コメント

コメント (5)

07
February

 

コメントの時間です。今日は、アメリカとイタリアは、アジアで武器産業市場を拡大することについてお伝えします。

アジア太平洋地域は、米国が武器販売ネットワークを拡大することをが懸念しています。同様の注目は、イタリアを含む武器を生産する西ヨーロッパ諸国にもなされています。その目的のために、ワシントンは、外交と貿易という2つのアプローチを適用しているようです。米国の武器市場を拡大するための外交努力は、シンガポールで開かれる国際武器展で米国の武器メーカー企業の参加の計画からうかがえます。ワシントンがアジア太平洋地域、特にアジアでの兵器生産のマーケティングを拡大している理由は、少なくとも2つのことから推察することができます。まず、自国での武器装備を強化するために、いくつかのアジア諸国の関心があります。第2に、アジア太平洋地域における中国の影響力の拡大です。

自国や各地域での様々な安全保障問題は、少なくともいくつかのアジア諸国が、軍備の面から防衛力を強化する理由となります。例えば、シンガポールやフィリピンでは、東南アジアにおけるテロ問題の継続的な深刻を関連して、ますます兵器を改善する必要性が感じているようです。もう一つの視点として、日本も、防衛力強化への関心を決めています。これは、国防勢力を縮小する米国の計画に関連しています。日本は、日本に向かうようにミサイル実験を繰り返し行う北朝鮮の動きについて、非常に懸念します。ベトナムは、特に海洋地域において、安全保障と防衛を改善する必要性を感じているアジアの国の一つです。紛争により緊張状態の南シナ海地域での中国の攻撃が頻繁に発生し、ベトナムは、その地域の防衛力を強化する必要性を感じています。

防衛的の観点から、米国はまた、中国の戦略的かつ強行な措置に対応する必要があります。一方、西ヨーロッパの武器生産国の一つであるイタリアは、政治よりもビジネス的理由かもしれないが米国と同じ機会をうかがっているように見えます。このような観点から見ると、米国と西ヨーロッパは、アジア太平洋地域における武器貿易を拡大するための戦略的措置とアプローチを試み必要があると感じています。

05
February

 

1,100以上の地域言語、714の種族、イスラム、カトリック、プロテスタント、ヒンドゥー、仏教、儒教6つの公式の宗教を持っているので、インドネシアは多様性のある国です。この多様性はもちろん、相互理解の意識を必要とします。そうでなければ、時に分割につながる摩擦を引き起こすことができます。

インドネシアの88%の国民が、イスラム教の信者である、イスラム教は大多数の宗教です。しかし、これは、イスラム教が社会政治的、生活、国家のすべてを支配するわけではありません。インドネシアのイスラム教徒は、宗教社会の調和に非常に関心があり、他の信仰に対する高い寛容を持っています。

今まで、イスラム教徒はインドネシアの調和と多様性を維持する上で非常に重要な役割を果たすと考えられています。インドネシア設立の歴史を通して、ウラマーはインドネシア共和国の完全性を維持することができると考えられています。統一を維持するうえでのウラマーの貢献も疑う余地がありません。

インドネシアは、唯一の神への信仰、人道的、団結感がある、常に審議を通じて問題を解決しようとしている、社会正義を持つ国です。Pancasila1945年憲法に基づいている国を維持することは、インドネシアの国民の義務です。Bhinneka Tunggal Ikaの枠組みで、国家の主権のために戦うために苦労した国家の創設者によって義務付けられているようにします。

04
November

VOI KOMENTAR Dua referendum, satu di Katalonia dan satu lagi di Kurdistan, dilakukan dalam waktu yang berdekatan. Keduanya   berakhir dengan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu tanpa pengakuan dari negara lain. Mahkamah Agung Spanyol menyatakan referendum Katalan ilegal, sehingga Pemerintah Spanyol akhirnya melaksanakan pasal 155 UUD.  Yaitu,memberi kekuasaan Pemerintah Pusat di Madrid, mengambil alih kekuasaan pemerintah otonomi lokal di Katalonia. Hal ini dilakukan setelah ultimatum Madrid kepada para pemimpin Katalan tidak digubris, dengan mendeklarasikan kemerdekaan Katalan pada 27 Oktober lalu. Madrid pun membubarkan pemerintahan otonomi Katalonia.

Hal yang kurang lebih sama terjadi juga di Kurdistan. Pemerintah pusat Irak, tidak menerima hasil referendum yang diikuti oleh lebih dari 70% penduduk Kurdi, yang berjumlah hampir 8,5 juta jiwa. Lebih dari 90% pemilih menjawab ya untuk kemerdekaan. Hasil ini membuat berang Baghdad. Selain itu, negara-negara yang juga dihuni orang Kurdi seperti Turki dan Iran, ikut  menentang referendum itu.

Para pemimpin Katalan di bawah Presiden Carles Puigdemont menghadapi tuduhan berat yaitu pemberontakan dengan ancaman hukuman sampai 30 tahun. Belgia, salah satu negara anggota Uni Eropa mengisyaratkan membuka peluang suaka bagi Puigdemont.

Lain halnya dengan Presiden Kurdistan, Massoud Barzani. Meskipun mendapat dukungan rakyat, Barzani tidak mendapat dukungan oposisi di pemerintahan otonomi Kurdistan. Partai Gorran atau Gerakan Perubahan menentang referendum. Barzani memutuskan untuk mengundurkan diri dari tampuk pimpinan daerah otonomi Kurdistan per 1 November 2017 setelah memerintah selama 12 tahun. Turki dan penentang referendum menyambut baik pengunduran diri Barzani.

Referendum yang dilaksanakan dengan penuh semangat oleh para pemilih ternyata berakhir karena ketiadaan pengakuan dari negara lainnya. Indonesia tidak mengakui pemisahan Katalan dari Spanyol. Rerendum terbukti  bukan hanya sekedar memilih  “Ya” dan “Tidak” untuk suatu keputusan. Proses politik yang bisa menguras energi ternyata dapat juga menjadi faktor yang ikut menentukan kelanjutan dari referendum. Tampaknya pilihan yang tersisa adalah memanfaatkan otonomi yang telah diberikan dengan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat daerah otonom.

04
November

 

VOI KOMENTAR  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berdasarkan Pancasila,

04
November

VOI KOMENTAR Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi mengunjungi negara bagian Rakhine kemarin,  Kamis 2 November 2017.  Ini adalah kunjungannya yang   pertama kali sejak wilayah yang dihuni etnis muslim Rohingya itu diguncang konflik Agustus lalu. 600 ribu muslim Rohingya  terpaksa mengungsi, kebanyakan ke negara tetangganya Bangladesh,  akibat konflik tersebut. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi hak asasi internasional melihat bukti adanya pembersihan etnis di Rakhine. Mereka mengatakan ratusan muslim Rohingya tewas dan mayoritas warga etnis Rohingya terusir dari tanah kelahirannya dengan cara pembakaran rumah, pemerkosaan dan pembunuhan.

Sebaliknya, pemerintah Myanmar mengatakan  pihaknya sedang memerangi teroris Rohingya,  yang melancarkan serangan terhadap pos-pos keamanan dan  menewaskan belasan orang.

Dengan penjagaan ketat, Aung San Suu Kyi mengunjungi Maungdaw, wilayah yang paling parah terdampak kekerasan. Disana peraih penghargaan Nobel perdamaian itu bertemu dengan para ulama muslim. Menurut laporan kantor berita AFP ada tiga pesan yang disampaikan Suu Kyi kepada mereka, yaitu mereka harus hidup damai, pemerintah akan membantu mereka, dan mereka tidak boleh saling bertengkar. 

Meskipun sejak partainya menang pemilu 2015,  Suu Kyi secara de facto adalah kepala pemerintahan Myanmar, kekuasaannya dibatasi konstitusi yang dibuat oleh junta militer sebelumnya. Militer memiliki hak veto atas undang-undang, menguasai beberapa kementerian yang strategis, keamanan dan pertahanan. Pihak militer melancarkan operasi di Rakhine, dan Aung San Suu Kyi tidak punya kuasa untuk menghentikannya.

Dengan kekuasaan yang terbatas itu,  Suu Kyi menghadapi kritik internasional. Sebagai pejuang demokrasi,   ia dianggap lamban dalam merespon pelanggaran hak asasi manusia di Rakhine. Di lain pihak, ia juga akan menghadapi tentangan mayoritas warga Myanmar, jika ia membela warga Rohingya. Sebagian besar penduduk Myanmar setuju dengan klaim pemerintahnya, bahwa Rohingya bukan penduduk asli Myanmar , melainkan imigran gelap dari Bangladesh.  Faktanya, meski mungkin  benar  berasal usul dari Bangladesh, mereka sudah tinggal di sana selama beberapa generasi , dan jumlahnya pun telah mencapai lebih dari 1,5 juta  orang. 

Kunjungan Aung San Suu Kyi ke Rakhina diharapkan ditindaklanjuti dengan penghentian kekerasan terhadap etnis Rohingya. Hingga kini arus pengungsi Rohingya terus mengalir walaupun tak sebanyak sebelumnya. Tidak ada cara lain bagi militer Myanmar, selain bekerja sama dengan pemerintah sipil, dalam mengatasi krisis kemanusiaan berkepanjangan ini. 

Atas nama kemanusiaan militer Myanmar harus melindungi etnis Rohingya di Myanmar. Mereka tentu tidak ingin perhatian teroris internasional mengarah ke Myanmar dan menimbulkan persoalan baru disana. Negara yang baru lepas dari sanksi ekonomi ini harus mampu mengatasi persoalan dalam negeri yang mungkin dapat menghambat investasi dan transisi demokrasi yang sedang berjalan.