mazpri

mazpri

10
February

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Lestari Priansari Marsudi sempat mengunjungi Technopark di Kampus Tsinghua University dan bertukar pikiran mengenai lompatan ekonomi China saat berada di Beijing.

"Saya melakukan pertukaran pikiran mengenai lompatan ekonomi yang dilakukan oleh China, di mana Technopark memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi," katanya di sela Pertemuan Ke-3 Komisi Bersama untuk Kerja Sama Bilateral (JCBC) China-Indonesia di Beijing, Jumat (9/2).

"Saya yakin kita juga mampu melakukan lompatan ekonomi."

Ia yakin Indonesia juga memiliki banyak anak muda berbakat yang mampu berkreasi dan berkontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyokong pertumbuhan ekonomi.

Tahun lalu Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjalin kerja sama dengan Tsinghua University, salah satu perguruan tinggi terbaik di daratan Tiongkok itu.

Technopark di universitas itu menjadi dapur pemikiran para akademisi di bidang industri berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tempat para investor China menjaring talenta muda. Secara berkala investor China menggelar audisi untuk para mahasiswa di kampus tersebut.

"Kampus ini telah berhasil mengubah mindset dari 'Made in China' menjadi 'Created in China'. Perubahan mindset perlu kita lakukan, agar kita juga bisa menjadi 'Created in Indonesia'," kata Menlu.

Dengan perubahan pola pikir seperti itu, Retno melanjutkan, kemajuan di bidang industri akan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di Indonesia.

"Nantinya, kita bukan hanya sebagai tempat perakitan barang industri. Tapi lebih dari itu agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia," katanya.

Dalam kunjungan tersebut, Menlu mendapatkan penjelasan dari Kepala Operasional TusHoldings Hebert Chen bahwa Technopark Tsinghua University telah menyumbang 25 persen dari GDP dan 23 persen dari penerimaan pajak di China.

"Kontribusi kami terhadap perekonomian China cukup besar," kata Chen. Antara

09
February

Tiga tarian daerah Indonesia, Tari Cebing Melati dari Jawa Timur, Tari Bale Ganjur dari Bali dan Tari Panen dari Sumatera Barat, bertemu dengan kebudayaan asing lainnya dalam Dias & Port Festival di kota Mossel Bay, Provinsi Western Cape, Afrika Selatan, pada tanggal 1-3 Februari 2018.

Festival yang bertema “Where Cultures Meet" ini adalah kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Mossel Bay bersama Transnet Port Authority dalam rangka memperingati mendaratnya penjelajah asal Portugis, Bartholomeu Dias, pada 4 Februari 1488 di Aguada de São Brás, yang kemudian menjadi kota Mossel Bay.

Selama tiga hari tim kesenian Indonesia melakukan penampilan di Balaikota, di Langeberg Mall dan di panggung utama di Port of Mossel Bay. Kesenian Indonesia tersebut dibawakan oleh tim penari dari Eoan School of Performing Arts Cape Town yang sebagiannya pernah mengikuti Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI).

Walikota Mossel Bay Mr. Alderman Harry Levendal yang hadir bersama Menteri Keuangan Western Cape, Dr. Ivan Meyer dan Menteri Budaya dan Olahraga Western Cape Ms. Anroux Marais, dalam peringatan 29 tahun Museum Dias dengan bangga mengenakan batik khas Indonesia dan menyapa hadirin dengan ucapan “Selamat". Ia mengatakan bahwa selain mengenakan batik Indonesia, ia juga harus dapat menyapa dengan ucapan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu Direktur Museum Dias dalam pidatonya kemudian memberi gelar Walikota Harry Levendal sebagai “Indonesian Mayor of Mossel Bay".

Budaya Indonesia juga dikenalkan dalam parade budaya dimana delegasi Indonesia mengenakan sejumlah pakaian daerah di tanah air. Dalam kesempatan tersebut dibagikan juga sejumlah pamflet dan peta mini mengenai wisata wonderful Indonesia kepada para penonton di sepanjang jalan yang dilalui parade.

Rangkaian festival juga dimeriahkan dengan Flag Jump dimana tujuh bendera yaitu Kota Mossel Bay, Afrika Selatan, Portugis, RRC, Madagascar, Jerman dan Indonesia, dibawa oleh penerjun payung dan mendarat di arena Santos Beach.

Memanfaatkan momen tersebut, Konsul Pensosbud Muhammad Sadri dalam beberapa kesempatan mengajak para undangan yang hadir untuk melihat langsung kebudayaan di Indonesia menggunakan fasilitas bebas visa yang telah diberikan oleh pemerintah Indonesia. (Kemlu)​

09
February

 

Indonesia kembali mendapat apresiasi dari Pemerintah Senegal. Diundang sebagai tamu kehormatan pada Pameran Dagang Internasional Kaolack/Foire Internationale de Kaolack (FIKA) ke-3 yang akan digelar pada 1-14 Februari 2018 di Provinsi Kaolack (± 200 km dari Dakar), citra positif Indonesia di mata warga Senegal kini kian meningkat.

Dikampanyekan lebih dari setahun terakhir, partisipasi Indonesia pada FIKA tidak henti-hentinya diumumkan di radio-radio dan televisi Senegal. Alhasil, jumlah eksibitor yang ikut pameran pun melonjak hingga mencapai 700 eksibitor dibandingkan tahun sebelumnya.

Perdana Menteri Senegal, Mahammed Boun Abdallah Dionne, yang membuka secara resmi pelaksanaan FIKA, mengapresiasi kesediaan Indonesia untuk bertindak sebagai negara tamu kehormatan. Dikatakannya, Pemerintah Senegal mendukung penuh pelaksanaan FIKA, mengingat Provinsi Kaolack berperan sebagai hub yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar, serta merupakan salah satu wilayah termaju di Senegal.

Di hadapan ratusan tamu undangan, Dubes Mansyur Pangeran yang mewakili Pemerintah Indonesia dalam sambutannya mengatakan, kerja sama perdagangan Indonesia-Senegal dalam beberapa tahun terakhir telah meningkat pesat. “Peningkatan ini tidak hanya sekedar data statistik namun juga ditunjukkan dengan dapat dijumpainya dengan mudah berbagai produk Indonesia di pasar-pasar tradisional Senegal seperti minyak kelapa sawit, furnitur, tekstil sabun/deterjen, makanan/minuman, mie instan, dan produk elektronik," terang Dubes.

Dubes juga mengingatkan keseriusan Pemri dalam meningkatkan kerja sama dengan negara-negara Afrika dengan akan diselenggarakannya Indonesia-Afrika Forum di Bali, 10-11 April 2018. “Kita mengamati bahwa animo para pedagang lokal untuk ikut pameran cukup tinggi karena banyak dari mereka yang sudah memiliki bisnis dengan pengusaha Indonesia," lanjut Dubes.

Pada FIKA tahun lalu stand Indonesia dikerubuti pengunjung dengan hadirnya Mie Sedap di Senegal. Kali ini di hadapan Perdana Menteri Senegal, Dubes Mansyur memamerkan miniatur pesawat CN-235 kebanggaan Indonesia yang telah dibeli oleh Pemerintah Senegal. Kepada PM Dione Dubes Mansyur juga mempromosikan berbagai produk unggulan nasional dan produk industri strategis lainnya yang didisplai pada banner.

Ketua KADIN Nasional Senegal juga menyampaikan apresiasinya kepada Indonesia yang dipandang sebagai negara emerging untuk dijadikan model pembangunan bagi Senegal. Disampaikan oleh Ketua KADIN Senegal bahwa peluang produk halal Indonesia di Afrika yang memiliki pasar 300 juta penduduk memiliki potensi perdagangan mencapai 2,9 miliar Dolar AS. 

FIKA 2018 mengangkat tema “Halal: dari standar masyarakat menuju standar ekonomi." Peserta FIKA sebagian besar berasal dari 14 provinsi Senegal dan beberapa negara Afrika lainnya, antara lain Mali, Gambia, Benin, dan Burkina Faso.

Pejabat KUKPTTOKI yang diwakili M. Amar Ma'ruf, Asisten Hublu dan Kerja Sama Teknik, juga hadir pada FIKA dalam rangkamempromosikan produk gula aren yang dapat dikembangkan sebagai sumber energi alternatif (bio-etanol).

Pada pameran, KBRI Dakar mendisplai dan memamerkan berbagai sampel produk, replika dan brosur industri strategis Indonesia, antara lain PT. Dirgantara Indonesia, PT. INKA, PT. PAL Indonesia, PT. Pindad dan perusahaan-perusahaan Indonesia yang mengekspor berbagai produk unggulan antara lain teh dan kopi, ban mobil pakaian militer, furniture, produk dan alat pertanian, sabun/deterjen/lotion anti nyamuk, mie instan, minyak kelapa sawit, minyak/salep gosok anti nyeri, balsam dan kain-kain batik.

Selain itu, KBRI juga menyuguhkan Mie Sedap yang diimpor oleh perusahaan milik Ketua KADIN Senegal, CCBM, bagi para pengunjung distand KBRI.​ Kemlu

09
February

Direktur Jenderal Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Rosarita Niken Widiastuti mengatakan 92,60 persen sumber hoaks berasal dari media sosial.

"Di media sosial kebebasan pers dimanfaatkan orang untuk tujuan-tujuan tertentu, sehingga seolah-olah kebebasan pers adalah bebas-sebebasnya tanpa aturan, tanpa etika sama sekali," katanya dalam diskusi publik dengan tema "Hantam Hoaks Dengan Keterbukaan Informasi" dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Padang, Kamis.

Ia mengungkapkan setiap orang terkoneksi dengan gadget atau media sosial hampir sembilan jam dalam sehari, jadi aktivitas yang lain dilakukan di sela-sela melihat gadget. "Pekerjaan pokoknya melihat gadget yang lainnya adalah sampingan," katanya.

Faktanya di internet, katanya, empat dari sepuluh orang aktif di media sosial, baik tua maupun muda, dan nyatanya manusia hanya tahan untuk tidak melihat ponsel hanya dalam waktu tujuh menit.

"Ketika dilihat pada dunia nyata tidak ada kegiatan apapun, namun di internet luar biasa sibuknya," ujar dia.

Dalam satu menit terdapat 168 juta email yang beredar, 695 ribu status facebook, serta 98 ribu cuitan twitter. Itu semua, katanya merupakan kegiatan informasi yang beredar dan tersebar dari orang ke orang dari grup ke grup dan lainnya.

Sementara, ujarnya minat baca di Indonesia sangat rendah menduduki ranking 60 dari 61 negara. Dalam setahun setiap orang Indonesia hanya membaca buku 27 lembar berarti rata-rata per bulan sekitar dua lembar.

"Sehingga dapat dipertanyakan informasi seperti apa yang tersebar dan beredar di media sosial itu," tambahnya.

Hal itu, jelasnya tentu saja berkorelasi antara kurang membaca dengan keaktifan di media sosial. Akhirnya, munculah hoaks yang beredar di masyarakat dengan begitu banyak ujaran kebencian melalui media sosial. Oleh karena itu, ia berharap agar masyarakat berhati-hati dalam menggunakan media sosial sehingga tidak menjadi pemproduksi maupun penyebar hoaks.

"Setiap informasi yang diterima harus dicek terlebih dahulu kebenarannya, terutama yang beredar di media sosial," ujarnya. Sedangkan, bentuk saluran hoaks adalah tulisan sebanyak 62 persen, gambar 37,50 persen dan video 0,40 persen. Sumber hoaks dari radio 1,2 persen, email 3,10 persen, media cetak 5 persen, televisi 8,70 persen, situs website 34,90 persen, dan lainnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Informasi (KI) Tulus Subardjono mengatakan komisi itu seharusnya dapat menjadi penawar hoaks agar berita bohong hilang dengan sendirinya. "Caranya tentu saja bisa intervensi ke masyarakat, intervensi ke media, bisa ke badan publik, dan lainnya," katanya.

Ia mengatakan dalam waktu dekat akan membuat nota kesepahaman bersama dengan PWI untuk mendorong hoaks hilang dari peredarannya. Ant