Saturday, 04 November 2017 20:38

Drama Referendum Katalan

Written by 
Rate this item
(0 votes)

VOI KOMENTAR Dua referendum, satu di Katalonia dan satu lagi di Kurdistan, dilakukan dalam waktu yang berdekatan. Keduanya   berakhir dengan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu tanpa pengakuan dari negara lain. Mahkamah Agung Spanyol menyatakan referendum Katalan ilegal, sehingga Pemerintah Spanyol akhirnya melaksanakan pasal 155 UUD.  Yaitu,memberi kekuasaan Pemerintah Pusat di Madrid, mengambil alih kekuasaan pemerintah otonomi lokal di Katalonia. Hal ini dilakukan setelah ultimatum Madrid kepada para pemimpin Katalan tidak digubris, dengan mendeklarasikan kemerdekaan Katalan pada 27 Oktober lalu. Madrid pun membubarkan pemerintahan otonomi Katalonia.

Hal yang kurang lebih sama terjadi juga di Kurdistan. Pemerintah pusat Irak, tidak menerima hasil referendum yang diikuti oleh lebih dari 70% penduduk Kurdi, yang berjumlah hampir 8,5 juta jiwa. Lebih dari 90% pemilih menjawab ya untuk kemerdekaan. Hasil ini membuat berang Baghdad. Selain itu, negara-negara yang juga dihuni orang Kurdi seperti Turki dan Iran, ikut  menentang referendum itu.

Para pemimpin Katalan di bawah Presiden Carles Puigdemont menghadapi tuduhan berat yaitu pemberontakan dengan ancaman hukuman sampai 30 tahun. Belgia, salah satu negara anggota Uni Eropa mengisyaratkan membuka peluang suaka bagi Puigdemont.

Lain halnya dengan Presiden Kurdistan, Massoud Barzani. Meskipun mendapat dukungan rakyat, Barzani tidak mendapat dukungan oposisi di pemerintahan otonomi Kurdistan. Partai Gorran atau Gerakan Perubahan menentang referendum. Barzani memutuskan untuk mengundurkan diri dari tampuk pimpinan daerah otonomi Kurdistan per 1 November 2017 setelah memerintah selama 12 tahun. Turki dan penentang referendum menyambut baik pengunduran diri Barzani.

Referendum yang dilaksanakan dengan penuh semangat oleh para pemilih ternyata berakhir karena ketiadaan pengakuan dari negara lainnya. Indonesia tidak mengakui pemisahan Katalan dari Spanyol. Rerendum terbukti  bukan hanya sekedar memilih  “Ya” dan “Tidak” untuk suatu keputusan. Proses politik yang bisa menguras energi ternyata dapat juga menjadi faktor yang ikut menentukan kelanjutan dari referendum. Tampaknya pilihan yang tersisa adalah memanfaatkan otonomi yang telah diberikan dengan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat daerah otonom.

Read 1172 times Last modified on Monday, 06 November 2017 11:11