Indonesia kembali berduka. Belum lama sejak terjadinya gempa di Lombok-Nusa Tenggara Barat, disusul gempa dan tsunami di Palu dan Donggala – Sulawesi Tengah, Sabtu (23/12) malam bencana tsunami kembali terjadi di Selat Sunda, terutama di Provinsi Banten dan Lampung Selatan.
Data sementara hingga Minggu (23/12) menyatakan setidaknya 222 orang meninggal dunia, 843 orang luka-luka dan 30 orang hilang dalam musibah tersebut. Bencana ini juga mengakibatkan kerusakan bangunan dan infrastruktur.
Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memastikan peristiwa tersebut disebabkan oleh aktifitas vulkanik dari erupsi Gunung Anak Krakatau yang sudah terlihat sebelum erupsi Sabtu malam. Hal ini bahkan sudah diingatkan dan gunung ini telah menyandang status waspada sejak Juni 2018.
Aktifitas Gunung Anak Krakatau memang terus meningkat sejak 18 Juni 2018. Pada bulan-bulan selanjutnya, dari Juli hingga November, erupsi terus terjadi. Terakhir erupsi terjadi pada 22 Desember, yang diduga menyebabkan tsunami yang mengerikan di Banten dan Lampung.
Tsunami di Banten dan Lampung Selatan yang menelan korban jiwa hingga ratusan orang telah menarik perhatian dunia. Beberapa media asing turut melaporkan bencana tersebut. Demikian juga ucapan belasungkawa dan simpati berdatangandari beberapa pemimpin dunia.
Bencana alam yang menimpa negara ini secara bertubi-tubi tidak membuat bangsa Indonesia lemah dan berputus asa.Bencana harus dihadapi, diatasi dan disikapi sebagai cobaan. Agar bangsa Indonesia semakin kuat dan tangguh dalam menghadapi tantangan yang lebih besar di masa yang akan datang. Mungkin dapat diambil contoh negara Jepang, yang menjadi negara maju walaupun sering ditimpa gempa.
Bencana yang sering menimpa Indonesia hendaknya dapat dijadikan pelajaran, bagaimana agar bisa terhindar dan mengantisipasinya. Bangsa Indonesia harus selalu waspada dan bersiap-siap terhadap kemungkinan terjadinya bencana selanjutnya. Antara lain dengan mengadakan simulasi bagaimana menghadapinya, sehingga masyarakat mengetahui apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi. Selain itu, harus disiapkan pula perlengkapan sistem peringatan dini (early warning system) yang memadai, sehingga masyarakat dan pemerintah setempat dapat mengetahui dan menyelamatkan diri sebelum bencana terjadi. Cara ini diharapkan dapat menekan jumlah korban yang jatuh akibat bencana.