“Batik telah lama diakrabi masyarakat Afrika Selatan. Kehadiran kita di sini memang masih terbatas, tapi produk-produk kain dan batik kita yang berkualitas tinggi mempunyai potensi besar untuk dipasarkan. Sinergi yang baik antara KBRI Pretoria, KJRI Cape Town and ITPC Johannesburg harus terus dilanjutkan untuk mempopulerkan batik di Afrika", demikian disampaikan Konsul Jenderal RI di Cape Town, Krishna Adi Poetranto, pada saat pembukaan Paviliun Indonesia pada hari pertama Pameran Apparel, Textile and Footwear (ATF) Trade Exhibition 2019, di Cape Town, Afrika Selatan, tanggal 12-14 Juni 2019.
Batik kembali memikat perhatian masyarakat asing yang mendatangi Cape Town International Convention Centre, tempat pameran berlangsung selama tiga hari. Sequence Wastra Nusantara pada sesi fashion show di hari kedua pameran dimeriahkan oleh koleksi teranyar para designer dan pengusaha batik yang datang dari Lampung, Pekalongan, Bandung dan Cape Town.
Showcase Indonesia yang penuh warna kontras tetap terlihat selaras, terharmonikan oleh kekayaan pola dan tekstur khas nusantara. Detail busana dan perhiasan terlihat menarik saat dikenakan oleh para model setempat yang melenggang di runway panjang di tengah hall pameran.
Batik Siger yang telah berpengalaman menampilkan koleksinya di berbagai negara, pada pameran kali ini menghadirkan koleksi busana pria dan wanita dengan corak siger yang sangat khas Lampung. Keunikan model usaha Batik Siger, terutama pemberdayaan ibu rumah tangga dan penyandang disabilitas dalam proses bisnisnya, menjadi alasan Pemerintah menganugerakan penghargaan Upakarti kepada perusahaan ini pada tahun 2014.
Perusahaan dari Bandung, Lovely Zia, menampilkan busana batik kontemporer untuk wanita dan pria seperti patch work skirt, kemeja, dress, dan outer. Aruni Batik Pekalongan menampilkan busana batik untuk pria dan kain batik tulis, sedangkan Annie.B Cape Town menampilkan kain-kain khas Bali, perhiasan perak, aksesoris dan tas rotan.
Batik cukup dikenal di Afrika Selatan. Menurut Dubes RI di Pretoria: “Kecintaan Presiden Nelson Mandela terhadap batik Indonesia bukanlah cerita baru. Mandela seakan identik dengan baju batik lengan panjang, hingga potret dan patung Sang Presiden kebanggaan masyarakat Afrika Selatan tersebut sering ditemukan memakai wastra nusantara kita". Disayangkan bahwa mayoritas masyarakat Afrika yang mengenal batik dengan istilah “Madiba Shirt", seringkali tidak mengetahui latar belakang batik yang berasal dari negara sahabatnya, Indonesia.
Melalui pameran ATF inilah, KBRI Pretoria, KJRI Cape Town dan ITPC Johannesburg berkolaborasi untuk terus mempopulerkan dan memasarkan batik dengan lebih terarah. Batik yang resmi menjadi warisan dunia versi UNESCO sejak tahun 2009, diharapkan semakin mendunia dan menjadi penggerak ekspor industri kecil dan menengah. Melalui kegiatan pameran ini, Pemerintah memperkenalkan pengusaha garmen Indonesia kepada kelompok usaha Afrika Selatan untuk dapat saling membuka peluang bisnis.
Kementerian Perindustrian menyatakan nilai ekspor komoditas tenun dan batik mencapai USD 53,3 juta pada tahun 2018, dengan negara tujuan ekspor utama Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat. Menurut Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), kinerja industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh menggembirakan di atas dua digit tahun lalu. Pemerintah mendukung penuh sektor industri tekstil karena sifatnya yang padat karya dan dominasi penggunaan bahan baku dalam negeri..
ATF merupakan pameran tahunan tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki terbesar di Afrika yang setiap tahunnya berhasil mendatangkan pengunjung sebanyak kurang lebih dua ribu orang, dan menarik setidaknya 500 pelaku pameran dari berbagai negara. (Sumber: Kemlu)