atmaji, skenario ini disiapkan sebagai pedoman bagi ASN agar dapat bekerja optimal selama vaksin Covid-19 belum ditemukan.
Peraturan Pemerintah No. 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar -PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 menetapkan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja. Namun untuk dunia usaha, pembatasan tidak mungkin dilakukan selamanya. Roda perekonomian harus tetap berputar. Peliburan karyawan dalam jangka waktu lama dikhawatirkan dapat mengakibatkan ekonomi terhenti.
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto mengatakan bahwa dunia usaha dan masyakat pekerja memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya mobilitas, serta interaksi antar orang karena aktivitas bekerja. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan protokol normal baru bagi dunia usaha dan pemerintahan. Semoga dengan panduan normal baru untuk dunia usaha dan pemerintahan, para pekerja dan keluarga mereka dapat terhindar dari penularan Covid-19, sampai ditemukannya vaksin dan obat untuk penyakit tersebut.
Masyarakat muslim Indonesia telah merayakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriah, pada hari Minggu 24 Mei kemarin. Penetapan 1 Syawal 1441 Hijriah yang merupakan hari besar terpenting bagi orang Indonesia yang mayoritas beragama Islam, diputuskan berdasarkan hasil Sidang Isbat yang diselenggarakan Kementerian Agama RI pada hari Jum’at 22 Mei 2020.
Pandemi Covid-19, membuat perayaan Idul Fitri tahun ini menjadi sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kemeriahan di hari “kemenangan” setelah satu bulan berpuasa di bulan Ramadhan menjadi sangat berkurang atau tidak dapat dirasakan ummat muslim, terutama di wilayah-wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Pelaksanaan sholat Idul Fitri yang sebelumnya dilaksanakan di Masjid-Masjid dan tanah lapang dengan dihadiri ratusan bahkan ribuan orang, kali ini tidak terlihat disebagian besar wilayah Indonesia. Kegiatan silaturahim dengan berkumpul bersama keluarga juga hampir tidak ada. Mudik ke kampung halaman yang sudah menjadi tradisi ummat muslim tidak hanya di Indonesia bahkan dunia juga dilarang.Jika ada yang masih bisa melaksanakan sholat Idul Fitri di masjid atau tanah lapang karena diijinkan pemerintah daerah, maka jumlahnya pun tidak banyak. Sedangkan berkumpul bersilaturahim dalam jumlah besar atau mudik ke kampung halaman dengan berbagai cara pada prinsipnya tetap dilarang dilarang, karena melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar [PSBB] yang ditentukan pemerintah.
Beberapa hari sebelum Idul Fitri Kementerian Agama sudah mengingatkan agar umat Islam tetap mematuhi protokol kesehatan. Ummat muslim dihimbau agar berlebaran di rumah bersama keluarga inti dan tidak menerima tamu untuk mencegah penularan virus CoronaCovid-19.
Menurut Kementerian Agama silaturahim dapat dilakukan dengan media sosial. Ini tentu sangat berbeda dengan kebiasaan yang dilakukan umat muslim Indonesia selama ini.
Perbedaan perayaan Idul Fitri tahun ini juga disampaikan Presiden Joko Widod [Jokowi] dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo saat menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriah lewat video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (23/4/2020).
Dalam video tersebut, Presiden Jokowi mengatakan bahwa perayaan Idul Fitri kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena adanya pandemi COVID-19. Menurut Presiden Idul Fitri kali ini menuntut pengorbanan untuk tidak mudik, dan tidak bersilaturahmi seperti biasanya, karena saat ini kesehatan masyarakat adalah hal yang paling penting.
Apa yang dikatakan Presiden memang benar, sebab kesehatan dan keselamatan masyarakat adalah yang terpenting untuk menghadapi masa depan, setelah pandemi berakhir, yang tentunya akan penuh tantangan.
Awal Mei 2020 ini sebetulnya adalah fase awal pemulihan dari Covid 19 untuk beberapa negara Eropa. Italia, Jerman bahkan Spanyol telah mulai membuka lockdown secara bertahap. Tampaknya badai corona sudah mulai dianggap reda di beberapa negara tsb.
Tapi tidak dengan Amerika. Data dari John Hopkins Hospital menyebutkan jumlah orang meninggal akibat covid19 masih cukup tinggi. Yaitu mencapai hingga 60.000 orang lebih per awal Mei, dan sepertinya masih akan terus bertambah. Melihat jumlah korban yang sulit dikendalikan, Presiden Donald Trump sudah lama resah. Terutama karena Tiongkok merilis angka korban meninggal dalam masa pandemik di Wuhan, hanya sekitar 3000 orang. Jauh lebih kecil dari korban covid19 di Amerika. Dalam jumpa pers pada pertengahan April lalu, Trump menyebutkan bahwa Amerika akan melakukan penelitian mendalam tentang sebaran virus Covid19 ini dan kejadian mengerikan yg diakibatkannya.
Belakangan Trump bahkan mengklaim punya bukti dari mana sumber virus covid19 ini berasal. Beberapa Teori pun bermunculan. Media Amerika melaporkan bahwa virus ini bocor dari Institute Virologi Wuhan ke pasar hewan yang letaknya tidak jauh. Konon virus tersebut diproduksi bukan untuk senjata massal tapi untuk menunjukkan bahwa Tiongkok jauh lebih baik dan maju dalam penanganan virus. Namun sejauh ini Trump belum bisa memberikan bukti kuat atas klaimnya.
Teori lain pun muncul dan menyebutkan bahwa sebetulnya Amerika sudahlama memproduksi virus ini. Bill Gates sejak 2015 konon sudah mengingatkan dunia bahwa akan ada wabah yang akan menimpa dan microsoft kini sedang menyiapkan serum antivirus corona baru.
Apapun itu, sejauh ini semuanya hanyalah Teori Konspirasi, belum terbukti kebenarannya. Waktu juga yang akan memberikan jawaban.
Tanggal 20 Mei kemarin diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional bagi bangsa Indonesia. Kebangkitan yang dimulai dari pergerakan pemuda Indonesia di tahun 1908 oleh mahasiswa kedokteran STOVIA di Jakarta bermakna bagi bangsa Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Dari pertemuan para pemuda, 20 Mei 1908 dimulailah kebangkitan bangsa Indonesia melalui Organisasi Budi Utomo yang artinya Kepribadian yang Luhur. Sifat nasionalisme dimunculkan dalam pertemuan pemuda melalui penggunaan Bahasa Melayu sebagai Bahasa resmi bukan Bahasa jawa meskipun mayoritas yang hadir dari suku Jawa. Ditengah pandemi Covid-19 saat ini, kebangkitan pemuda Indonesia sangat berarti bagi keberlangsungan negara. Ditangan generasi penerus bangsa, negara Indonesia bangkit dan berjaya melalui inovasi.
Pada Hari Kebangkitan Nasional 2020, Presiden Joko Widodo menandai dengan peluncuran produk kolaboratif mahasiwa Universitas Airlangga Surabaya dengan tajuk Kebangkitan #Inovasi Indonesia, Peluncuran Produk Inovasi Covid-19 yang diinisiasi oleh Kementrian Riset dan Teknologi bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional. Peringatan Hari Kebangkitan Nasional tersebut dilakukan secara daring ditengah pendemi Covid-19 dan penerapan protocol kesehatan. Pada kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa dia optimis terhadap kemandirian bangsa Indonesia dalam mengahadapi Covid-19 dengan munculnya produk riset dan inovasi dalam negeri. Menurut Presiden, disaat keprihatinan akibat pandemi Covid-19 yang telah menalan ratusan ribu jiwa, harus mulai ditanamkan kebanggaan terhadap pemanfaatan produk-produk dalam negeri.
Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi, Bambang PS Brodjonegoro mengatakan bahwa peluncuran produk riset dan inovasi Konsorsium COVID-19 yang bertepatan pada Hari Kebangkitan Nasional dapat dimaknai sebagai kebangkitan inovasi Indonesia. Dalam paparannya, Menteri Bambang PS Brojonegoro menegaskan bahwa sejumlah perguruan tinggi menjadi salah satu mitra kolaboratif dalam menemukan produk inovatif, khususnya menghadapi pendemi Covid-19. Menurutnya, setidaknya pengertian produk inovasi mempunyai nilai kebaruan dan nilai tambah. Selain perguruan tinggi, Kementrian Riset dan Teknologi juga berkerjasama dengan sejumlah Kementrian, Badan dan Lembaga dalam melahirkan berbagai inovasi.
Sejatinya kebangkitan bangsa melalui inovasi tidak selalu pada pemuda tetapi pada setiap orang tanpa pandang usia. Inovasi merupakan salah satu bentuk kemandirian dan ingin melepas dari rutinitas monoton untuk keberlangsungan hidup. Sedangkan, kebangkitan merupakan ruh dari inovasi dan perubahan.Tanpa jiwa bangkit, kita tetap pada tempatnya tidak begerak, tidak bangun dan bisa jadi bersikap monoton pada situasi yang terjadi. Dengan demikian, jiwa bangkit dapat menyelaraskan perbedaan sehingga keluar dari monoton, out of the box, melalui inovasi serta perubahan. Semoga pada masa pendemi Covid-19, inovasi muncul bukan hanya dari alat kesehatan tetapi inovasi di bidang lainnya sebagai bentuk perlawan dalam mempertahankan dan menjaga keberlangsungan serta kehidupan bangsa Indonesia.