Error
  • JUser: :_load: Unable to load user with ID: 2536

08
February

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional -KEIN, Arif Budimanta, mengapresiasi keberhasilan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, menjaga inflasi terutama inflasi bahan makanan.

Keberhasilan ini sesuai dengan harapan Dewan Perwakilan Rakyat RI yang menginginkan agar inflasi bahan makanan angkanya lebih rendah dari inflasi umum. Karena, inflasi bahan makanan secara langsung berdampak pada  rumah tangga masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

Hal itu disampaikan Arif Budimanta pada  diskusi umum bertemakan ‘Sinergi Industri Perdagangan Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang, dan Pasar Lelang Komoditas di Era Perdagangan Digital dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional’ yang digelar di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu, 7 Februari.

'Yang ingin kami sampaikan adalah, ini sekaligus juga apresiasi karena kami di Komite Ekonomi dan Industri Nasional, pak menteri sangat concern dengan apa yang disebut dengan inflasi karena inflasi ini sangat memengaruhi konsumsi rumah tangga kita. Memengaruhi daya beli kita. Dan alhamdulillah sejak dipimpin oleh Pak Enggar ini inflasi bahan makanan lebih rendah dibanding dengan inflasi umum" jelasnya.

Arif Budimanta lebih lanjut menjelaskan, keberhasilan menjaga inflasi bahan makanan merupakan capaian yang luar biasa dan merupakan hasil dari instrumen kebijakan pemerintah yang dianggap kontroversial di pasar. Kebijakan itu antara lain, Harga Eceran Tertinggi untuk berbagai komoditas pangan dan kerja sama dengan pasar retail modern. Namun, data menunjukkan bahwa instrumen kebijakan tersebut telah berhasil menurunkan angka inflasi bahan makanan.
Ia mengingatkan, ke depannya akan ada kecenderungan kenaikan harga bahan makanan. Naiknya harga bahan makanan disebabkan oleh beberapa  faktor, seperti kenaikan harga produksi dan kenaikan harga global. Ia mencontohkan, harga beras yang semakin meningkat di Indonesia seiiring dengan harga beras global yang juga semakin meningkat. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita mengatakan, keberhasilan menjaga inflasi pada 2017, pertumbuhan ekonomi yang positif, dan peningkatan kemudahan melakukan usaha merupakan harmonisasi dari berbagai kementerian. Sekar

 

 
07
February
 
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan, Indonesia berkomitmen mendukung percepatan penyelesaian perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di tahun 2018.  Indonesia selaku ketua perundingan dan negara koordinator menjadi tuan rumah Perundingan RCEP Trade Negotiating Committee (TNC) Putaran ke-21 yang berlangsung pada 2-9 Februari 2018 di Daerah Istimewa Yogyakarta .Perundingan dihadiri oleh tim-tim negosiator dari 16 negara anggota perundingan RCEP.
 
Komitmen ini secara aktif mulai ditunjukkan Indonesia sejak awal tahun 2018. Sebelumnya, pada 22 Januari 2018 Mendag Enggar melakukan pertemuan khusus dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan India di New Delhi, India. Pertemuan ini menindaklanjuti komitmen Presiden Joko Widodo bersama kepala pemerintahan/negara anggota RCEP pada November 2017 lalu di Manila, Filipina, untuk segera menyelesaikan perundingan ini.  "RCEP merupakan perundingan prioritas untuk segera diselesaikan karena akan memberikan  kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekspor dan investasi negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia," ungkap Enggartiasto melalui pers rilis yang diterima Voice of Indonesia pada Rabu (7/2).
 
Implementasi RCEP akan menjadi salah satu blok perdagangan terbesar yang mendorong  pertumbuhan ekonomi negara anggotanya melalui pertumbuhan jaringan produksi secara global  dan peningkatan rantai nilai di kawasan. Sebagai Ketua Perundingan RCEP, posisi Indonesia  memungkinkan untuk mengarahkan ambisi perundingan serta mendorong negara-negara peserta  RCEP menyepakati strategi dan langkah-langkah penyelesaian isu-isu penting yang selama ini 
menghambat kemajuan perundingan RCEP.
 
Tim perunding berkomitmen menghasilkan perjanjian yang komprehensif, kredibel, mampu memberikan keuntungan bagi anggota, serta dapat tetap 
menjaga produk-produk sensitif tiap negara anggota. "Kita harus benar-benar memastikan untuk memanfaatkan putaran Yogya secara maksimal untuk mencapai hasil yang signifikan," kata Menteri Enggar.
 
Menurutnya, dalam perundingan ke-21 ini memang masih ada kesenjangan dan tingkat ambisi masing-masing negara yang harus terus diselaraskan. Namun, ia menegaskan negosiator harus terus berusaha menyelesaikan perundingan tahun ini. 
 
Topik pembahasan dalam perundingan RCEP ke-21 ini meliputi perdagangan barang, perdagangan 
jasa, investasi, isu menyangkut legalitas dan institusionalitas, serta rules of origin (ROO). Selain itu, untuk membantu percepatan proses perundingan, pertemuan-pertemuan bilateral di antara negara anggota RCEP juga berlangsung secara intensif baik sebelum perundingan dimulai maupun di sela-sela 
perundingan RCEP.
 
Hasil pertemuan RCEP Putaran ke-21 ini akan dibawa untuk dibahas lebih lanjut oleh para Menteri Ekonomi RCEP pada Pertemuan Intersesi tingkat Menteri RCEP, pada 3 Maret 2018 mendatang di  Singapura. Dari pertemuan tersebut, para Menteri RCEP diharapkan dapat memberikan arahan lebih lanjut kepada para perunding untuk dapat menyelesaikan berbagai isu perundingan sehingga perundingan RCEP dapat dituntaskan di akhir tahun ini. Perjanjian RCEP berusaha mengintegrasikan sepuluh negara anggota ASEAN dengan enam mitra FTAnya yaitu India, China, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru dalam sebuah 
skema perdagangan bebas.
 
"Tujuan diluncurkannya perundingan RCEP adalah untuk mencapai kesepakatan perjanjian  perdagangan yang saling menguntungkan, memiliki kualitas yang baik, serta komprehensif antara  10 negara anggota ASEAN dan enam negara mitra free trade agreement (FTA) ASEAN," ungkap  Menteri Enggar.
 
Nilai produk domestik bruto (PDB) dalam RCEP diproyeksikan mencapai USD 100 triliun pada 2050.  Pada tahun yang sama, RCEP akan mencakup 50% populasi dunia, 31% PDB dunia, 32% nilai ekspor  dunia, 27% nilai impor dunia, dan 28% nilai investasi (Foreign Direct Investment/FDI) dunia./sekar/pers rilis kemendag
 
07
February

Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan keputusan untuk membebaskan Indonesia dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan perdagangan (safeguards) terhadap impor produk panel surya atau Crystalline Silicon Photovoltaic Cells (CSPV). Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan menjelaskan, keputusan ini diambil karena produk panel surya asal Indonesia terbukti tidak menyebabkan lonjakan impor produk sejenis di AS. Keputusan tersebut ditetapkan pada 24 Januari 2018.

"Produk panel surya Indonesia dibebaskan dari pengenaan tindakan pengamanan perdagangan oleh pemerintah AS. Keputusan ini ditetapkan karena besar pangsa pasar impor panel surya asal Indonesia masih di bawah ketentuan untuk dapat dikenakan tindakan pengamanan perdagangan," ujar Oke.

Oke, melalui pers rilis yang diterima Voice of Indonesia, Rabu (7/2) menjelaskan bahwa pangsa pasar produk panel surya Indonesia di AS masih di bawah 3%. Sedangkan pada perjanjian tindakan pengamanan perdagangan WTO yang berlaku di article 9 menyatakan bahwa negara-negara berkembang dengan pangsa pasar impor di bawah 3% secara individu atau di bawah 9% secara kolektif harus dikecualikan dari tindakan tersebut.

Fakta bahwa pangsa pasar produk panel surya asal Indonesia di AS yang masih di bawah 3% juga menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki banyak peluang untuk mengembangkan dan meningkatkan industri ini. Untuk mewujudkannya, pemerintah perlu melakukan koordinasi dengan para pemangku kepentingan  terkait lainnya. Selain itu, keputusan pemerintah AS tersebut tentunya akan memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk dapat bersaing di pasar AS. "Selain dalam rangka pengamanan pasar ekspor, kami juga berkomitmen untuk meningkatkan ekspor dan membuka akses pasar,” ungkap Oke.

AS merupakan negara peringkat ke-2 terbesar tujuan ekspor Indonesia untuk produk panel surya. Sementara itu peringkat ke-1 diduduki oleh Thailand sedangkan peringkat ke-3 ditempati oleh India. Nilai ekspor produk panel surya Indonesia ke AS mencapai puncaknya pada tahun 2012 sebesar USD 182 juta. Namun mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi USD 69,6 juta. Berdasarkan data BPS yang diolah Kemendag, sejak tahun 2012 hingga 2016 ekspor produk panel surya Indonesia ke AS mengalami tren penurunan sebesar 20,52%.

Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menyampaikan bahwa Indonesia mengapresiasi langkah Pemerintah AS yang telah menerapkan peraturan Perjanjian Tindakan Pengamanan Perdagangan WTO. "Hal ini merupakan contoh yang baik bagi negara-negara mitra dagang lainnya bahwa terjadinya lonjakan impor yang tajam dan signifikan juga harus memperhatikan besarnya pangsa impor masing-masing negara,” pungkas Pradnyawati.