Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meninjau Kapal Selam KRI Alugoro-405, di Surabaya, Senin (27/1). Kapal selam Alugoro merupakan yang ketiga dari batch pertama kerja sama pembangunan kapal selam antara PT PAL Indonesia (Persero) dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) asal Korea Selatan. Keberhasilan pembangunan kapal selam Alugro mengukuhkan Indonesia sebagai satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara saat ini, yang mampu membangun kapal selam. Indonesia menargetkan akan membangun sepuluh kapal selam hingga 2025.
Industri Pertahanan menjadi salah satu fokus pemerintahan Presiden JokoWidodo. Dalam rapat terbatas tentang Kebijakan Pengembangan Alat Utama Sistem Senjata, di Hanggar Produksi Kapal Selam PT PAL Surabaya, Senin, pengembangan industry pertahananan menjadi pembahasan. Presiden Joko Widodo ingin memastikan bahwa program pengembangan alutsista itu betul-betul dapat memperkuat industri pertahanan Indonesia. Presiden juga menjelaskan, bahwa belanja pertahanan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mencapai 127 triliun rupiah dan diarahkan terutama ke industri pertahanan. Dalam rapat terbatas itu, presiden juga menyampaikan harapannya agar industri pertahanan tanah air bisa memenuhi pasar dalam negeri yang menjadi prioritas utama.
Undang-Undang No 16 tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan mengamanatkan salah satunya, mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. Saat ini, Indonesia memiliki puluhan Badan Usaha Milik Negara di bidang pertahanan, antara lain PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Dahana, PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki), PT LEN Industri, PT Pindad, dan PT INTI. Industri Pertahanan ini seharusnya dapat meyakinkan pengguna Industri pertahanan, yaitu Tentara Nasional Indonesia–TNI bahwa produk yang dihasilkan dapat memenuhi kekuatan pokok minimum atau minimum essential force TNI hingga 100%. Kepercayaan terhadap hasil produksi Industri Pertahanan Dalam Negeri harus diperkuat. Misalnya, PT PINDAD yang memiliki kapasitas produksi hingga 250 juta amunisi setiap tahun, dapat memenuhi kebutuhan TNI.
Keberadaan Industri pertahanan Indonesia memang harus dimaksimalkan. Sehingga produk-produk yang dihasilkan bukan hanya dapat memenuhi kekuatan pokok minimum TNI, Polri dan Kementerian serta lembaga lain, tetapi juga bisa menghasilkan produk untuk mengatasi ancaman terhadap pertahanan dan keamanan. Seperti krisis perbatasan perairan, terorisme, penyelundupan narkoba, dan serangan siber. Pesan Presiden Joko Widodo dalam pengantar rapat terbatas bisa menjadi dasarnya, yaitu Indonesia mampu mengembangkan alat utama sistem persenjataan yang menyerap dan mengadopsi pengembangan teknologi militer terkini yang serba digital. Mampu mengatasi lompatan teknologi militer dalam jangka waktu 20, 30, 50 tahun ke depan. Hingga akhirnya, dapat mewujudkan industri pertahanan yang maju, kuat, mandiri dan berdaya saing.