Tanggal tersebut merujuk pada demonstrasi kaum buruh Amerika Serikat pada 1 Mei 1886 yang menuntut 8 jam kerja per hari. Demonstrasi itu berujung pada kerusuhan di Haymarket, Chicago, yang menyebabkan 4 orang buruh dan 7 polisi tewas.
Di Indonesia, Hari Buruh Internasional dirayakan pertama kali pada tanggal 1 Mei 1920. Pada waktu itu wilayah Indonesia masih berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Peringatan Hari Buruh sempat berhenti dirayakan secara terbuka saat era kepemimpinan Presiden Soeharto karena dinilai identik dengan paham komunisme. Pada masa reformasi, Hari Buruh kembali rutin dirayakan di banyak kota dan mengusung berbagai tuntutan, mulai dari kesejahteraan hingga penghapusan sistem alih daya. Pada 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Hari Buruh pada 1 Mei sebagai hari libur nasional.
Lebih dari seabad kaum buruh telah memperingati Hari Buruh, namun tantangan yang dihadapi kaum buruh semakin beragam. Jika dulu tantangannya hanya seputar jam kerja yang terlalu panjang, upah rendah serta kondisi tempat kerja yang tak layak untuk kesehatan, kini buruh menghadapi teknologi dan digitalisasi yang merampas lapangan kerja mereka.
Bagi Indonesia, kondisi buruh migran Indonesia di luar negeri juga menjadi tantangan tersendiri. Praktek perdagangan orang dan perbudakan menghantui para buruh migran Indonesia. Selain kondisi pekerja dalam negeri, pemerintah Indonesia juga harus memikirkan kondisi warganya yang bekerja di luar negeri. Dalam hal ini, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, program, dan kesepakatan dengan negara-negara tujuan untuk memberi pelindungan maksimal bagi buruh migran.
Semoga pemerintah periode berikut menaruh perhatian lebih besar terhadap kesejahteraan pekerja Indonesia di dalam dan di luar negeri. Sebab kaum buruh berkontribusi besar bagi pembangunan ekonomi negara.