Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi yang terjadi pada bulan Agustus lalu sebesar 0,05 persen. Sementara bulan Juli lalu terjadi inflasi sebesar 0,28 persen. Deflasi Agustus tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan bulan Agustus tahun lalu sebesar 0,22 persen. Kepala BPS Suhariyanto dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (3/9) menyatakan, deflasi kali ini merupakan capaian yang menggembirakan bagi Pemerintah Indonesia karena besaran deflasi tersebut dapat mempengaruhi besaran inflasi yang ditargetkan sebesar 3,5 persen di akhir tahun 2018. Namun, ia juga memperingatkan agar Pemerintah Indonesia tetap mewaspadai gejolak harga pangan.
‘’Deflasi pada bulan Agustus 2018 ini menggembirakan, deflasi sebesar 0.05 dan bahan makanan secara umum juga mengalami deflasi pada bulan Agustus. Tetapi sebetulnya tadi saya sudah kasih warning, perhatikan di tahun ke tahun, terutama menurut komponen bahwa kita totalnya inflasi sebesar 3,20 pesen bagus terkendali karena targetnya adalah 3,5 persen, masih dibawah 3,5 pesen. Tapi ada warning disana bahwa volatile foodnya, volatile prices tapi yang utama adalah foodnya itu adalah 4,97 persen. Ini berarti memang kita ke depan perlu hati-hati.
Lebih lanjut Suhariyanto mengatakan deflasi pada bulan Agustus 2018 merupakan deflasi pertama pada 2018, setelah sejak awal tahun terus mengalami inflasi. Ia menjelaskan perkembangan deflasi pada bulan Agustus 2018 sebesar 0,05 persen menyebabkan inflasi tahun kalender Januari-Agustus 2018 mencapai 2,13 persen. Dalam tiga tahun terakhir, pada Agustus memang selalu mencatatkan tren deflasi. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan harga-harga barang setelah masa-masa Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran. Beberapa komoditas yang menjadi kontributor utama deflasi adalah bahan pangan dengan besaran deflasi 1,10 persen dan memberi andil deflasi sebesar 0,24 persen. VOI/Rezha