Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Yasonna Laoly menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter di Bernerhof Bern, Swiss, Senin (4/2). Siaran pers Kedutaan Besar RI Bern yang dirilis Kantor Berita Antara di Jakarta, Selasa (8/2) manyebutkan, penandatanganan perjanjian tersebut setelah melalui dua kali putaran perundingan, yakni di Bali pada 2015 dan di Bern, Swiss, pada 2017. Perjanjian tersebut juga menandai keberhasilan diplomasi Indonesia di Swiss di bidang hukum. Dijelaskan, perjanjian yang terdiri dari 39 pasal ini antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta. Menteri Yasonna menjelaskan, perjanjian MLA dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud). Menurut Yasonna Laoly, perjanjian tersebut merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya. Yasonna Laoly mengatakan, atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Yasonna Laoly menjelaskan, prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan.
Duta Besar RI untuk Swiss dan Lichtenstein, Muliaman D. Hadad yang mendampingi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada upacara penandatanganan tersebut menyatakan, perjanjian MLA RI-Swiss merupakan capaian kerja sama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa. Dubes Muliaman menambahkan penandatanganan MLA menggenapi keberhasilan kerja sama bilateral RI-Swiss di bidang ekonomi, sosial dan budaya, yang selama ini telah terjalin dengan baik. Penandatanganan Perjanjian MLA ini sejalan dengan program Nawacita, dan arahan Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan. Di antaranya pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tahun 2018, di mana Presiden menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerja sama hukum, khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia juga telah menandatangani perjanjian MLA dengan negara ASEAN, Australia, Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok, Korea Selatan, India, Vietnam, Uni Emirat Arab, dan Iran. Demikian Indonesiaku kali ini.