Tuesday, 28 June 2022 07:59

G7 akan perberat sanksi terhadap Rusia

Written by 
Rate this item
(0 votes)

(voinews.id)Schloss Elmau, Jerman (ANTARA) - G7 pada Selasa (28/6) akan menyepakati paket baru aksi bersama yang ditujukan untuk menekan Rusia terkait perang di Ukraina, kata seorang pejabat tinggi Amerika Serikat, Senin.

Kelompok tujuh negara demokrasi kaya itu juga akan menuntaskan rencana untuk menetapkan pembatasan terhadap harga minyak Rusia, menurut pejabat tersebut.

Pengumuman itu muncul di tengah kabar bahwa Rusia untuk pertama kalinya dalam beberapa dasawarsa tampaknya akan gagal memenuhi jadwal pembayaran utang.

Pengumuman itu juga beredar ketika Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berpidato pada pertemuan para pemimpin negara-negara G7 di sebuah daerah wisata pegunungan Alpen di Jerman selatan.

"Tujuan ganda para pemimpin G7 diarahkan pada pendapatan (Presiden Rusia Vladimir) Putin, terutama melalui energi, juga untuk meminimalkan limpahan serta dampaknya pada negara-negara ekonomi G7 dan seluruh dunia," kata pejabat AS itu di sela pertemuan puncak G7. Negara-negara G7 memiliki hampir setengah dari pendapatan ekonomi dunia.

Mereka saat ini bertekad meningkatkan tekanan terhadap Rusia tanpa memicu inflasi --yang sudah melonjak dan terutama berdampak buruk pada kawasan dunia di selatan.

Pembatasan harga itu kemungkinan akan menghantam dana perang Rusia, dan pada saat yang sama menurunkan harga energi.

Sementara itu, Gedung Putih dalam laporannya menyebutkan bahwa para pemimpin G7 juga akan membuat "komitmen keamanan jangka panjang yang belum pernah dikeluarkan sebelumnya untuk memberi Ukraina dukungan keuangan, kemanusiaan, militer, dan diplomatik selama diperlukan".

Rangkaian sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat terhadap Rusia telah menghantam keras ekonomi negara itu. Langkah-langkah baru ditujukan untuk semakin menekan pendapatan Rusia dari minyak.

Negara-negara G7 akan bekerja sama dengan pihak-pihak lain, termasuk India, untuk membatasi pendapatan yang bisa terus dihasilkan Putin, menurut pejabat AS itu.


Sumber: Reuters

Read 160 times