Keputusan mayoritas rakyat Inggeris agar negaranya keluar dari Uni Eropa, EU, memasuki masalah baru. Persoalan muncul ketika sebagian besar anggota parlemen Inggeris tidak mengindahkan seruan Perdana Menteri Inggeris Theresa May untuk mendukung kesepakatannya dengan Masyarakat Eropa. Dalam pemungutan suara Selasa malam waktu London, mayoritas anggota Parlemen Inggeris menolak usulan perjanjian yang dibuat pemerintah dengan Uni Eropa.
Penolakan dilakukan tidak hanya oleh anggota parlemen dari oposisi, melainkan juga dari kalangan partai pemerintah. Sebelumnya Perdana Menteri Theresa May menyatakan bahwa penolakan atas perjanjian yang dibuatnya dengan Masyarakat Eropa akan mengecewakan rakyat Inggris.
Salah satu kesepakatan antara pemerintah Inggeris dengan Uni Eropa adalah Inggris akan membayar Uni Eropa sekitar 770 trilyun rupiah. Selain itu kedua pihak sepakat mengenai adanya masa transisi yang memberikan kesempatan kepada kedua pihak guna menghindari gangguan terhadap sektor usaha dan perdagangan. Sesungguhnya tidak akan terjadi perubahan yang signifikan dengan adanya kesepakatan itu mulai 29 Maret 2019 sampai 31 Desember 2020.
Perdana Menteri Theresa May dan pendukungnya tentu sedang berfikir keras atas terjadinya penolakan oleh mayoritas anggota parlemen Inggris. Selain mengantisipasi persoalan di dalam negeri, Theresa May juga berfikir keras untuk meyakinkan Uni Eropa atas terlaksananya persetujuan yang sudah disepakati. Bisa jadi Perdana Menteri Inggris itu akan melakukan pendekatan dan upaya-upaya guna terjadinya penyesuaian atas kesepakatan. Hal ini masih mungkin terjadi karena persetujuan antara Pemerintah Inggeris dengan Uni Eropa bersifat politis.
Di dalam negeri kritik dilancarkan atas Brexit karena anggota Parlemen menilai Theresa May gagal mewujudkan harapan agar Inggris mendapatkan kembali control penuh atas sejumlah kebijakan ekonomi dan perdagangan yang selama ini dipegang oleh Uni Eropa. Persoalan lainnya yang dianggap sangat krusial setelah Brexit adalah pengaturan perbatasan di wilayah Irlandia Utara. Jika selama berada di Uni Eropa, perbatasan antara Inggris dan Irlandia utara tidak bersifat fisik, maka setelah keluar dari Uni Eropa perbatasan itu menjadi nyata dalam bentuk mekanisme kontrol khususnya untuk mengecek arus barang.
Perdana Menteri Theresa May kini harus berusaha benar untuk melaksanakan hasil referendum dua tahun lalu, dan ini merupakan ujian bagi pemerintahannya karena dampak dari tidak disetujuinya kesepakatan dengan Uni Eropa adalah ancaman munculnya mosi tidak percaya dari Parlemen.