Saturday, 04 November 2017 20:26

Aung San Suu Kyi Kunjungi Rakhine

Written by 
Rate this item
(0 votes)

VOI KOMENTAR Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi mengunjungi negara bagian Rakhine kemarin,  Kamis 2 November 2017.  Ini adalah kunjungannya yang   pertama kali sejak wilayah yang dihuni etnis muslim Rohingya itu diguncang konflik Agustus lalu. 600 ribu muslim Rohingya  terpaksa mengungsi, kebanyakan ke negara tetangganya Bangladesh,  akibat konflik tersebut. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi hak asasi internasional melihat bukti adanya pembersihan etnis di Rakhine. Mereka mengatakan ratusan muslim Rohingya tewas dan mayoritas warga etnis Rohingya terusir dari tanah kelahirannya dengan cara pembakaran rumah, pemerkosaan dan pembunuhan.

Sebaliknya, pemerintah Myanmar mengatakan  pihaknya sedang memerangi teroris Rohingya,  yang melancarkan serangan terhadap pos-pos keamanan dan  menewaskan belasan orang.

Dengan penjagaan ketat, Aung San Suu Kyi mengunjungi Maungdaw, wilayah yang paling parah terdampak kekerasan. Disana peraih penghargaan Nobel perdamaian itu bertemu dengan para ulama muslim. Menurut laporan kantor berita AFP ada tiga pesan yang disampaikan Suu Kyi kepada mereka, yaitu mereka harus hidup damai, pemerintah akan membantu mereka, dan mereka tidak boleh saling bertengkar. 

Meskipun sejak partainya menang pemilu 2015,  Suu Kyi secara de facto adalah kepala pemerintahan Myanmar, kekuasaannya dibatasi konstitusi yang dibuat oleh junta militer sebelumnya. Militer memiliki hak veto atas undang-undang, menguasai beberapa kementerian yang strategis, keamanan dan pertahanan. Pihak militer melancarkan operasi di Rakhine, dan Aung San Suu Kyi tidak punya kuasa untuk menghentikannya.

Dengan kekuasaan yang terbatas itu,  Suu Kyi menghadapi kritik internasional. Sebagai pejuang demokrasi,   ia dianggap lamban dalam merespon pelanggaran hak asasi manusia di Rakhine. Di lain pihak, ia juga akan menghadapi tentangan mayoritas warga Myanmar, jika ia membela warga Rohingya. Sebagian besar penduduk Myanmar setuju dengan klaim pemerintahnya, bahwa Rohingya bukan penduduk asli Myanmar , melainkan imigran gelap dari Bangladesh.  Faktanya, meski mungkin  benar  berasal usul dari Bangladesh, mereka sudah tinggal di sana selama beberapa generasi , dan jumlahnya pun telah mencapai lebih dari 1,5 juta  orang. 

Kunjungan Aung San Suu Kyi ke Rakhina diharapkan ditindaklanjuti dengan penghentian kekerasan terhadap etnis Rohingya. Hingga kini arus pengungsi Rohingya terus mengalir walaupun tak sebanyak sebelumnya. Tidak ada cara lain bagi militer Myanmar, selain bekerja sama dengan pemerintah sipil, dalam mengatasi krisis kemanusiaan berkepanjangan ini. 

Atas nama kemanusiaan militer Myanmar harus melindungi etnis Rohingya di Myanmar. Mereka tentu tidak ingin perhatian teroris internasional mengarah ke Myanmar dan menimbulkan persoalan baru disana. Negara yang baru lepas dari sanksi ekonomi ini harus mampu mengatasi persoalan dalam negeri yang mungkin dapat menghambat investasi dan transisi demokrasi yang sedang berjalan. 

Read 1110 times Last modified on Saturday, 04 November 2017 20:29