Akbar

Akbar

25
March

 

VOinews.id- Militer Israel telah melancarkan operasi militer baru di kota Khan Younis di Jalur Gaza selatan, kata militer pada Minggu (24/3).

Menurut pernyataan militer Israel itu, ada sekitar 40 target yang diserang dalam operasi tersebut di lingkungan Al-Amal di bagian selatan kota.

Sejauh ini belum ada laporan korban jiwa.

Namun, Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina pada Minggu pagi mengatakan pasukan Israel telah menyerbu Kompleks Medis Nasser dan Rumah Sakit Al-Amal di kota itu dengan tembakan membabi buta.

Organisasi itu mengatakan pasukan Israel menembakkan bom-bom asap ke RS Al-Amal hingga memaksa para petugas medis, pasien, dan pengungsi Palestina yang mencari perlindungan di fasilitas itu meninggalkan tempat.

Satu orang warga Palestina dilaporkan terluka dalam serangan itu.

Menurut kelompok bantuan tersebut, pasukan Israel memaksa mereka yang berada di dalam rumah sakit "untuk meninggalkan tempat itu dalam keadaan setengah telanjang."

Israel terus melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza usai serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel.

Sejak itu, lebih dari 32.200 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas di Gaza. Selain itu, sedikitnya 74.500 lainnya terluka di tengah kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.

Perang Israel telah memaksa 85 persen penduduk Gaza mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) dituduh melakukan genosida.

ICJ pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan aksi tersebut serta dan mengambil tindakan yang menjamin bantuan kemanusiaan bisa sampai kepada warga sipil di Gaza.


Sumber: Anadolu

22
March

 

VOInews.id- Pelapor khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar Tom Andrews pada Rabu (20/3) menyerukan aksi internasional yang lebih kuat untuk mengatasi krisis di Myanmar ketika junta militer meningkatkan serangan terhadap warga sipil di sana. “Kemunduran yang dialami junta militer Myanmar, akibat kekalahan besar di medan perang dan meluasnya penolakan warga, telah meningkatkan serangan terhadap warga sipil, sehingga diperlukan aksi internasional yang lebih kuat dan terkoordinasi,” kata dia dalam pidatonya di Dewan Hak Asasi Manusia.

 

Andrews menyerukan diakhirinya “kebijakan lunak dan keterlibatan dengan junta tanpa syarat” dan mengatakan bahwa "syarat pertama adalah menghentikan pembunuhan.” Dia menekankan bahwa dalam lima bulan terakhir, terjadi serangan udara terhadap warga sipil meningkat lima kali lipat. “Sekarang, junta telah meluncurkan program perekrutan militer secara paksa, mendorong generasi muda bersembunyi, meninggalkan negara itu, atau bergabung dengan pasukan perlawanan–anak-anak muda yang enggan terlibat dalam aksi kebrutalan junta,” kata dia.

 

Andrews mengatakan meski ada perintah sementara dari Mahkamah Internasional terkait kasus genosida yang diajukan oleh Gambia, pelanggaran hak asasi manusia sistematis terhadap warga etnis Rohingya terus terjadi. “Mereka yang berharap pada junta untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas di Myanmar kecewa.

 

Junta adalah penyebab utama kekerasan, ketidakstabilan, kemerosotan ekonomi, dan pelanggaran hukum di negara ini,” kata dia. Andrews memperingatkan bahwa kekacauan di Myanmar dapat meluas ke kawasan dan dunia, dan mendesak komunitas internasional memberi dukungan lebih besar sampai kekejaman junta berakhir. Myanmar, negara di Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, berada di bawah kekuasaan junta sejak Februari 2021. Militer, yang dikenal sebagai Tatmadaw, menghadapi perlawanan sengit dari kelompok etnis di banyak wilayah di negara itu. Setidaknya tiga kelompok etnis bersenjata dalam Aliansi Persaudaraan telah melawan rezim junta untuk merebut kendali di Myanmar utara sejak akhir Oktober. Mereka menyerang pasukan junta dan merebut banyak kota dan pos militer. Banyak orang dilaporkan tewas dalam serangan tersebut.

 

Sumber: Anadolu

22
March

 

VOInews.id- Sebanyak 50.000 warga Palestina melaksanakan ibadah shalat Tarawih pada Kamis (21/3) di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem timur yang diduduki, meskipun ada pembatasan dari Israel. Dalam pernyataan singkatnya, Departemen Wakaf Islam di Yerusalem menyatakan hampir 50.000 orang mengikuti shalat Tarawih di Masjid Al-Aqsa menjelang Jumat kedua di bulan Ramadhan. Sementara itu kantor berita resmi Palestina WAFA menyebutkan bahwa pasukan Israel menutup Jalan Al-Wad di Kota Tua Yerusalem, untuk menghalangi jalan masuk ke masjid.

 

Masjid Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga di dunia bagi umat Islam. Orang-orang Yahudi menyebut kawasan itu sebagai Bukit Bait Suci, mengklaim bahwa tempat itu adalah lokasi dua kuil Yahudi di zaman kuno. Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat Al-Aqsa berada, selama Perang Arab-Israel 1967, Israel menganeksasi seluruh kota pada 1980 dalam sebuah tindakan yang tidak pernah diakui masyarakat internasional.

 

Shalat tarawih adalah shalat malam yang dilaksanakan selama bulan suci Ramadan. Israel telah melarang umat Islam Palestina untuk memasuki Masjid Al-Aqsa di tengah meningkatnya ketegangan di seluruh wilayah Tepi Barat yang diduduki karena serangan militer Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. Serangan yang dilancarkan sebagai balasan atas serangan 7 Oktober oleh kelompok Palestina Hamas itu, menyebabkan hampir 32.000 warga Palestina tewas.

 

Antara

21
March

 

VOInews.id- Presiden Iran Ebrahim Raeisi menyerukan pengambilan langkah-langkah praktis untuk menghentikan serangan dan kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza. Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Iran Raeisi dalam pesan Tahun Baru kepada negara-negara Asia yang merayakan Nowruz atau yang juga dikenal dengan Tahun Baru Persia. Raeisi menyatakan bahwa Nowruz merupakan pesan perdamaian dan hidup berdampingan secara damai serta menjadi simbol dari rekonsiliasi.

 

"Ketika negara-negara Asia merayakan peristiwa baik melalui Nawruz, rakyat Gaza tertindas dan menghadapi serangan brutal rezim Zionis. Tak hanya itu, rakyat Gaza juga berada di bawah pengepungan total serta kehilangan akses terhadap kesehatan dasar dan fasilitas mata pencaharian," ujarnya. Raeisi menganggap pengambilan langkah praktis yang serius guna menghentikan serangan rezim Zionis sebagai tugas kemanusiaan, termasuk untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada rakyat tertindas di Gaza.

 

Israel melancarkan perang brutal di Gaza yang terkepung pada tanggal 7 Oktober setelah Hamas melakukan operasi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap entitas pendudukan sebagai bentuk pembalasan atas kekejaman yang semakin intensif terhadap rakyat Palestina. Israel telah melakukan pengepungan total terhadap wilayah padat penduduk tersebut, memutus bahan bakar, listrik, makanan, dan air bagi lebih dari dua juta warga Palestina yang tinggal di daerah itu.

 

Serangan Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi. Sebanyak 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB. Israel dituntut akibat melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Putusan sela pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

 

Sumber : MNA-OANA