Pelaksanaan ibadah hajji di Mekah merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu setidaknya sekali seumur hidup. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, pelaksanaannya bahkan diatur oleh negara, dalam hal ini Kementerian Agama. Musim Haji 2021 diperkirakan akan jatuh pada bulan Juli. Namun, dengan adanya pandemi Covid 19 yang melanda dunia pemerintah Indonesia masih menunggu kepastian dari Kerajaan Arab Saudi apakah bisa mengirimkan rombongan calon hajji kali ini. Kenyataan yang harus dihadapi di berbagai negara, angka kasus Covid 19 memang masih tinggi.
Pada awal bulan Mei tahun ini sempat beredar kabar bahwa Arab Saudi telah mengeluarkan peraturan terkait pelaksanaan ibadah haji tahun 2021. Namun belum secara resmi mengumumkan negara mana saja yang mendapatkan izin pemberangkatan jamaah untuk ibadah haji. Dilaporkan, Arab Saudi berencana menetapkan kuota haji 2021 sebanyak 45 ribu untuk jemaah dari luar dan 15.000 dari dalam negeri. Namun Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengatakan, hingga hari Minggu 23 Mei 2021 belum ada pernyataan resmi Pemerintah Arab Saudi mengenai hal ini.
Melihat perkembangan tersebut, Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi kekecewaan para calon jemaah haji yang sudah berharap bisa berangkat tahun ini agar tidak timbul gejolak. Apalagi setelah pembatalan keberangkatan tahun lalu akibat pandemi.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, perkembangan perusahaan startup atau perusahaan rintisan di Indonesia sangat dahsyat. Mengutip data https://www.startupranking.com, Indonesia menempati urutan kelima dengan jumlah perusahaan rintisan terbanyak di dunia, yakni mencapai 2.238 startup. Adapun, negara peringkat pertama adalah Amerika Serikat yang saat ini memiliki 99.029 startup. India menyusul di posisi kedua dengan jumlah 10.143 startup, Inggris menempati urutan ketiga dengan jumlah 5.665 startup, serta di peringkat keempat Kanada dengan jumlah startup sebanyak 2.921.
Fakta ini tentu tidak membuat Indonesia berpuas diri. Malah ia menjadi pemacu agar kedepannya perusahaan startup lebih meningkat lagi. Lebih lagi, karena potensi bisnis startup di Indonesia sangat besar untuk dikembangkan menjadi lebih masif dan berkualitas. Jumlah penduduk dan pengguna internet yang terus berkembang secara signifikan dari tahun ke tahun serta kecepatan koneksi internet di Indonesia yang semakin baik merupakan potensi luar biasa yang dapat mendukung berkembangnya ‘startup digital’.
Pertanyaannya: bagaimana meningkatkan jumlah start up ke depan? Apa yang perlu dipersiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang merupakan garda terdepan untuk menghasilkan startup baik secara kuantitatif maupun kualitatif ?
Pertama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah mendorong hadirnya mata kuliah startup digital di perguruan tinggi. Malah sejak awal diwacanakan agar mata kuliah ini bersifat wajib.
Bahwa kemudian diganti menjadi opsional, tetapi itu bukan masalah. Malah dalam konteks Merdeka Belajar, sebagaimana dikatakan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Paristiyanti Nurwardani pada hari selasa (18/5) justru lebih positif. Ini artinya bahwa kesadaran tinggi terhadap startup sangat dibutuhkan bagi setiap orang untuk dapat memilih.
Kedua, tenaga atau dosen profesional harus dipersiapkan untuk mengajarkan mata kuliah startup digital ini. Karena itu, para dosen pengampu mata kuliah ini merupakan pribadi-pribadi inovatif dan kreatif yang mampu membaca kebutuhan dan memberikan jawaban tepat.
Ketiga, kunci dari kesuksesan menghasilkan start up berkualitas sangat bergantung pada kesiapan Sumber Daya Manusia -SDM. SDM yang mumpuni adalah motor perubahan yang berhubungan dengan penerapan teknologi digital dalam semua aspek kehidupan pada masyarakat. Diharapan perguruan tinggi mampu mencetak SDM dengan talenta digital yang inovatif dan kreatif. Pada gilirannya, startup digital akan tumbuh masif dan berkualitas di Indonesia.
Sudah lebih dari 200 warga Palestina, 63 orang di antaranya anak anak, meninggal dunia akibat serangan Israel ke wilayah Gaza Palestina. Aksi saling serang antara Israel dan milisi Palestina yang tinggal di Gaza menyebabkan jatuhnya korban warga sipil Palestina yang jauh lebih banyak dibanding pihak Israel. Serangan udara Israel ke Gaza menewaskan sedikitnya 217 orang termasuk anak anak, sedang di pihak Israel yang meninggal akibat roket milisi Hamas 12 orang. Selain yang meninggal, warga Palestina yang luka luka mencapai 1400 orang.
Sejak konflik 10 Mei lalu, belum ada tanda tanda Israel mengendorkan serangannya ke wilayah Gaza di tepi barat. Kantor berita AFP memberitakan bertambahnya warga Palestina yang meninggal dunia dan luka luka akibat serangan udara ke jalur Gaza sepanjang hari Selasa, 18 Mei 2021. Konflik yang terjadi akibat penyerangan tentara Israel kepada warga Palestina yang beribadah di Masjid Al Aqsha beberapa hari menjelang hari Idul Fitri itu belum menunjukkan tanda tanda akan mereda. Israel semakin intens melakukan serangan udara, sementara pihak milisi Hamas juga terus melontarkan roket roketnya ke wilayah Israel.
Alasan Hamas menggelar serangan roket adalah membalas sikap aparat keamanan Israel yang menghalangi dan menyerang warga Palestina yang tengah beribadah di kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Melihat semakin memanasnya konflik, Uni Eropa menyerukan agar kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata. Terkecuali Hongaria, negara negara Uni Eropa memandang pentingnya dihentikannya perang untuk menghindari jatuhnya lebih banyak korban terutama di kalangan sipil. Mayoritas negara negara Uni Eropa, bersikap mendukung Palestina. Hal ini berbeda dengan Amerika Serikat yang menjadikan Israel sekutu utamanya di Timur Tengah. Walau nampak berbeda dengan Donald Trump dalam hal agresifitas menopang Israel, Joe Bidden tidak serta merta menarik dukungannya terhadap Israel yang telah mengebom wilayah penduduk dijalur Gaza dan menyebabkan ratusan warga sipil menjadi korban. China telah mengkritik sikap Amerika Serikat atas perang yang berkecamuk sejak 18 Mei lalu.
Sehubungan dengan itu perjuangan Palestina untuk mewujudkan negara yang benar benar merdeka serta aman dari ancaman dan gangguan Israel masih berliku. Dukungan dan tekanan negara negara Muslim melalui jalur diplomatic sangatlah diperlukan. Harus ada upaya konkrit menghentikan tindakan Israel yang menyebabkan ratusan warga Palestina meninggal dunia. Sejalan dengan itu peran Amerika Serikat bagi terlaksananya kesepakatan Israel-Palestina sungguh sangat menentukan. Selama Amerika Serikat dalam posisi tidak netral dengan mendukung dan berada di belakang Israel, solusi konflik Palestina Israel sulit diwujudkan. Karenanya sikap Uni Eropa yang menyerukan gencatan senjata untuk menghentikan peperangan menjadi catatan penting yang perlu diwujudkan. Masyarakat internasional tentu tidak boleh membiarkan semakin banyaknya rakyat Palestina yang menjadi korban, baik meninggal dunia maupun yang luka luka.
VOI KOMENTAR Negara negara di dunia masih harus terus waspada dan bersiaga mengahadapi ancaman virus Corona. Kini kewaspadaan harus ditingkatkan dengan menyebarnya varia baru Covid 19 dari India. Salah satu negara terbanyak penduduknya itu, kini masih sangat menderita akibat serangan Covid 19 baik virus jenis lama maupun varian yang baru. Saat duka nestapa akibat virus Covid 19 belum reda, malapetaka diperhebat dengan serangan varian kedua yang dideteksi lebih ganas dibandingkan varian baru. Gelombang kedua pandemic Covid memang menerjang negara itu dengan laporan 350 ribu kasus baru dari virus baru
Ketika rumah rumah sakit tidak lagi dapat menampung jumlah yang terinfeksi serta kekurangan obat dan oksigen, krematorium pun tak lagi mampu membakar jenasah para korban. Karena itu tempat parkir dan lapangan yang kosong digunakan untuk mengkremasi mayat mayat korban Covid. Bagi warga negara asing selain sedih. pemandangan itu tentu dapat menimbulkan kengerian.
Tragedi di India itu kini merambah negara terdekatnya yaitu Nepal. Negara kecil dikawasan Himalaya itu harus berjuang keras melepaskan diri dari serangan virus yang tidak kasat mata itu. Namun kewaspadaan tidak hanya untuk negara tetangga terdekat India di Asia Selatan. Varian baru Covid itu kini terdeteksi di 17 negara. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, menyatakan perkembangan ini sehubungan adanya 1200 laporan kasus pada data inisiatif sains global GISAID. Tanpa menyebut secara rinci 17 negara yang terinfeksi varian virus Covid baru, WHO dalam laporan mingguannya yang dikutip berbagai media menyebut, sampel infeksi vovid baru yang diunggah ke situs GIASID kebanyakan berasal dari India, Inggris, Amerika Serikat dan Singapura,
Infomasi tersebut tentu telah semakin membuat sejumlah negara waspada. Australia misalnya telah melarang masuknya penerbangan dari India. Indonesia juga tidak ingin kecolongan akibat masuknya warga negara India secara tidak terdeteksi, Kewaspadaan di Bandar Udara pintu masuk penumpang warga negara asing, khususnya India ditingkatkan.
Malapetaka akibat pandemic Covid 19 memang belum usai, di berbagai negara seperti India bahkan semakin meningkat. Pemerintah dan masyarakatpun panik karena meningkatnya jumlah yang terinfeksi dan meninggal, serta sangat minimnya pelayanan.
Karena itu negara negara di berbagai penjuru dunia di lima benua memang tidak hanya harus waspada melainkan berusaha bersama mengatasinya. Negara negara maju harus memberikan bantuan yang dapat dilakukan untuk negara seperti India. Upaya multilateral bagi Kerjasama pengadaan vaksin Vovid19 merupakan salah satu upaya yang harus ditingkatkan.