Pakar kebijakan limbah dari organisasi Health Care Without Harm, Ruth Stinger, melihat ada tren peningkatan penggunaan plastik sekali pakai saat ini ketika banyak negara di dunia menghadapi wabah COVID-19. Limbah medis dari perawatan pasien COVID-19 harus diperlakukan hati-hati, melalui pemilahan limbah dan sampah dari sumber, serta pemrosesan dengan autoclave atau panci bertekanan tinggi yang lebih ramah lingkungan. Demikian dikatakan Ruth Stinger pada Jumat, dalam diskusi online yang diselenggarakan organisasi nirlaba yang bergerak untuk mempromosikan proses medis yang ramah lingkungan tersebut.
Stinger mengatakan, penggunaan plastik secara berlebihan dalam praktik memproses limbah medis lebih baik dihindari. Menggunakan dua kantong plastik untuk membungkus limbah tidak harus dilakukan, tapi lebih baik menggunakan kontainer dengan bahan tebal dan tertutup rapat untuk menghindari kebocoran.
Dikatakannya, organisasinya sudah berbicara dengan orang-orang yang terlibat dalam penanganan manajemen limbah saat wabah SARS, Ebola, flu babi dan sebagainya. Mereka mengatakan tidak perlu bereaksi berlebihan. Tindakan yang tepat akan membantu dalam mengurus limbah tersebut.
Ruth Stinger juga menyarankan untuk menghindari penggunaan insinerator secara berlebihan yang tidak ramah lingkungan karena dapat menghasilkan polutan ke udara. Menurutnya, ini merupakan salah satu cara mengolah limbah yang menyumbang polusi dan paling mahal.
Proses insinerasi atau pembakaran limbah material kesehatan yang tidak sesuai akan menghasilkan polutan ke udara dan pembakaran material dengan kandungan logam berat juga dapat menyebabkan penyebaran logam beracun di lingkungan.
Maka solusi yang lebih ramah lingkungan adalah dengan teknologi berbasis uap seperti autoclave atau panci bertekanan tinggi yang menggunakan sistem sterilisasi untuk menghilangkan sifat infeksius dari limbah sebelum dimasukkan ke kontainer untuk disimpan dan diproses di penyimpanan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).