Voice of Indonesia menyelenggarakan gelar wicara Diplomatic Forum dengan tema Kerjasama Global dalam Menghadapi Epidemi di Auditorium Jusuf Ronodipuro, RRI Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020. Kasus wabah COVID-19 atau yang dikenal sebagai Virus Corona, menjadi kasus paling menarik perhatian di awal 2020. Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mendeklarasikan COVID-19 sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (PHEIC). Direktur Voice of Indonesia Agung Susatyo mengatakan deklarasi tersebut menunjukkan perlunya perhatian dunia terhadap status COVID-19. Terlebih COVID-19 juga dideklarasikan sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat. Agung menyampaikan perhatian dunia bukan hanya diperlukan untuk mengantisipasi COVID-19 agar tidak menyebar ke negara masing-masing, namun lebih dari itu, bersama-sama turun tangan dalam penanganannya. Kerjasama global dalam penanganan COVID-19 dan segala tantangan dunia kesehatan lainnya, menurut Agung, akan mempercepat penanganan terhadap korban. Selain itu, kerjasama ini dapat mengantisipasi kemungkinan munculnya wabah dan menghindari terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Hingga Selasa (18/02/2020) Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok merilis angka kematian akibat COVID-19 telah mencapai 1.868 orang. Hadir sebagai pembicara Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumar Nayar, Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Kesehatan dan Arianto Surojo, Koordinator Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya (Pensosbud) KBRI Beijing. //pers rilis.19.2’20.mar/AHM
Peningkatan perlindungan anak dan perempuan di berbagai sektor menjadi fokus perhatian Presiden Joko widodo di periode kedua pemerintahannya. Anak-anak dan perempuan rentan akan perlakuan tindakan kekerasan, sehingga diperlukan perhatian dan upaya khusus untuk melindungi mereka. Demikian dikatakan Deputi Perlindungan Anak dan Perempuan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,Gafur Akbar Dharmaputra, usai gelar wicara Diplomatic Forum yang diselenggarakan Voice of Indonesia, di Jakarta, Selasa (17/12).
“Intinya presiden itu meminta perlindungan anak dan perempuan itu menjadi perhatian. Kenapa? Jadi isunya perlindungan perempuan dan anak itu bukan karena gendernya, perempuannya. Tetapi yang harus kita lihat adalah bagaimana kita memanusiakan manusia, jadi bagaimana kita menaruh perhatian pada Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu anak - anak tidak boleh bekerja. Jadi menghapus pekerja anak, bukannya ngga boleh kerja, tetapi menghapus pekerjaannya. Jadi mereka itu karena masih anak - anak harus sekolah. Misalnya seperti itu.”
Selain itu, Gafur Akbar Dharmaputra juga mengatakan sebagai salah satu upaya perlindungan anak dan perempuan, pemerintah Indonesia juga terus mendorong sosialisasi perkawinan yang berdasarkan Undang- undang no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Ia menambahkan mempersiapkan Sumber daya manusia anak dan perempuan yang unggul menjadi keharusan melalui berbagai program edukasi // (VOI/Ahmad Faisal/AHM)