Friday, 29 November 2024 07:17

Australia Sahkan UU Larangan Media Sosial pada Anak

Written by 
Rate this item
(1 Vote)

 

VOInews.id, Jakarta:Parlemen Australia telah mengesahkan UU pelarangan anak-anak usia bawah 16 tahun menggunakan media sosial (medsos). Perdana Menteri Anthony Albanese menyebut, ada hubungan langsung penggunaan medsos dengan kesehatan mental yang buruk pada anak muda. Rancangan Undang-Undang (RUU) ini sebelumnya disetujui DPR, dengan 102 suara mendukung dan 13 suara menolak. Pengesahan RUU ini masih butuh persetujuan Senat. Guardian melaporkan, mayoritas senator telah menyatakan persetujuannya.

 

Ada 34 senator yang setuju, hanya 19 orang menolak. UU ini menetapkan denda hingga AU$50 juta (Rp516,5 miliar). Denda tersebut diberlakukan kepada perusahaan medsos yang melanggar. Namun, detail pelaksanaan aturan baru ini akan dirumuskan setelah uji coba teknologi verifikasi usia pada 2025. Aturan ini tidak akan berlaku hingga 12 bulan mendatang. Beberapa platform seperti Snapchat, TikTok, X, Instagram, Reddit, dan Facebook diperkirakan termasuk dalam cakupan larangan ini. Sementara itu, YouTube dikecualikan karena alasan edukasi. RUU ini diajukan dengan hanya tiga hari sidang parlemen tersisa, sehingga memunculkan berbagai kritik. Amnesty International memperingatkan larangan ini berpotensi mengisolasi anak muda dan tidak mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan mereka. RUU ini juga memicu perhatian publik, setelah Elon Musk mengkritiknya sebagai upaya terselubung untuk mengontrol akses internet.

 

Ada pakar dan kelompok advokasi memperingatkan dampak buruk dari larangan ini. Pakar mengingatkan tentang risiko mendorong remaja ke situs gelap atau membuat mereka lebih terisolasi. Komisi Hak Asasi Manusia Australia menyatakan kekhawatiran serius terkait potensi pelanggaran hak anak akibat undang-undang ini. Survei YouGov menunjukkan 77 persen warga Australia mendukung larangan ini. Angka ini naik dari 61 persen pada survei sebelumnya, dengan dukungan dari semua pemimpin negara bagian. Namun, 140 pakar menandatangani surat terbuka menentang undang-undang ini. Larangan ini dianggap membatasi hak akses dan partisipasi mereka.

 

Salah satu penulis studi yang dijadikan dasar kebijakan menyebut, temuan mereka telah disalahartikan pemerintah. Selain itu, perdebatan tentang RUU ini dinilai mengabaikan suara anak-anak dan remaja yang terdampak langsung. Pemerintah menegaskan, data pribadi pengguna, seperti paspor, tidak boleh dipaksa untuk diserahkan. Pemerintah menyatakan larangan ini bertujuan melindungi anak-anak dari bahaya medsos. Namun, banyak pihak khawatir pendekatan ini justru dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk. Christopher Stone dari Suicide Prevention Australia menyerukan konsultasi lebih dalam terkait aturan tersebut, dengan pemangku kepentingan.

 

Antara

Read 50 times