Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) mengajak semua pihak untuk bekrontribusi dalam menangani kabut asap dan akibat buruk yang dihasilkannya. Hal tersebut disampaikan Spesialis Program untuk Unit Pengetahuan Sosial dan Humaniora UNESCO Jakarta Irakli Khodeli, Kamis di Pekanbaru, Riau, saat membuka forum Akademi Manajemen Transformasi Sosial UNESCO atau UNESCO MOST Academy. Irakli mengatakan, kabut asap bukanlah merupakan permasalahan kecil yang dapat ditangani dengan langkah penyelesaian mudah, namun merupakan hal kompleks yang membutuhkan upaya penanganan yang menyeluruh. Terkait hal ini, Irakli mengatakan bahwa dibutuhkan pendekatan keilmuan, kebudayaan dan ekonomi untuk menjelaskan kompleksitas penanganan kabut asap yang terjadi di berbagai belahan dunia. Selain itu menurutnya, aspek ilmu pengetahuan dan budaya juga dapat memberikan masukan yang utuh kepada pemerintah untuk dapat menentukan langkah-langkah penanganan kabut asap yang terjadi.
“ Itulah mengapa dalam kegiatan ini kami ingin melihat pada aspek sosial, budaya dan ekonomi dari kompleksitas ini. Kami ingin memahami kompleksitas dari kabut asap, dampaknya, hubungan sebab akibat yang dimiliki dengan masyarakat yg terlibat. Ketika anda telah memiliki pengetahuan tentang hal itu, anda dapat membuat keputusan yang lebih baik sebagai pemerintah tentang apa yang lebih baik bagi seluruh masyarakat. Yang ingin saya sampaikan adalah tidak ada solusi yang sederhana. Ada banyak kepentingan yang bermain ketika kita berbicara mengenai polusi kabut asap. Kita harus tahu apa saja kepentingan itu dan kita harus memiliki bukti ilmiah untuk dapat membuat keputusan yang optimal.”
Lebih lanjut Irakli Khodeli menyebut, saat ini, polusi asap telah menjadi perhatian bagi negara-negara di seluruh dunia. Bukan hanya bagi Negara yang rentan mengalami kebakaran hutan, namun juga negara lain yang kerap terdampak polusi asap. Hal ini telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penanganan serius kabut asap. Di sisi lain, Irakli mengatakan, masih ada jarak yang menjauhkan antara aspek ilmu pengetahuan dan pengambilan keputusan di tataran pemerintah. Hal ini menurutnya kerap disebabkan oleh factor eksternal yang menjadikan penanganan polusi asap tidak maksimal. (ndy)