Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional -KEIN, Arif Budimanta, mengapresiasi keberhasilan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, menjaga inflasi terutama inflasi bahan makanan.
Keberhasilan ini sesuai dengan harapan Dewan Perwakilan Rakyat RI yang menginginkan agar inflasi bahan makanan angkanya lebih rendah dari inflasi umum. Karena, inflasi bahan makanan secara langsung berdampak pada rumah tangga masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Hal itu disampaikan Arif Budimanta pada diskusi umum bertemakan ‘Sinergi Industri Perdagangan Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang, dan Pasar Lelang Komoditas di Era Perdagangan Digital dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional’ yang digelar di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu, 7 Februari.
'Yang ingin kami sampaikan adalah, ini sekaligus juga apresiasi karena kami di Komite Ekonomi dan Industri Nasional, pak menteri sangat concern dengan apa yang disebut dengan inflasi karena inflasi ini sangat memengaruhi konsumsi rumah tangga kita. Memengaruhi daya beli kita. Dan alhamdulillah sejak dipimpin oleh Pak Enggar ini inflasi bahan makanan lebih rendah dibanding dengan inflasi umum" jelasnya.
Arif Budimanta lebih lanjut menjelaskan, keberhasilan menjaga inflasi bahan makanan merupakan capaian yang luar biasa dan merupakan hasil dari instrumen kebijakan pemerintah yang dianggap kontroversial di pasar. Kebijakan itu antara lain, Harga Eceran Tertinggi untuk berbagai komoditas pangan dan kerja sama dengan pasar retail modern. Namun, data menunjukkan bahwa instrumen kebijakan tersebut telah berhasil menurunkan angka inflasi bahan makanan.
Ia mengingatkan, ke depannya akan ada kecenderungan kenaikan harga bahan makanan. Naiknya harga bahan makanan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kenaikan harga produksi dan kenaikan harga global. Ia mencontohkan, harga beras yang semakin meningkat di Indonesia seiiring dengan harga beras global yang juga semakin meningkat. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita mengatakan, keberhasilan menjaga inflasi pada 2017, pertumbuhan ekonomi yang positif, dan peningkatan kemudahan melakukan usaha merupakan harmonisasi dari berbagai kementerian. Sekar
Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan keputusan untuk membebaskan Indonesia dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan perdagangan (safeguards) terhadap impor produk panel surya atau Crystalline Silicon Photovoltaic Cells (CSPV). Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan menjelaskan, keputusan ini diambil karena produk panel surya asal Indonesia terbukti tidak menyebabkan lonjakan impor produk sejenis di AS. Keputusan tersebut ditetapkan pada 24 Januari 2018.
"Produk panel surya Indonesia dibebaskan dari pengenaan tindakan pengamanan perdagangan oleh pemerintah AS. Keputusan ini ditetapkan karena besar pangsa pasar impor panel surya asal Indonesia masih di bawah ketentuan untuk dapat dikenakan tindakan pengamanan perdagangan," ujar Oke.
Oke, melalui pers rilis yang diterima Voice of Indonesia, Rabu (7/2) menjelaskan bahwa pangsa pasar produk panel surya Indonesia di AS masih di bawah 3%. Sedangkan pada perjanjian tindakan pengamanan perdagangan WTO yang berlaku di article 9 menyatakan bahwa negara-negara berkembang dengan pangsa pasar impor di bawah 3% secara individu atau di bawah 9% secara kolektif harus dikecualikan dari tindakan tersebut.
Fakta bahwa pangsa pasar produk panel surya asal Indonesia di AS yang masih di bawah 3% juga menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki banyak peluang untuk mengembangkan dan meningkatkan industri ini. Untuk mewujudkannya, pemerintah perlu melakukan koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait lainnya. Selain itu, keputusan pemerintah AS tersebut tentunya akan memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk dapat bersaing di pasar AS. "Selain dalam rangka pengamanan pasar ekspor, kami juga berkomitmen untuk meningkatkan ekspor dan membuka akses pasar,” ungkap Oke.
AS merupakan negara peringkat ke-2 terbesar tujuan ekspor Indonesia untuk produk panel surya. Sementara itu peringkat ke-1 diduduki oleh Thailand sedangkan peringkat ke-3 ditempati oleh India. Nilai ekspor produk panel surya Indonesia ke AS mencapai puncaknya pada tahun 2012 sebesar USD 182 juta. Namun mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi USD 69,6 juta. Berdasarkan data BPS yang diolah Kemendag, sejak tahun 2012 hingga 2016 ekspor produk panel surya Indonesia ke AS mengalami tren penurunan sebesar 20,52%.
Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menyampaikan bahwa Indonesia mengapresiasi langkah Pemerintah AS yang telah menerapkan peraturan Perjanjian Tindakan Pengamanan Perdagangan WTO. "Hal ini merupakan contoh yang baik bagi negara-negara mitra dagang lainnya bahwa terjadinya lonjakan impor yang tajam dan signifikan juga harus memperhatikan besarnya pangsa impor masing-masing negara,” pungkas Pradnyawati.