Setelah sempat tertunda, platform pembayaran nontunai LinkAja akhirnya resmi diluncurkan pada Minggu, 30 Juni 2109 di Gelora Bung Karno, Jakarta. Acara grand launching platform pembayaran milik pemerintah tersebut dihadiri antara lain oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
LinkAja merupakan sistem pembayaran nontunai yang dikembangkan oleh perusahaan patungan delapan BUMN, dengan nama PT Fintek Karya Nusantara disingkat Finarya. LinkAja memberikan kemudahan pengguna dalam membayar merchant, membeli pulsa, membayar atau membeli melalui handphone, berbelanja dalam jaringan (daring) maupun berbagi uang.
Usai peluncuran menteri Rini Soemarno mengatakan, pihaknya ingin memudahkan akses layanan keuangan nontunai kepada seluruh lapisan masyarakat melalui aplikasi pembayaran daring berbasis elektronik LinkAja.
Meskipun baru diluncurkan LinkAja sudah dapat digunakan untuk bertransaksi di luar negeri, misalnya di Singapura. Targetnya, LinkAja juga akan dapat digunakan di Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan, lantaran banyak pekerja migran Indonesia di negara tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, CEO PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) Danu Wicaksana mengatakan, transaksi di luar negeri tersebut bisa dilakukan karena pihaknya telah bekerjasama dengan operator asing. Di Singapura PT Finarya sudah bekerjasama dengan Singtel yang sudah memiliki banyak merchant. Danu menjelaskan, pengguna LinkAja di Singapura tinggal snap QR Code berlogo VIA yang merupakan platform cross border payment. Menurut Danu, saat ini, LinkAja sendiri memiliki 22 juta pengguna. Hingga akhir tahun, Finarya menargetkan bisa mencapai hampir dua kali lipatnya, 40 juta pengguna. Sementara rata-rata nilai transaksi LinkAja mencapai 1 miliar rupiah per hari.
Rini Soemarno lebih jauh menjelaskan, sistem pembayaran nontunai ini ditujukan untuk mendorong peningkatan inklusi keuangan di Indonesia.Rendahnya inklusi keuangan di Indonesia, salah satunya disebabkan karena masyarakat masih memilih bertransaksi secara tunai.
Pada 2018 sekitar 76 persen transaksi di Indonesia masih didominasi oleh uang tunai sehingga perlu ada peralihan ke transaksi nontunai guna meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat.