Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyelenggarakan lokakarya penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah tingkat provinsi pada tanggal 1, 4, dan 14 Agustus di Jakarta. Kegiatan ini merupakan bagian dari strategi dan upaya pemajuan kebudayaan nasional dan dasar penyusunan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan sebagai acuan baru dalam pembangunan nasional baik jangka pendek, menengah, maupun panjang. Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid, kepada Voice of Indonesia di Jakarta, baru-baru ini mengatakan, dokumen strategi menjadi bagian penting dari penyusunan rencana induk tersebut. Ia berharap, melalui dokumen strategi tersebut, masing-masing daerah mampu menonjolkan karakteristiknya sendiri dan melakukan pengembangan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
“Cetak biru maksudnya begini, kalau cetak biru artinya semua kegiatan-kegiatan kebudayaan itu sudah bisa kita prediksi. Nah, itu kalau berlaku nasional, sementara Indonesia ini negeri yang begitu bervariasi, itu akhirnya nanti keliru penanganannya. Karena masing-masing daerah ini punya karakteristiknya sendiri-sendiri. Yang kita perlu bukan cetak biru, tapi dokumen strategi, arah besarnya kita mau ke mana. Terus misalnya sekarang kalau kita bicara tentang pengembangan SDM itu, SDM semacam apa, itu kan rata, kebutuhannya akan dimana-mana. Tapi masing-masing daerah hemat saya itu akan punya warna yang berbeda-beda, prioritas yang berbeda-beda.”
Terkait dengan pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan, di masa yang akan datang, pihaknya akan terus berupaya menambah jumlah Aparatur Sipil Negara yang mempunyai latar belakang pendidikan bidang kebudayaan. Menurutnya, saat ini jumlah Aparatur Sipil Negara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang menangani bidang kebudayaan sudah cukup memadai. Namun, sebagian besar dari mereka tidak mempunyai latar belakang pendidikan di bidang kebudayaan, sehigga perlu mendapatkan pelatihan dan bimbingan, utamanya yang terkait dengan dasar hukum pengembangan kebudayaan nasional. Rezha