Saturday, 17 February 2018 20:37

Indonesia Bersuara Untuk Akhiri Kekerasan Terhadap Anak

Written by 
Rate this item
(1 Vote)

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Yohana Yembise, pada tanggal 14-15 Februari 2018 mewakili Indonesia dalam Konferensi Global Partnership to End Violence Against Children, yang diselenggarakan di Stockholm, Swedia. untuk mengakhiri semua bentuk kekerasan terhadap anak. (15/2)​

Konferensi bertajukEnd Violence Solutions Summittersebut diselenggarakan oleh Pemerintah Swedia, dan Kemitraan Global untuk Mengakhiri Kekerasan Terhadap Anak serta Aliansi GlobalWeProtect, yang terdiri dari 79 negara. Acara ini bertujuan untuk membahas berbagai perkembangan dan inisiatif-inisiatif pendukung guna memajukan hak-hak anak, dan mencegah semua bentuk kekerasan terhadap anak. Konferensi dibuka oleh Perdana Menteri Swedia, Stefan Loven, dan Ratu Swedia, Ratu Silvia. Kemudian pembukaan dilanjutkan dengan penyampaian sambutan dari Deputi Sekjen PBB, Dirjen WHO, dan Menteri Anak, Lansia dan Gender Swedia.

Kekerasan terhadap anak berdampak terhadap satu miliar anak di dunia. Salah satu tujuan Konferensi adalah menyebarkan solusi mengakhiri kekerasan terhadap anak serta mengangkat bagaimana Kemitraan Global mendukung Agenda 2030 dan memperkuat upaya-upaya pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.

Dalam hal ini, Menteri Yohana berbicara mengenai kisah-kisah sukses dari Indonesia, termasuk regulasi dan implementasi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang memuat berbagai program dan kegiatan, antara lain perlindungan anak dari kekerasan melalui peran anak sebagai Pelopor dan Pelapor, peningkatan resiliensi anak untuk mencegah dan memerangi kekerasan melalui Forum Anak, Sekolah Ramah Anak termasuk anti-perundungan dan penerapan disiplin positif, penguatan pengasuhan berbasis hak anak untuk peningkatan ketahanan keluarga dan pencegahan perkawinan anak.

Selain itu, disampaikan pula kesuksesan peningkatan peran aktif masyarakat melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyrakat (PATBM) dan penyediaan layanan on-line bagi anak dalam melaporkan kasus kekerasan melalui Telepon Sahabat Anak atau TeSA129, serta pencegahan eksploitasi seksual anak terutama di wilayah destinasi wisata.

“Di tengah kerja kami untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030, mengakhiri kekerasan terhadap anak tetap menjadi prioritas utama. Kami bangga dapat berbagi pengalaman dan praktik-praktik terbaik dengan Negara-negara lain," ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, yang juga berbicara di beberapa panel selama Konferensi.

Indonesia yang diwakili oleh Menteri Yohana merupakan anggota Dewan Kemitraan Global, juga berbicara tentang bagaimana Indonesia mengembangkan Strategi Nasional untuk Mengakhiri Kekerasan Terhadap Anak 2016-2020 (STRANAS PKTA) yang meliputi konsultasi dengan ribuan anak di penjuru Indonesia. Menteri juga memimpin diskusi tentang negara-negara pencari jalan (pathfinder countries), seperti Indonesia dan bagaimana Indonesia mengambil tindakan untuk mengatasi kekerasan dalam keluarga, dan kekerasan terhadap perempuan dan anak.  

Selain itu, Indonesia juga mengadakan bilateral meeting dengan pemerintah Swedia untuk menjajaki kemungkinan kerjasama yang akan dilakukan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian PP-PA, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial dengan Pemerintah Swedia terkait perlindungan anak dari kekerasan dan upaya layanan yang diberikan bagi anak korban kekerasan.

Pada rangkaian Konferensi tersebut juga dilakukan kunjungan lapangan untuk melihat praktik baik yang dilakukan Swedia ke 2 lokasi yaitu Bernahus Stockholm (Rumah Aman Anak) dan Ombudsman Anak.

Indonesia dan Swedia adalah dua sekutu dalam kampanye untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak. Konferensi ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan Raja Swedia Carl XVI Gustaf dan Ratu Silvia. Sang Ratu, yang dikenal giat mengampanyekan penghentian kekerasan terhadap anak, bertemu dengan para pembuat kebijakan dari kedua negara serta perwakilan anak muda dari Indonesia untuk mencari inisiatif bersama guna menghentikan kekerasan terhadap anak.

Perwakilan anak muda juga dipilih dari kelompok negara-negara anggotaPathfinding Countries, dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya.  . Dari Indonesia, ada Monica (15) dari Kabupaten Sleman-Yogyakarta, Luisa (16) dari Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, dan Kristian (16) dari Kabupaten Wamena, Papua, Mereka adalah mewakili anak Indonesia, yang tergabung dalam Forum Anak dan mereka berpartisipasi dalam sesi-sesi pelatihan anak dan juga Konferensi itu sendiri.

“Sebagai salah satu anggota negaraPathfinding Countries, Indonesia telah menjadi pemimpin global dalam upaya untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak. Kami sangat menghargai komitmen pemerintah dan akan terus bekerja berdampingan dengan para mitra kami untuk melindungi anak di sekolah, di rumah, di masyarakat dan on-line," kata Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia, Gunilla Olsson.

Direktur Eksekutif UNICEF yang baru, Henrietta H. Fore, juga menyampaikan pidato di Konferensi tersebut mengenai pentingnya menyatukan para pemegang kepentingan untuk mendorong diakhirinya kekerasan terhadap anak.

Pertemuan Anggota Dewan Kemitraan Globaldilakukan sehari sebelum Konferensi (13 Februari 2018). Pertemuan dihadiri oleh semua anggota yang meliputi unsur-unsur: pemerintah (6 Menteri), lembaga-lembaga PBB, CSOs, dunia usaha, akademisi dan pakar.  Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N. Rosalin didampingi oleh Rini Handayani Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, mewakili pada pertemuan tersebut. Pertemuan membahas 2 agenda penting, yaitu: (a) capaian atas 3 tujuan Kemitraan Global, yang meliputi: penguatanpolitical will, accelerate action,dan penguatan kerjasama; dan (b) prioritas 2017-2018.

Capaian Indonesia yang disampaikan oleh Lenny, meliputi 5 pilar utama yang berfokus pada upaya-upaya pencegahan, yaitu: (1) penguatan peran dan partisipasi anak, melalui Forum Anak, peran anak sebagai Pelopor dan Pelapor, serta partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan; (2) penguatan keluarga, terutama melalui pengasuhan berbasis hak anak; (3) penguatan institusi sekolah melalui sekolah ramah anak, termasuk anti-bullying dan penerapan disiplin positif; (4) penguatan lingkungan dan masyarakat, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dunia usaha, media dan lembaga masyarakat; dan (5) penguatan peran daerah, melalui Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) menuju Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030. Peran seluruh pemangku kepentingan perlu diperkuat di setiap jenjang wilayah, yang dimulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga nasional. (Kemlu)​​

Read 1544 times Last modified on Saturday, 17 February 2018 20:49