Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia sudah banyak belajar dari pengalaman krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1997, 2008 hingga 2013. Oleh karena itu, Indonesia akan terus berupaya memperdalam pasar keuangan dan obligasi di tengah ketidakpastian global, yang mengakibatkan banyak nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal itu disampaikan Menteri Sri Mulyani saat menjadi salah satu pembicara dalam Forum Ekonomi Dunia untuk ASEAN di Hanoi, Vietnam, Rabu (12/9).
“Jadi, kami belajar banyak dari apa yang kami alami di 1997, 2008, 2013, dan sekarang. Kematian tingkat korporat di Indonesia dianggap sangat rendah, kematian rumah tangga sangat rendah, kematian pemerintah di bawah 30 persen. Jadi pada dasarnya. jika kita melihat pada dasarnya, indikator tidak mengatakan bahwa anda sembrono dan itu sebabnya anda rentan. Orang dapat mengatakan bahwa Indonesia perlu memperdalam sektor keuangan yang saya setujui sepenuhnya dan ini adalah dalam konteks program kami mencoba untuk memperdalam pasar keuangan dan obligasi kami di Indonesia.”
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan, imbas dari penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat atas rupiah bukan pada utang, tetapi pada Defisit Transaksi Berjalan. Ketika Amerika Serikat memiliki sentimen terhadap negara berkembang di belahan dunia lain, hal itu menciptakan dinamika. Melihat tantangan tersebut, Pemerintah menurunkan defisit fiskal, dan defisit transaksi berjalan diatasi dengan membatasi impor secara selektif untuk menjaga momentum. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga tengah berupaya meredam gejolak dinamika ekonomi global dengan membuat kebijakan yang memerhatikan faktor psikologis atau sentimen pasar, disertai dengan aktif mengkomunikasikan kebijakan kepada para pemangku kepentingan. Rezha