Daerah Istimewa Yogyakarta ditetapkan sebagai Kota Kebudayaan ASEAN. Penetapan dilakukan pada Rabu, 24 Oktober di Teater Terbuka Candi Prambanan, Yogyakarta. Penetapan ini sejalan dengan Yogyakarta sebagai tempat penyelenggaraan pertemuan menteri yang membidangi kebudayaan se ASEAN ke 8 dan Pertemuan Pejabat Senior Asean bidang Kebudayaan ASEAN ke 14. Pertemuan dua tahunan ini dilaksanakan pada 21 hingga 26 Oktober 2018. Penetapan Kota Kebudayaan ASEAN merupakan program bersama Kementerian Kebudayaan negara ASEAN dan penetapan kota berganti setiap dua tahun. Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid pada Konferensi Pers, Rabu, 24 Oktober mengatakan, Yogyakarta menjadi kota kebudayaan ASEAN pada 2018/2020. Menurutnya, Yogyakarta dipilih karena Yogyakarta telah mengarusutamakan budaya pencegahan atau culture of prevention.
“Yogyakarta, dalam pertemuan dengan gubernur, kegiatan-kegiatannya harus melibatkan culture of prevention, itu harus dikembangkan. Dan untuk urusan begini Yogya udah maju lah. Culture of prevention, bagaimana mencegah hal-hal yang buruk kalau terjadi misalkan bencana alam. Nantinya akan diperkuat kegiatan-kegiatan yang mengangkat culture of prevention,“ kata Hilmar Farid.
Hilmar Farid lebih lanjut menjelaskan, sebelum Yogyakarta, kota kebudayaan ASEAN adalah Bandar Seri Begawan, Brunei Darusalam. Yogyakarta menjadi kota kelima yang dipilih sebagai Kota Kebudayaan. Pada pertemuan tersebut, para delegasi menyambut baik penetapan itu. Untuk menandai penetapan ini, Yogyakarta menyelenggarakan festival seni ASEAN pada Rabu, 24 Oktober 2018 yang menampilkan para seniman dari negara-negara ASEAN dan 3 mitra wicaranya. Festival ini menjadi contoh bagaimana ASEAN merayakan keberagaman budaya, menggunakan kebudayaan untuk memajukan tradisi dan warisan, dan membina persahabatan yang panjang antara negara-negara ASEAN dan mitra wicaranya. (VOI/SEKAR/FL)