Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Desra Percaya memimpin delegasi Indonesia pada rangkaian pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Pacific Islands Forum (KTT PIF) ke-50 di Funafuti, Tuvalu, 13-16 Agustus 2019. Seperti dikutip dari laman kemlu.go.id, Desra Percaya mengatakan dampak perubahan iklim saat ini telah menjadi ancaman nyata dan berbahaya yang dihadapi oleh negara-negara di kawasan Samudera Pasifik, termasuk Indonesia. Pada pertemuan antara para Pemimpin Pacific Islands Forum dengan Mitra Dialog, Jumat(16/8) lalu, Desra Percaya menegaskan komitmen Indonesia untuk lebih berperan dalam mengatasi tantangan kawasan Pasifik yang sebagian besar merupakan negara kepulauan seperti perubahan iklim, isu kelautan dan bencana alam. Indonesia juga ingin berkontribusi dalam upaya pengembangan kawasan Pasifik.
Desra Percaya menyebut Indonesia juga menghadapi dampak perubahan iklim yang sama dengan kawasan Pasifik. Indonesia adalah mitra negara-negara Pasifik dan bagian tak terpisahkan dari kawasan ini. Indonesia siap secara konkret memperjuangkan kepentingan negara kepulauan pada Konferensi Perubahan Iklim ke-25 (Climate Change Conference-UNFCCC COP 25) di Santiago, Chile, pada bulan Desember 2019.
KTT Pacific Islands Forum ke-50 membahas isu-isu yang menjadi perhatian bersama di Pasifik, antara lain keamanan regional, perubahan iklim, dan keamanan maritim. Pacific Islands Forum mengesahkan Kainaki II Declaration for Urgent Climate Change Action dan sepakat untuk menyusun 2050 Strategy for the Blue Pacific Continent. Pertemuan juga menandakan serah terima keketuaan PIF dari Nauru (2018-2019) kepada Tuvalu (2019-2020).
Pembahasan isu perubahan iklim mendominasi jalannya Pertemuan Pimpinan Pacific Islands Forum tahun ini. Negara-negara kepulauan Pasifik sangat rentan terhadap ancaman perubahan iklim yang mengakibatkan kerugian sangat besar, terutama akibat dari ancaman kenaikan permukaan air laut, kejadian bencana alam yang semakin intensif, hingga menciptakan isu kemanusiaan dimana masyarakat kepulauan terancam bertahan hidup dengan bermigrasi ke negara lain. Selain itu negara-negara Pacific Islands Forum juga fokus menyusun posisi bersama untuk diperjuangkan pada pertemuan COP25 mendatang.
Sejak tahun 2001, Indonesia rutin menghadiri pertemuan tahunan PIF bersama dengan Mitra Dialog lainnya, termasuk Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, dan Uni Eropa. Indonesia selalu hadir dan berkontribusi aktif dengan bertukar pandang, berbagi pengalaman, dan menawarkan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan dan pembangunan kapasitas kepada negara-negara Pasifik.
PIF merupakan forum kerja sama antar negara-negara di kawasan Pasifik yang meliputi 18 negara atau wilayah, yaitu Australia, Kepulauan Cook, Fiji, Polynesia Perancis, Kaledonia Baru, Kiribati, Kepulauan Marshall, Nauru, Niue, Federasi Mikronesia, Palau, Papua Nugini Selandia Baru, Kepulauan Solomon, Tuvalu, Tonga, dan Vanuatu. Forum ini didirikan pada tahun 1971, dan bertujuan memperkuat kerjasama dan integrasi kebijakan negara-negara Pasifik guna mencapai pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, tata kelola pemerintahan yang baik, serta keamanan regional bersama.
Dalam momentum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke74, Bank Indonesia di Jakarta, Sabtu, 17 Agustus meluncurkan secara resmi QRIS atau QR Code Indonesian Standard. QRIS merupakan sistem Quick Response (QR) Code untuk pembayaran melalui aplikasi uang elektronik server based, dompet elektronik, atau mobile banking yang dapat digunakan di semua aplikasi ponsel. Dalam peluncuran tersebut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penggunaan QRIS bakal memberikan banyak keuntungan dan juga kemudahan dan keuntungan bagi konsumen. Salah satu keuntungannya adalah biayanya yang tergolong lebih rendah dan cenderung seragam antarpelaku Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran. Hal ini tercermin lewat persentase biaya merchant discount rate (MDR) untuk merchant reguler.
Dijelaskan, keberadaan QRIS bertujuan untuk mendorong efisiensi transaksi, mempercepat inklusi keuangan, memajukan Usaha Mikro, Kecil, Menengah-UMKM, yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Karena QRIS ini adalah satu-satunya transaksi QR yang asli di Indonesia, menjadi pertanda Indonesia akan menjadi negara maju modern dan lebih berpendapatan tinggi.
Sistem yang diluncurkan diberi nama QRIS Unggul, yang merupakan singkatan UNiversal, GampanG, Untung, dan Langsung. Adapun QRIS disusun oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), dengan menggunakan standar internasional EMV Co.1.
Untuk tahap awal, QRIS fokus pada penerapan QR Code Payment model Merchant Presented Mode (MPM) dimana penjual (merchant) yang akan menampilkan QR Code pembayaran untuk dipindai oleh pembeli (customer) ketika melakukan transaksi pembayaran. Sebelum siap diluncurkan, spesifikasi teknis standar QR Code dan interkoneksinya telah melewati uji coba pada tahap pertama pada bulan September hingga November 2018 dan tahap kedua pada bulan April hingga Mei 2019.
Nantinya, implementasi QRIS secara nasional akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2020. Hal tersebut dilakukan dengan maksud memberikan masa transisi persiapan bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP).
Bulan Agustus bisa dikatakan bulan yang sakral bagi bangsa Indonesia. Tujuhpuluh empat tahun yang lalu, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, setelah lebih dari 350 tahun dijajah oleh bangsa lain.
Kemerdekaan yang sudah diraih oleh pejuang dan pendiri bangsa tentu tidak hanya sekadar kalimat kosong tanpa makna. Di dalamnya terdapat sejarah panjang penuh perjuangan tiada henti. Sejarah mencatat, kemerdekaan Indonesia tidak diperoleh dengan mudah, apalagi sebagai hadiah. Pejuang dan pendiri bangsa rela mengorbankan nyawa dan harta mereka demi meraih kemerdekaan, bebas dari penjajahan bangsa lain.
Kemerdekaan menjadi salah satu momen yang membuat seluruh bangsa Indonesia bersatu. Puluhan bahkan ratusan tahun bangsa Indonesia berjuang demi kemerdekaan. Namun, usaha tersebut kurang berhasil karena perjuangan yang dilakukan pada waktu itu hanya bersifat kedaerahan. Bangsa Indonesia belum bersatu. Baru setelah berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908 dan diselenggarakannya Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda tahun 1928, bangsa Indonesia mulai memahami artinya persatuan demi meraih kemerdekaan.
Kini, setelah 74 tahun Indonesia merdeka, persatuan dan kesatuan bangsa mutlak diperlukan. Apalagi pasca Pemilihan Umum serentak bulan April 2019 yang lalu. Saat itu, bangsa Indonesia seolah terpecah dalam 2 kubu, karena perbedaan pilihan calon pemimpin bangsa. Kini saatnya bangsa Indonesia menjalin kembali persatuan. Seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo, sesaat sebelum dimulainya Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Merdeka Jakarta, Sabtu, 17 Agustus yang lalu, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berada di atas segala-galanya. Presiden Joko Widodoberpesan agar jangan mengorbankan NKRI hanya karena perbedaan pilihan bupati, gubernur, ataupun presiden..
Semoga di usia Indonesia yang ke 74 tahun ini, bangsa Indonesia semakin memahami arti persatuan demi mencapai cita-cita yaitu menuju Indonesia Maju. Jika pendahulu bangsa Indonesia berjuang demi meraih kemerdekaan, sekarang bangsa Indonesia berjuang untuk dapat mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata, demi Indonesia Maju.
Dirgahayu Republik Indonesia.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan-LHK, Siti Nurbaya mengungkapkan saat ini sedang disiapkan imbauan tidak digunakannya kemasan plastik sekali pakai untuk air minum. Siti Nurbaya di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin mengatakan, ia sudah meminta Sekjen KLHK menyiapkan secara menyeluruh sehingga tidak hanya menyangkut penggunaan botol plastik sekali pakai saja, tetapi juga solar cell, daur ulang dan keharusan penyediaan dispenser. Siti juga mengatakan bahwa di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah tidak digunakan kemasan botol plastik untuk air mineral. (antara)