Setelah sekian dekade, untuk kali pertama seorang Perdana Menteri Australia menginjakkan kakinya di Fiji danVanuatu. Pekan ini, Perdana Menteri Scott Morrison mengunjungi kedua negara itu. Bagi Australia ini seperti membuktikan janji yang dilontarkan dua bulan lalu. Saat itu Australia berkomitmen menggelontorkan dana hingga 2 milyar dollar AS hibah dan pinjaman lunak ke negara-negara Pasifik.
Apa yang membuat Australia tiba-tiba membuka manuvernya ke arah timur yang selama ini kurang diperhatikan? Rupanya Republik Rakyat Tiongkok sudah mendekati kawasan Pasifik di timur Australia ini sejak 8 tahun lampau. Uang yang digelontorkan Beijing untuk kerjasama dengan negara-negara di Pasifik sudah mencapai 1,3 miliar dollar AS. Jumlah itu menempatkan RRT sebagai negara donor nomor 2 setelah Australia. Hal lainnya adalah kunjungan 4 hari Presiden Xi Jin Ping di Papua New Guinea dalam rangkaian kehadirannya di KTT APEC di Port Moresby.
Australia sebenarnya dalam dilema. Jika mengusik Beijing di kawasan Pasifik, Australia juga yang bakal menerima akibat karena Beijing adalah mitra dagang pentingnya. Jika membiarkan Beijing, Australia dan sekutu utamanya, Amerika Serikat khawatir RRT bukan sekedar membangun hubungan dagang melainkan juga menempatkan pangkalan militer di kawasan itu. Australia pun harus pandai memainkan peran agar hubungannya tetap baik dengan AS dan Beijing yang sedang terlibat perang dagang.
RRT masuk ke Pasifik mulanya adalah untuk mengurangi pengaruh Taiwan di kawasan tersebut. Taiwan, sebuah negara yang tidak diakui Beijing, banyak membantu negara-negara Pasifik. Tentunya dengan tujuan agar merekamendukung Taipei. Kehadiran Beijing membuat beberapa negara Pasifik mencabut dukungan kepada Taiwan.
Jika Australia berada dalam kegundahan, tidak demikian halnya dengan negara-negara Pasifik. Mereka tiba-tiba seperti ketiban rejeki nomplok karena perlombaan “derma” antara Australia dan Beijing. Masalahnya adalah,“kebaikan” seringkali ada apa-apanya.