Acungan jempol diarahkan ke Mahkamah Agung (MA) yang menerbitkan larangan, bagi mereka yang berada dalam Daftar Pencariuan Orang (DPO) atau buronan, untuk mengajukan gugatan praperadilan. Adalah Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tertanggal 23 Maret 2018yang menutup peluang buronan untuk mengajukan praperadilan. Surat tersebut juga menegaskan, jika permohonan praperadilan tetap diajukan oleh penasihat hukum dari tersangka yang melarikan diri, hakim tidak menerimanya. Pihak tersangka juga tidak bisa mengajukan langkah hukum terkait putusan itu.
Selama ini, masyarakat sering dibuat geram karena banyak buronan terutama koruptor yang melarikan diri ke luar negeri. Mereka mengajukan praperadilan lewat pengacara atau keluarganya, dan tidak sedikit yang menang. Salah satunya adalah koruptor Sudjiono Timan, terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara Rp 1,2 triliun. Ia kabur beberapa hari sebelum divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi yang menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara. Dalam pelariannya, istri Timan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan dikabulkan MA pada 31 Juli 2013, Timan bebas, tanpa ia datang ke pengadilan untuk mengajukan PK.
Peninjauan Kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia. Putusan pengadilan yang disebut mempunyai kekuatan hukum tetap ialah putusan Pengadilan Negeri yang tidak diajukan upaya banding, putusan Pengadilan Tinggi yang tidak diajukan kasasi (upaya hukum di tingkat Mahkamah Agung), atau putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
Walaupun belum diatur dalam perundang-undangan, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 yang melarang buronan untuk mengajukan gugatan praperadilan tersebut patut diapresiasi oleh semua kalangan. Ini merupakan angin segar bagi upaya penegakkan hukum.Keadaan seorang buron bisa mengajukan praperadilan dan kemudian menang, tentu saja tidak bisa dibiarkan karena akan menjadikan yang bersangkutan berbuat seenaknya. Jika dibiarkan, akan ada ketimpangan bahkan ketidakadilan karena orang seperti itu masih diberikan akses untuk mendapat kelonggaran.