(voinews.id)Pemerintah Indonesia dan Australia bersepakat memperkuat kerja sama dalam pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal di sekitar perbatasan laut kedua negara.
Kerja sama tersebut merupakan upaya menjaga sumber daya kelautan dan perikanan dari ancaman tindakan penangkapan ikan secara ilegal dan tidak sesuai aturan (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing/IUUF), khususnya di wilayah perbatasan Laut Timor dan Arafura.
“Indonesia dan Australia berkomitmen untuk terus mewujudkan wilayah maritim yang aman dan damai dari kegiatan penangkapan ikan yang tidak sah, tidak dilaporkan dan tidak diatur," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikatan (KKP) Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin dalam keterangan tertulis, Minggu.
Kesepakatan itu, kata Adin, adalah realisasi dari resolusi jangka panjang yang telah disepakati dalam pertemuan tahunan 22nd Indonesia-Australia Fisheries Surveillance Forum (IASFS) di Darwin, Australia.
Dia mengatakan sebagai bentuk komitmen kedua negara yang tertuang dalam dokumen IASFS itu, Indonesia dan Australia membentuk tiga kelompok kerja (working group) untuk menjalankan aksi bersama dalam mendukung upaya pemberantasan penangkapan ikan ilegal.
Ketiga kelompok kerja itu masing-masing mengurusi bidang kampanye informasi publik (public information campaign), pengawasan dan penegakan hukum (surveillance and law enforcement), serta mata pencaharian alternatif (alternative livelihood).
Di bidang kampanye publik, kelompok kerja menjalankan program Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Mengajar melalui aksi edukasi dan sosialisasi penangkapan ikan yang berkelanjutan di Rote dan Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Di bidang pengawasan dan penegakan hukum, kelompok kerja melakukan aksi patroli terkoordinasi di wilayah perbatasan Laut Timor dan Arafura, pertukaran data dan informasi pengawasan, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Adin berharap aksi bersama tersebut tidak hanya mampu memberantas penangkapan ikan ilegal, tetapi juga berkontribusi positif dan aktif dalam upaya-upaya global di bidang pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, termasuk ketahanan pangan di kawasan global.
Meski demikian, Adin mengakui bahwa tantangan terbesar yang dihadapi dalam implementasi kelompok kerja ini ialah mewujudkan mata pencaharian alternatif bagi para nelayan yang melakukan penangkapan ikan ilegal. Berbagai pihak perlu dilibatkan untuk dapat merealisasikan aksi tersebut.
“Salah satu hasil terpenting dari pertemuan IAFSF ke-22 (adalah) bahwa Ditjen PSDKP, Australia Border Force (ABF), dan Australian Fisheries Management Authority (AFMA) sepakat (bahwa) pemberantasan kegiatan nelayan pelintas batas yang ilegal harus dilaksanakan secara komprehensif, tidak hanya bertumpu pada pengawasan dan penegakan hukum, namun juga melalui penyadaran dan pemberian mata pencaharian alternatif," kata Adin.
antara