Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Pertanian, Pangan dan Kehutanan Italia, Teresa Bellanova menandatangani nota kesepahaman tentang penguatan kerjasama Indonesia dan Italia dalam hal promosi produk pertanian. Acara tersebut dilakukan saat pertemuan keduanya di Roma, Senin,20 Januari lalu. Kerjasama tersebut mencakup budidaya, mekanisasi pertanian, pengelolaan sumber daya air, pendidikan dan pelatihan, penelitian, dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia.
Dalam pertemuan tersebut, Syahrul Yasin Limpo dan Teresa Bellanova membahas sejumlah isu bilateral, terutama terkait peningkatan nilai perdagangan dan investasi di bidang pertanian antara kedua negara. Dalam kesempatan tersebut Syahrul menjelaskan keunggulan komoditas pertanian Indonesia, seperti sawit, karet, buah tropis, teh dan rempah-rempah. Syahrul juga menjelaskan, produk Indonesia telah memenuhi standar Uni Eropa di bidang kesehatan, sehingga bisa diekspor ke pasar Eropa, termasuk Italia. Ia juga menekankan sektor pertanian Indonesia telah menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) dan dikelola secara sustainable. Syahrul juga mengundang investasi Italia di sektor pertanian dan peternakan di Indonesia.
Secara khusus, kedua Menteri membahas ekspor sawit Indonesia. Produk sawit diketahui digunakan dalam industri makanan dan sebagai bahan bio-diesel di Italia. Menanggapi hal tersebut, Menteri Pertanian, Pangan dan Kehutanan Italia, Teresa Bellanova mengatakan ia dapat menerima penjelasan bahwa perkebunan sawit berperan dalam membuka lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Sementara itu Duta Besar RI untuk Italia, Esti Andayani menilai, penandatangan nota kesepahaman tersebut semakin memperkuat hubungan kedua negara dan dapat mendorong pembangunan sektor pertanian di Indonesia. Menurutnya, nota kesepahaman tersebut akan mempermudah pelaksanaan pertukaran informasi pertanian, pelatihan untuk peningkatan kapasitas serta penyelenggaraan joint research oleh lembaga penelitian pertanian di kedua negara.
Indonesia dan Italia memiliki hubungan yang telah terjalin sejak 1959, dan baru saja merayakan 70 tahun hubungan diplomatik pada 2019. Italia adalah mitra dagang terbesar ke-3 bagi Indonesia di antara negara-negara Uni Eropa. Dalam periode Januari hingga November 2019, nilai perdagangan kedua negara mencapai 3,17 Miliar dolar Amerika.
Saat mendampingi Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Labuan Bajo, provinsi Nusa Tenggara Timur, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya berkesempatan meninjau Kebun Bibit Desa dan calon lokasi persemaian modern Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, pada Minggu 19 Januari lalu.
Siti Nurbaya mengatakan, Kebun Bibit Desa Labuan Bajo merupakan salah satu hasil dari program 1.000 kebun bibit desa yang tengah dijalankan oleh kementeriannya di seluruh Indonesia.
Pada kesempatan yang sama Siti Nurbaya, juga melakukan peninjauan ke calon lokasi persemaian modern Labuan Bajo. Luas lahan persemaian modern tersebut sekitar 30 hektar, terletak di desa Satar Kodi, Kelurahan Nggorang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Sejumlah tanaman endemik akan disediakan di persemaian modern ini dan diperkirakan setiap tahunnya bisa memproduksi 1 juta bibit tanaman.
Pembangunan persemaian modern Labuan Bajo dalam upaya untuk mengatasi kondisi lahan kritis berupa lahan terbuka dan semak belukar yang gersang dan tidak produktif yang masih banyak terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur, termasuk kawasan wisata Labuan Bajo.
Dikatakannya, dengan tersedianya bibit tanaman di persemaian modern, nantinya akan mendukung upaya penanaman untuk menciptakan lingkungan yang hijau dan indah, udara yang bersih dan segar, lahan yang produktif serta iklim mikro yang teduh dan nyaman, sehingga menciptakan image yang positif dan meningkatkan wisatawan untuk datang.
Kebun Bibit Desa ini juga untuk menjamin kebutuhan bibit berkualitas dalam jumlah besar cepat dan berkelanjutan dalam rangka penanaman. Persemaian modern Labuan Bajo direncanakan terintegrasi dengan sumber benih, arboretum, hutan kota dan taman sebagai eco edu-forest. Pembangunan persemaian ini adalah dalam rangka mendukung Labuan Bajo sebagai salah satu dari lima destinasi wisata super prioritas. Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengembangkan destinasi wisata super prioritas yakni Danau Toba di Sumatra Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB), Likupang di Sulawesi Utara, dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Presiden Joko Widodo berkunjung ke Labuan Bajo, provinsi Nusa Tenggara Timur-NTT Minggu (19/1) hingga Selasa lalu. Pemerintah telah memasukkan Labuan Bajo sebagai salah satu dari lima destinasi super prioritas.
Pada hari pertama kunjungan kerjanya di sana, Senin (20/1), Presiden Joko Widodo menggelar rapat kabinet terbatas bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal (TNI) Doni Monardo, Kepala BASARNAS Laksamana Madya Bagus Puruhito, Gubernur NTT Viktor Laiskodat, Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch. Dula.
Usai rapat Presiden Joko Widodo menyampaikan keinginannya mempersiapkan Labuan Bajo menjadi lokasi kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 2023 nanti. Selain KTT G20, kegiatan tingkat dunia lainnya yang akan digelar di Labuan Bajo ASEAN Summit atau Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN. Menurut Presiden kendala besar dalam mempersiapkan Labuan Bajo sebagai tempat perhelatan internasional adalah infrastruktur, lanskap, sampah, serta kekurangan air baku. Oleh karena itu persiapannya harus dimulai tahun ini.
Dari sisi ketersediaan air baku, Presiden Jokowi meminta Menteri Basuki menambah kapasitas air baku sekitar 100 mililiter per detik. Soal sampah, ia ingin kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat-PUPR mempersiapkan infrastruktur pengolahan sampah yang terintegrasi, baik untuk sampah darat maupun laut. Untuk sampah darat, Presiden Joko Widodo meminta Kementerian PUPR membangun alat pembakar sampah yang dioperasikan dengan menggunakan teknologi pembakaran pada suhu tertentu, sehingga sampah dapat terbakar habis atau dikenal dengan incinerator. Kemudian, membangun tempat pembuangan sampah akhir. Sementara untuk sampah laut, ia ingin ada kapal-kapal pembersih sampah laut. Aktivitas itu diharapkan mulai pada Februari 2020. Presiden menegaskan, yang paling penting juga pendidikan masyarakat mengenai budaya sampah. Ia mengharapkan tak ada sampah di Labuan Bajo.
Di sisi lain, Kepala Negara juga memerintahkan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar untuk membuat kawasan hijau dengan penanaman bibit. Targetnya, kawasan itu bisa memproduksi lima juta sampai tujuh juta pohon setiap tahunnya.
Dari sisi infrastruktur Presiden Joko Widodo mendorong pengembangan Bandara Komodo dan kawasan wisata. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pihaknya akan menambah panjang landasan pacu di Bandara Komodo. Dengan peningkatan kapasitas itu, landasan diharapkan bisa digunakan untuk pesawat berbadan besar seperti Airbus 300.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didirikan pada tahun 2011 melalui Undang-Undang No. 21/2011. OJK sebagai lembaga keuangan independen hadir untuk menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Dengan terbentuknya OJK, maka secara otomatis pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank beralih ke OJK.
Kehadiran OJK diharapkan oleh masyarakat Indonesia untuk mampu mengawasi sektor keuangan dan perbankan di Indonesia. Sayangnya, harapan ini akhir-akhir ini sedkiti ternoda setelah muncul masalah gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.
Sebagai akibat masalah tersebut, muncul wacana apakah OJK masih dibutuhkan untuk mengawasi berbagai lembaga keuangan. Wacana pembubaran OJK muncul dari parlemen. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengakui ada wacana OJK dibubarkan. Tugas dan wewenang OJK dikembalikan ke Bank Indonesia (BI). OJK yang berwenang untuk mengawasi perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non-bank seperti perusahaan asuransi dinilai gagal menjalankan tugas pengawasannya. Hal ini terbukti dimana PT Asuransi Jiwasraya gagal bayar terhadap nasabahnya. Timbul pertanyaan apakah OJK perlu dibubarkan (?)
Negara-negara lain juga memiliki lembaga pengawasan seperti OJK. Beberapa lembaga pengawasan keuangan yang sukses beroperasi hingga sekarang adalah misalkan BaFin di Jerman dan Japan Financial Services Agency (JFSA) di Jepang. Namun, ada pula yang dibubarkan setelah gagal menjalankan tugas pengawasannya. Contohnya, Financial Services Authority (FSA) di Inggris.
Melihat pengalaman negara lain seperi Inggris, maka wacana pembubaran OJK bukan tidak mungkin menjadi kenyataan. Walaupun ada kemungkingkinan dibubarkan,tetapi diharapkan OJK tidak dibubarkan.
Ada dua alasan utama mengapa OJK diharapkan tidak bubar. Alasan pertama adalah bahwa OJK baru memasuki usia sekitar delapan tahun. Selama delapan tahun OJK berdiri bukan tanpa pencapaian. Selama itu, pengaturan dan pengawasan yang dilakukan OJK di perbankan cukup memadai. Terdapat kelemahan di industri keuangan non-bank, seperti diakui oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (22/1/2020). OJK sudah mengakui bahwa pihaknya sedang melakukan reformasi di industri keuangan non-bank. Reformasi di industri keuangan non-bank sudah dilakukan oleh OJK sejak 2018. Sekarang, dengan adanya masalah gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya, maka upaya reformasi di industri keuangan non-bank perlu dipacu. Alasan kedua adalah perkembangan industri keuangan di Indonesia sangat pesat dan kompleks. Dengan demikian, kehadiran sebuah lembaga seperti OJK sangat diperlukan pada pesatnya perkembangan industri keuangan.
Untuk itu, pihak OJK harus menjalankan tugas dan fungsi utamanya untuk mengawasi berbagai lembaga keuangan secara independen dan objektif agar ke depan, tidak ada lagi istilah gagal bayar atau lembaga keuangan fiktif di negeri tercinta ini, Indonesia!