Sejak berakhirnya Perang Dingin yang ditandai bubarnya Uni Sovyet pada awal tahun 90an, ancaman potensi perang dunia melalui perang senjata nuklir pun menurun. Hegemoni kekuatan 2 adidaya menghilang, namun kekhawatiran akan perang nuklir tetap ada. Diketahui, beberapa negara pecahan Uni Sovyet ternyata masih menyimpan hulu ledak nuklir yang keamanannya sangat diragukan. Namun Rusia mengambil alih posisi negara adi daya pasca pecahnya Uni Sovyet dan tetap meminta Amerika Serikat untuk mematuhi kesepakatan perjanjian nuklir Strategic Arms Reduction Treaty-START I dan II. Yang pertama ditandatangani tanggal 31 Juli 1991 oleh George H. W. Bush dan Mikhail Gorbachov . Perjanjian ini berlaku mulai 5 Desember 1994 dan berakhir 5 Desember 2009. Pada tanggal 8 April 2010 START II ditandatangani oleh Rusia dan Amerika di Praha. Setelah diratifikasi START II mulai berlaku 5 February 2011 sampai tahun 2021.
Namun ancaman nuklir kembali menyruak setelah Presiden Donald Trump menyatakan keluar dari perjanjian nuklir tersebut pada awal Agustus ini dan tak lama kemudian 18 Agustus Amerika Serikat melakukan uji coba rudal jelajah nya yang baru.
Usai uji coba Kementerian Pertahanan AS melaporkan bahwa peluncuran rudal dari pangkalan Angkatan Laut AS di Pulau San Nicolas di lepas pantai Los Angeles, California berlangsung sukses. Menurut pemerintah AS, data yang terhimpun dan pelajaran yang diambil dari uji coba ini akan memberikan informasi untuk pengembangan kapabilitas rudal jarak menengah yang dilakukan Kementerian Pertahanan.
Sementara itu, aksi uji coba peluncuran rudal AS mengundang kiritik tajam negara anggota Dewan Keamanan PBB. Pemerintah Tiongkok mengkritik uji coba rudal jelajah darat yang dilakukan Amerika Serikat (AS). Tiongkok menilai hal itu akan memiliki dampak negatif serius bagi situasi keamanan internasional dan regional. Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, Selasa 20 Agustus, langkah dari AS akan memicu putaran baru perlombaan senjata yang mengarah pada peningkatan konfrontasi militer. Washington harus melepaskan mentalitas perang dinginnya untuk menciptakan situasi kondusif bagi perdamaian dan ketenangan internasional serta regional.
Efek dari ujicoba rudal tersebut bagi masyarakat internasional adalah munculnya kecemasan akan kembalinya potensi perang nuklir. Walau beberapa negara seperti Korea Utara, India Pakistan pernah melakukan hal yang sama, ketakutan yang muncul sekuat ketika AS dan Rusia melakukannya. Apalagi situasi dunia saat ini tengah dilanda berbagai krisis, mulai dari Krisis Ekonomi, krisis energi terutama energi fosil, dan masalah lingkungan hidup yang mengancam kelangsungan hidup penduduk dunia.
Semoga apa yang pernah dikatakan Presiden Rusia Putin, bahwa akan terjadi “Bencana Global” jika AS tidak mau duduk bersama kembali membicarakan perjanjian nuklir, tidak akan pernah menjadi kenyataan.